Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Luna datang lebih awal dari Abel dan anggota direksi yang akan meeting, untuk memastikan ruangannya cukup dan rapi.
Mario yang sedang mengirim bunga ke restoran itu, melihatnya.
"Luna...! " serunya.
Luna menoleh.
Deg...
'Mario? ' ucap hatinya.
Mario mendekati dengan senyum merekah.
"Hai! " sapanya seolah sangat senang bertemu dengannya lagi.
"Hai, kau order ke sini juga? " tanya Luna.
"Hmm, kak Cantika sudah lama jadi pemasok bunga segar ke sini" ucap Mario.
"Kak? " Luna heran dengan panggilan nya.
"Oh ya, aku belum pernah cerita tentang sepupu ku, Kak Cantika sepupuku yang orang tuanya merawat ku setelah orang tua ku meninggal. Dia kembali dari rumah ayahnya setelah aku lulus kuliah" jelas Mario.
Luna dan Mario dekat karena Luna begitu menyayangi Mario yang kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil. Tapi, saat Luna kehilangan kedua orang tuanya, dia justru menjauh dari Mario yang sudah terlihat bahagia dengan keluarga barunya. Luna pun fokus pada kedua keponakannya.
"Aku jadi rindu dengan masa SMA kita" ucap Mario.
Luna tertegun, dia mengaitkan tas selempang nya.
"Aku benci masa SMA ku Mario" ucap Luna.
Mario terdiam, tahu apa yang Luna maksud.
"Aku kehilangan kedua orang tuaku, kakak ku, juga pacar ku" ucap Luna sendu.
Mario menunduk.
"Aku pergi karena mereka bangkrut Luna, terpaksa kami pindah ke kota kecil agar aku bisa bersekolah" Mario hendak menjelaskan.
Luna menghela.
"Semua itu masalalu Mario, aku tidak mempermasalahkan nya. Aku hanya tidak suka dengan situasi nya. Sekarang sudah lain, aku sudah cukup bahagia dengan kedua putri almarhum kak Galuh, ya, sangat bahagia" ucap Luna dengan senyuman khasnya, terpaksa dengan sedikit menangkup seluruh giginya.
Mario tetap merasa bersalah.
"Ada meeting, aku harus memastikan tempatnya cukup" Luna hendak pamit.
"Aku masih sayang kamu Luna" ucap Mario saat Luna berbalik.
Luna terdiam.
"Kita bisa mulai lagi, kali ini aku tidak akan pergi kemana-mana, aku akan tetap di sisi mu" ucapnya lagi.
Tak terasa, Luna meneteskan air matanya. Dia tak berbalik, takut Mario melihat matanya.
"Aku harus pergi Mario" hanya itu yang dia ucapkan kemudian pergi.
Mario tak bisa menahannya, dia juga harus kembali ke toko.
Di tempat yang tak jauh, Abel yang sejak tadi sudah datang, melihat dan mendengar semuanya.
Dia menatap Mario yang pergi dengan mobil boxnya.
"Cantika Florist? " gumam Abel.
Dia ingat, Luna menghubungi mereka saat ada masalah di acara Award itu.
Abel menghela, kemudian membuka pintu ruang VVIP yang akan digunakan, tak ada Luna di dalamnya. Dia mendengar isak tangis di ujung lorong itu.
Dia melihat Luna menangis, terus menghapus air matanya dengan tisu.
"Kenapa aku menangis? sudah Luna, semua sudah berlalu, sekarang kau dan putri-putri mu bahagia, masa-masa itu sudah lewat" ucapnya untuk menenangkan diri.
Tapi semakin dia menenangkan diri, semakin dia menangis.
Abel datang kemudian memberikan saputangan nya. Luna menatap ke arahnya dan mengatur nafas.
"Ini pakai ini, tisu mu habis kan? " ucap Abel melihat tisunya memang habis.
Luna mengambil sapu tangannya, tapi semakin menangis. Abel mendekati kemudian berbalik membelakanginya.
"Pakai punggung ku untuk bersandar, siapa tahu nanti lebih baik" ucap Abel.
Luna mendekati, tapi malah memeluknya kemudian menangis.
Mata Abel membulat, tak menyangka dia akan memeluknya. Dia terdiam seperti patung sampai Luna melepaskannya.
#
Meeting selesai, Abel berdiri dan berjalan paling terakhir bersama Devan yang ada di belakangnya.
"Ih, kok punggung kamu basah bel? " tanya Devan heran.
Abel terdiam, Luna menundukkan kepalanya mendengar ucapan Devan.
"Kau berkeringat berlebihan? Aku rasa tidak mungkin sampai keluar dari jas mu, hati-hati, kau harus periksa ke dokter kalau terus begitu" ucap Devan cemas.
Dia terus bicara sampai mereka hendak masuk ke mobil.
"Aku ikut mobil mu lagi, biasa! " ucap Devan.
Kali ini Luna di depan karena Vera tak ikut dengan mereka.
Abel menatapnya terus, mengingat bagaimana Luna menangis begitu tersedu.
Sementara Devan tertidur dan mendengkur. Abel menatap sinis kepadanya.
"Gini nih, kalau dia ikut pasti aja ada yang bikin kesel, kenapa bukan kamu aja yang di sini sih Luna? " Abel kesal.
Luna menunduk dan hanya diam saja.
#
Sampai di apartemen, Abel berusaha untuk tidak membahas tentang Luna yang menangis.
"Besok libur, gunakan untuk istirahat, minggu depan kita harus keluar kota untuk perjalanan bisnis" ucap Abel.
"Baik Pak" jawab Luna kemudian mereka pergi ke masing-masing pintu.
Masuk bersamaan, dan bersandar di pintu bersama pula.
Abel yang berpikir bahwa Luna masih tak bisa melupakan Mario, cinta pertamanya.
Sementara Luna, merasa sedih karena mengingat masa kehilangan keluarga nya.
Hingga larut malam, Abel tak bisa tidur. Sesekali menghela memikirkan bahwa Luna masih menyukai Mario dan mungkin akan menerimanya lagi.
Dia keluar dari kamarnya dan menyalakan televisi. Berusaha mengalihkan pikirannya ke film.
Tapi tak bisa, isak tangis Luna masih saja mengganggu pikirannya. Dia mematikan televisinya lagi.
Menatap ke arah pintu dan berdiri.
"Dia sudah tidur, kau sendiri yang menyuruhnya untuk istirahat" gumam Abel.
Kemudian dia pergi mengambil kopi dingin dan pergi ke balkon. Memegang pagar menatap ke gedung-gedung lain.
Kemudian terdengar suara dari balkon Luna. Abel memeriksa, mencari apa yang bersuara tadi.
Tapi kemudian Luna memperlihatkan diri, dia tadi bersembunyi, terkejut karena Abel keluar,
"Kau belum tidur? " tanya Abel mengerutkan dahinya.
"Belum Pak! Hehe" seperti biasa, Luna tersenyum bodoh.
Akhirnya mereka menatap langit malam itu bersama meski terhalang pagar pembatas apartemen.
Abel memberikan satu kopi lagi untuknya, Luna menikmati nya sambil menatap gedung-gedung pencakar langit lainnya.
"Indah kan? " ucap Abel.
Kata pertama sejak tadi mereka berdiri bersama.
"Hmm, sangat indah" ucap Luna setuju, dia juga suka berdiri disana saat masih tinggal bersamanya.
"Kenapa tak bisa tidur? " tanya Abel.
Luna menoleh, menatap nya, kemudian menelan salivanya.
"Kali ini anda tidak bisa mengabulkan apa yang membuat aku tidak bisa tidur Pak" ucap Luna dengan hela nafas panjang.
Abel menatapnya.
Memang selalu begitu, seperti terakhir kali, Abel membawa dua keponakan Luna datang untuk menemuinya, mengobati rasa rindu nya.
"Pria itu... "
"Aku rindu Galuh, kakak ku" ucap Luna menyela ucapan Abel.
Abel terdiam.
"Dia yang mengajarkan aku mengendarai mobil jeep. Dia selalu melindungi aku, seperti anda melindungi ku. Aku merindukan dia, karena dia yang selalu memberikan punggungnya untuk aku menangis, seperti yang anda lakukan" Luna menghapus air matanya.
Abel tetap terdiam, tak bisa mengatakan apa-apa lagi.
Malam semakin larut, mereka masih berdiri di sana hingga dingin merasuk, dan mereka pun kembali ke ranjang masing-masing. Terlelap karena lelah membuka mata semalaman.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>