Kisah satu keluarga yang memiliki ilmu spiritual dan memiliki khodam pendamping dari bangsa Jin. Namun tanpa diduga itu juga terus berlanjut hingga ke anak cucu mereka.
Lalu apakah yang terjadi pada anak cucu mereka? Apakah bisa terlepas dari perjanjian dengan bangsa Jin?
Simak terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. M yanie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MATA BATHIN
Keluarga Subroto merasa sangat bahagia, karena kini Aji sudah kembali bersama mereka dalam keadaan sehat tanpa kekurangan apapun.
Namun di tengah kebahagian itu, Aji justru di hadapkan oleh kenyataan, bahwa kini penglihatannya menjadi lebih sensitif, Aji sekarang dapat melihat makhluk yang tak kasat mata.
"Ibu.. Itu apa?" Aji menunjukan jarinya ke arah jendela, yang bahkan semua tidak bisa melihat apa yang Aji lihat.
Namun Ustadz Rizal menyadari sesuatu, Aji yang pernah masuk ke Alam Gaib, membuat mata bathinnya terbuka.
Ibu yang menyadari sesuatu itu, langsung mengalihkan pertanyaan Aji, "Anak Ibu, pasti laparkan? bagaimana kalau Ibu, gorengkan Ayam kesukaan anak Ibu yang tampan ini, hem?"
Aji mengangguk dengan tersenyum, karena kini dia bisa merasakan masakan Ibunya lagi, meskipun Ibu berusaha mengalihkan perhatian Aji, namun Aji belum bisa mengalihkan pandangannya dari arah jendela, di lihatnya sosok bertubuh besar dan kekar, kulit hitam kemerahan, tubuhnya di tutupi rambut lebat, mata besar, berkuku panjang, bertaring, dan tumbuh tanduk di kepalanya.
***
Merasa semua tugasnya sudah selesai, Ustadz Rizal, izin pamit kepada Ayah, untuk kembali ke pesantrennya bersama anak-anak yatim yang ia bawa.
Ustadz Rizal merasa lega, karena sudah melihat Aji bisa bermain bersama adiknya yang masih bayi, kebahagian terpancar jelas di mata Aji, yang kini dia dengan ceria menjaga adiknya.
"Pak Broto, saya dan anak-anak santri yang lain, mohon izin pamit untuk kembali pak."
"Pak Ustadz, sungguh ucapan terimakasih saja sepertinya tidak cukup pak, jika pak Ustadz berkenan sering-sering datang kemari, untuk melihat Aji pak." Ayah menepuk punggung Ustadz Rizal, dan menjabat tanganya, rasanya Ayah ingin berterimakasih untuk waktu yang jauh lebih lama lagi.
"Terimakasih pak Broto, untuk semuanya, saya pamit ya pak, Assalamualaikum.."
"Wa'alaikumussalam.. "
Ayah dan Ibu, tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah mobil yang ditumpangi Ustadz Rizal dan anak-anak yatim yang lainnya.
Ibu kembali lagi ke kamar anaknya, untuk melihat sedang apa anak-anak nya itu, "Nak, sedang main apa sama adik kamu?"
"Aji sedang mengajak Rani, main pesawat-pesawatan Bu." Aji dengan ceria mengangkat pesawatnya ke atas, seolah-olah pesawatnya terbang.
Namun Ibu merasa janggal akan tubuh Aji, yang tidak mau dia pegang, setiap kali Ibu ingin membuka bajunya, Aji selalu menolak dengan alasan Aji malu karena sudah besar.
Ibu mencoba untuk mengerti alasan anaknya, tapi setiap kali Ibu mengelus punggung Aji, anaknya itu selalu merintih, seperti menahan rasa sakit.
Akhirnya ketika Aji sedang tidur siang, Ibu yang penasaran, mencoba membuka baju Aji dengan pelan-pelan, betapa terkejutnya Ibu yang langsung menutup mulutnya, agar tidak teriak sangking kagetnya.
Yah, di punggung Aji terdapat luka yang sangat panjang, luka itu adalah bekas cambukan yang di berikan oleh Jin, untuk menyiksa Aji, disaat masih berada di alam gaib.
Ibu menangis dalam diamnya, agar tidak mengeluarkan suara, namun Aji yang tidak sengaja mendengar isakan tangis Ibunya, justru ia terbangun dan mengerjapkan matanya.
Aji yang melihat Ibunya menangis di depannya langsung bertanya, "Ibu, kenapa Ibu menangis?" Aji mengusap wajah Ibunya yang sudah di basahi oleh air matanya.
"Emm.. tidak Nak, Ibu hanya menangis bahagia, karena anak Ibu yang sholeh ini, sudah kembali sama Ibu." Ibu langsung memeluk anaknya dan mengelus-elus kepalanya.
Ibu memegangi wajah putra kecilnya itu, sambil menatap matanya, "Nak, Ibu boleh bertanya?"
"Ibu mau bertanya apa?"
"Kenapa anak Ibu, tidak mau cerita, kalau Aji merasa kesakitan?" Aji langsung paham arah ucapan Ibunya, dan langsung menutupi tubuhnya dengan tanganya, agar Ibunya tidak melihatnya.
"Ibu sudah melihatnya." Ibu yang mengerti gerak-gerik anaknya, mencoba untuk pelan-pelan bertanya.
"Em.. i.. itu, emm," Aji terbata-bata dalam mengucapkannya, karena ia takut kalau Ibunya nanti akan merasa khawatir.
"Apa anak Ibu, merasa takut ketika tidak bersama Ibu, hemm?"
Aji hanya mengangguk, "Ibu, waktu Aji berada di sana, Aji bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan Ayah, tapi Aji tau itu bukan Ayah karena dia tidak mengenali Aji."
"Dia bilang, untuk Aji menyampaikan pesan sama kakek, untuk bisa memaafkan Ayahnya, itu yang dia sampaikan Bu."
Mendengar ucapan anaknya, Ibu mengernyitkan dahinya, karena merasa bingung apa yang di ucapkan anaknya.
"Terus, ini luka karena apa sayang?" Ibu menunjukan punggung Aji yang terdapat luka.
"I.. itu, kalau Aji tidak bisa bekerja di sana, Aji akan di cambuk Bu, ta.. tapi itu tidak sakit kok, Ibu jangan menangis, kan sekarang Aji sudah disini, dan Aji anak yang kuat." Dengan polosnya Aji tersenyum dan langsung memeluk Ibunya.
Ibu langsung memeluk anaknya yang begitu pintar dalam menyikapi segala hal, bahkan Aji dewasa di waktu yang belum waktunya.
***
Hari sudah berganti hari lagi, terlihat tidak terjadi hal apapun, semua terlihat baik-baik saja, Aji yang kini sudah mau bermain dengan temannya, membuat Ibu merasa lega.
"Assalamu'alaikum.."
"Waalaikumsalam, anak Ibu sudah pulang?"
"Sudah Ibu, Aji tadi punya teman baru Bu, namanya Alina dan reyhan."
"Oh.. Yah, anak darimana Nak?" Ibu mendengar cerita anaknya sambil memotong sayuran yang akan dimasak untuk makan siangnya.
"Anak dari rumah ujung itu loh Bu, mereka bersaudara Bu."
Seketika Ibu berhenti memotong sayuran nya, "Maksud Aji, rumah kosong yang ada di ujung jalan?"
Aji mengangguk dengan antusias, "Loh, bukannya rumah itu kosong Nak?"
"Emm.. tidak kok Bu, ada satu keluarga yang tinggal disana, bahkan Aji disuruh masuk untuk bermain dengan Alina dan reyhan."
Ibu mencerna ucapan anaknya, apa mungkin ada yang pindah dan menempati rumah yang sudah lama kosong? itulah yang dipikirkan Ibu.
"Ya sudah, Ibu lanjutin masak lagi yah, Aji cuci tangan, terus ke kamar Adik, tolong liatin adik sudah bangun atau belum yah?"
Aji langsung pergi ke kamar adiknya, sesuai yang di perintahkan Ibunya, Aji melihat Rani masih tertidur pulas, Aji membuka jendela kamar agar lebih terang lagi.
"Ohh.. itukan Alina sama Reyhan." Aji melambaikan tanganya, Alina dan Reyhan mengajak Aji untuk keluar dengan wajah yang sumringah.
Aji langsung keluar dengan berlari, "Nak mau kemana?"
"Aji mau main sama Alina dan Reyhan Bu." Ibu tidak berfikir aneh, karena dia justru bersyukur anaknya kini mau bermain kembali.
***
Setelah masakan semua sudah matang, Ibu langsung mencari anaknya untuk makan siang, Ibu pergi keluar rumah untuk memanggil Aji.
Ibu memanggil Aji tapi tak kunjung ada jawaban, akhirnya Ibu memutuskan untuk pergi ke taman, betapa leganya, Ibu melihat Aji sedang duduk di dekat pohon taman belakang.
Ketika sudah dekat, Ibu langsung menghentikan langkahnya, "Ibu ku pasti merasa sedih karena melihat bekas luka di punggungku, emm aku tidak ingin melihat Ibu menangis."
"Nak.. " Mendengar namanya di panggil, Aji menengok ke belakang.
"Ohhh.. Ibu, ada apa?"
"Kamu sedang apa disini sendirian?"
"Aku tidak sendirian kok Bu, Aji ditemani Alina dan Reyhan, Ibu.. ibu kenalin ini teman Aji."
"Ibu.. langsung menarik lengan anaknya, untuk berada di dekatnya." Karena yang Ibu lihat adalah Aji sedang sendirian.
"Ibu kenapa menarik tangan Aji? Ibu kenalin ini Alina.. dan ini kakaknya Alina, Reyhan."
"Ayok sayang kita masuk kedalam." Ibu langsung mengendong anaknya, agar mau masuk kedalam.
"Tapi Bu.."
Ibu langsung melangkah membawa anaknya untuk masuk, karena anaknya sepertinya tidak tahu kalau temannya bukanlah manusia seperti dirinya.
Ibu yang paham langsung memisahkan mereka, karena Ibu ingat ucapan Sang kakek, bahwa anaknya akan melihat hal-hal yang tidak orang lain lihat, mungkin semenjak kejadian itu, membuat mata bathin anaknya terbuka.
Nah jadi siapa dong temennya?
***
Note
Mata batin atau mata ketiga adalah mata yang tidak terlihat, biasanya digambarkan berada di dahi, dan dianggap memberikan persepsi di luar penglihatan biasa.
Namun, membuka mata batin dapat menimbulkan perbedaan yang nyata, seperti kemampuan untuk melihat hal-hal yang belum pernah dilihat sebelumnya. Oleh karena itu, perlu mental yang kuat untuk memutuskan membuka mata batin, karena jika tidak, stres bahkan bisa menyebabkan gangguan mental.
Jin berarti yang tersembunyi, terhalang dan tertutup. Disebut jin, karena makhluk ini terhalang dari pandangan alias tidak dapat dilihat. Jin dan manusia sama-sama hidup di muka bumi ini meskipun berbeda alam.
"Innallaha ya‘lamu ghaibas-samawati wal-ardl, wallâhu bashirum bima ta‘malun"
"Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Hujarat ayat 18)
semangat
Subroto nampak dilema, entah harus membuang benda itu atau tidak. Tapi, jika di buang, dia sedikit tidak rela.
Kalau seperti kata-kata di atas, mungkin bisa sedikit baik
Itu mungkin sedikit lebih bagus
Setelah tanda titik, awali dengan huruf besar
Spasi
Mungkin ga perlu ada tanda , di kalimat (Ketika Subroto)
Itu bisa di gabung aja (Ketika Subroto mencari kunci lemari itu)
/Grin//Grin//Grin//Grin//Grin/......