"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepasang Rindu
"setelah banyak waktu tanpa temu, mengapa kedua mata justru seolah tak pernah sapa. Namun, detik berikutnya butiran itu mengalir dengan derasnya, membuktikan bahwa rasa itu tetap sama.🍂"
"brak!"
"lepas!"
Raina ketakutan setengah mati, bagaimana tidak. Brian benar-benar mengejarnya bahkan, mendorongnya dengan keras hingga terbentur pada tembok di sana.
Raina meringis kesakitan, ketika lengannya tidak sengaja terseret, Brian sangat kuat, dan kedua matanya yang memerah, membaut Raina semakin takut.
Sedetik kemudian Brian memaksa menyentuh bibirnya dengan kuat, mengalir sudah kedua mata Raina dengan deras, jantungnya seperti akan terlepas saat ini juga. Raina ketakutan. Tetapi, Raina masih bisa melihat dengan jelas, kedua mata Brian juga sama dengannya. Ya, Brian juga menangis sama seperti dirinya, Raina bahkan masih bisa melihat Brian menutup kedua matanya dengan kuat, tetapi air matanya semakin mengalir dengan deras.
"le_pas!" pekik Raina lirih, bibirnya mengalir darah segar begitu banyak.
"aku bisa gila, Ra!" Brian menatap sedih Raina yang ketakutan saat melihatnya.
"kamu lihat, aku benar-benar gila!" ucap Brian dengan melepaskan lengan Raina, beberapa saat kemudian tubuhnya terjatuh, dan luruh di lantai.
"kenapa kamu tidak mengerti juga Ra? kenapa?" ucap Brian lagi dengan menangis.
Raina yang masih gemetaran, segera menempelkan kartu yang di berikan Bara kepadanya. Hingga beberapa detik kemudian dia berhasil membuka pintu itu, Raina segera menutup kembali pintu itu, sebelum Brian kembali mengejarnya.
Raina luruh pada pintu itu, lututnya bahkan terasa ngilu hingga ke ujung kakinya. Bagaimana bisa, Brian menyakitinya seperti itu, dia bahkan tidak pernah membayangkan, pertemuannya dengan Brian semakin membuatnya kacau, bibir Raina bahkan terasa sangat perih, dan juga berdenyut.
Dengan memeluk kedua lututnya, Raina berharap Brian segera pergi dari lorong kamar itu. Jantung Raina masih tidak beraturan, tindakan yang Brian lakukan sungguh membuatnya kehilangan keseimbangan.
"aku tidak pernah tahu, dan saat ini, aku tidak akan lagi ingin tahu. Kita sudah selesai, dan aku tak ingin ada lagi, kisah yang sama." batin Raina dengan sedih.
"meskipun sakit ku masih terasa, aku tidak apa, aku sudah terbiasa luka karena mu." batin Raina lagi, dengan mengusap pelan dadanya, yang tiba-tiba ada rasa nyeri di sana.
****
Bara tidak fokus sama sekali, dia terus memikirkan Raina , apa lagi saat di lirik olehnya, ayahnya hanya seorang diri, tanpa ibunya. Bara takut, jika Raina di lukai olehnya.
Setelah merasa semuanya selesai, Bara segera bergegas menuju kamar miliknya. Bara hanya tinggal memasukan kode pada kamar itu, karena kartunya sudah di berikan kepada Raina beberapa saat yang lalu.
Bara terkejut, ketika pintu itu berat saat akan di dorong. Hingga beberapa saat kemudian, Raina berteriak.
"pergi!" teriaknya dengan kuat.
"jangan datang lagi!" teriaknya lagi, kali ini terdengar suara Isak tangisnya.
"Raina, kamu kenapa?" ucap Bara dengan segera mendorong pintu dengan kuat.
"ini aku, kamu gak papa?" tanya Bara dengan mengangkat wajah Raina menghadapnya.
"astaga, bibir mu kenapa?" tanya Bara ketika melihat bibir Raina yang berdarah, meski tidak mengeluarkan darah lagi, sisa noda itu terlihat dengan jelas di bawah cahaya lampu.
"pulang," ujar Raina dengan terisak.
"mas, ayo pulang!" ucap Raina lagi, dengan menangis.
"oke, kita pulang." jawab Bara dengan memeluk Raina, serta mengusap pelan punggungnya, agar Raina segera merasa baik.
***
Brian memilih menepi, namun tidak terlalu jauh, saat pintu kamar itu terbuka, telinganya bahkan mendengar Raina berteriak.
Ternyata, setakut itu Raina kepadanya, benar saja, dia kini menyadari, bahwa tindakannya sudah keterlaluan. Raina tidak suka di paksa sejak dulu, harusnya Brian mengerti.
Brian tidak bisa menahan dirinya terlalu lama, saat melihat Raina terus mengabaikan dirinya. Sementara rindunya ingin segera tersampaikan. "kamu bodoh Brian!" batinnya lagi, mengutuk dirinya sendiri.
"sekarang, Raina sudah takut. Itu akan membuat mu semakin kesulitan bertemu dengannya." batin Brian lagi.
Sedangkan Bara merasa penasaran, kenapa Raina bisa berdarah pada bibirnya, juga lengannya yang memerah. Raina pasti hampir di lecehkan, itu yang ada di pikiran Bara saat ini.
Tetapi, itu tidak akan mungkin terjadi, karena hotel yang mereka tempati saat ini, adalah hotel ternama, kecuali jika seseorang sengaja melakukannya.
Dan pikiran Bara segera tertuju kepada ibunya, karena sejak awal, dia sudah tidak suka dengan Raina.
"luka di hatiku tidakkah cukup Brian?" batin Raina dengan sedih.
"sehingga kamu memperjelas, dengan menyakiti bibir ku, yang kamu sendiri tahu, aku bahkan tidak suka kamu menyentuhnya." batin Raina lagi.
" kita, benar-benar berakhir!"batin Raina dengan sedih. Sementara tubuhnya kini sudah berada dalam gendongan Bara, dia memang minta untuk pulang.
Raina sudah tidak sanggup lagi, jika harus menatap Brian, juga segala hal tentangnya.