Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 27 — Sebuah Rahasia
"Seperti ini."
Simbol-simbol rumit di sepanjang lengan Chen Huang mulai bercahaya. Ketika pemuda itu mengayunkan tangan, tampak aura biru gelap menyambar. "Sesederhana itu. Untuk jenis-jenis serangan yang dikeluarkan, tak ada patokan gerakan apalagi nama jurus. Sepenuhnya bergantung pada si pengguna. Memang ada beberapa serangan yang seperti menjadi dasar dari Simbol Magis gagak, tapi itu tak lebih hanya untuk memudahkan para pemula untuk belajar."
Bai Li mengangguk-angguk dengan kagum. "Mudah sekali."
"Jaga mulutmu!" Chen Huang sedikit tersinggung. "Hanya kelihatan mudah, tapi sebenarnya ini jauh lebih sulit. Jujur saja, jika aku bukan anggota Suku Gagak terakhir, mungkin aku akan meninggalkan cara bertarung rumit ini. Kultivasi jauh lebih mudah."
Rahang Bai Li hampir jatuh mendengarnya. Dia baru saja ditampar menggunakan tangan tak kasat mata. Lidah Chen Huang bisa setajam dan sepedas itu tanpa ia sadari.
Bai Li sendiri membutuhkan waktu tiga bulan untuk naik ke Tingkat Bumi tengah saat pertama kali berkultivasi, dan prestasi ini sudah cukup untuk membuat gurunya membanggakan diri dengan berlebihan.
"Kau itu mengerikan," gumam Bai Li dengan hati perih. "Kultivasi tidak semudah itu."
"Mudah kok, walau penjelasanmu terlalu sembarangan." Pemuda itu menarik napasnya panjang. "Setelah aku tahu teorinya, aku bahkan bisa merasakan Qi di alam hanya dengan menarik napas. Itu mudah. Lain halnya dengan energi sihir untuk mengendalikan kekuatan Simbol Magis."
"Coba jelaskan."
"Tak bisa dirasakan," tuturnya. "Sungguh, energi sihir sama sekali tak bisa dirasakan. Kami hanya meyakini mereka ada, tapi kami tak bisa merasakan apa pun. Kami hanya mampu membuktikannya lewat kemampuan masing-masing suku yang khas. Dulu pernah ada seseorang yang berkata bahwa Simbol Magis adalah anugrah Dewa, karena itulah sulit untuk menjelaskan."
Bai Li mengangguk-angguk lantas merenung. Dia sudah membuktikannya pada pertempuran tadi, betapa yang dikatakan buku itu ternyata benar. Dia harus memberitahu Chen Huang.
"Kau terlaku terobsesi dengan kultivasi, akan kuberitahukan satu hal."
Chen Huang sudah duduk kembali di tempatnya. "Apa?"
"Akan kujelaskan dari awal. Sebenarnya, kultivasi adalah sebuah metode yang diajarkan oleh orang-orang pada Zaman Permulaan. Orang-orang misterius yang mengaku sebagai Anak Dewa," jelasnya, "tapi ada celah besar dalam cerita ini. Entah sejak kapan, kultivasi mulai melenceng dari ajaran para Anak Dewa. Aku tidak tahu detailnya, hanya saja cerita itu tiba-tiba berubah haluan. Awalnya kultivasi digunakan untuk menyucikan diri, mendekatkan jiwa kita kepada langit, atau untuk perlindungan semata. Namun, sekarang banyak buku yang menjelaskan kultivasi digunakan untuk perang. Buktinya kau sudah melihat berulang kali."
Chen Huang mencerna setiap kalimat Bai Li, memperhatikan.
"Lalu ketika kita berada di danau panas itu, aku menemukan sesuatu yang dirahasiakan oleh Sekte Pedang Kelabu, aku anggap begitu karena aku sebagai mantan tetua pun tak pernah tahu buku ini ada di sekte," lanjutnya.
"Buku tentang apa?"
"Rahasia kultivasi dan Simbol Magis."
Chen Huang mengerutkan kening. "Ada hubungan di antara kita sejak dulu?"
Bai Li mengangguk. "Bahkan berhubungan dengan Raja Malam."
Mau tak mau, Chen Huang menegakkan tubuh. "Katakan!"
"Entah sejak kapan, kultivasi disalah gunakan dan digunakan untuk menandingi Simbol Magis. Tapi bagaimanapun juga, Simbol Magis adalah sesuatu yang masih amat murni, tak pernah berubah sejak Zaman Permulaan sampai hari ini. Berbeda dengan teknik kultivasi yang sudah banyak tercemar," jelasnya panjang lebar.
"Apa hubungannya dengan Raja Malam?"
Bai Li berhenti sejenak, pura-pura serius padahal dia hanya ingin membuat Chen Huang merasa penasaran lebih lama.
Dengan sikapnya yang khidmat, Bai Li melanjutkan. "Kultivator pertama adalah salah satu Pedang Hitam milik Raja Malam."
...----------------...
Pedang Hitam adalah julukan yang diberikan oleh Raja Malam kepada tujuh orang pengawalnya. Tujuh orang kepercayaan yang menemaninya bertempur melawan pasukan Tanduk Darah lima ribu tahun silam.
Itulah latar belakang dibalik ungkapan-ungkapan Suku Gagak yang sering menyinggung soal Pedang Hitam. Maksud dari ungkapan itu bukanlah pedang sesungguhnya, melainkan tujuh orang kepercayaan Raja Malam.
Musuh-musuh Raja Malam memiliki julukan lain, yaitu Pedang Hitam yang Dingin Membekukan. Dapat dibayangkan seberapa ganas tujuh orang itu.
"Aku terkejut, jadi itu alasanmu mengungkit-ungkit Pedang Hitam dalam sumpahmu?" Chen Huang menghela napas. "Bahkan pengetahuanku belum sejauh itu. Kupikir Pedang Hitam yang Dingin Membekukan adalah semacam pusaka atau begitulah."
Bai Li tersenyum mengejek. "Kupikir aku lebih gagak dari gagak?"
"Sialan! Hanya itu yang ingin kaukatakan?"
Bai Li mengangguk. "Aku hanya ingin bilang padamu, jangan terlalu fokus pada kultivasi yang sudah tercemar itu. Fokuslah pada Simbol Magismu, walau sulit, tapi itu adalah kekuatan dahsyat yang hanya dimiliki ketujuh suku Wilayah Pedalaman. Kau sudah melihatnya, hanya mengandalkan kumpulan kabut seperti itu, bahkan kultivator Tingkat Semesta pun berhasil dibantai oleh Pasukan Langit. Kalau aku tak melihatnya sendiri, aku bersumpah tak akan percaya."
"Itu karena pondasi mereka lemah. Aku bukannya buta, aku merasakan aliran Qi mereka tidak terlalu stabil," sahut Chen Huang teringat beberapa orang lawannya di pertempuran Desa Langit.
"Karena itulah kukatakan padamu kultivasi sudah tercemar. Mereka berkultivasi bukan untuk menyucikan diri lagi, tapi untuk berperang. Ajaran Anak-Anak Dewa bukan seperti ini."
"Dan alasanmu untuk balas dendam?" sesaat kemudian, Chen Huang terbelalak. Dia buru-buru minta maaf. "Maaf, bukan maksudku ...."
Bai Li hanya tersenyum. "Tak apa, aku tahu. Lagipula, tujuanku sudah berubah. Dendamku bukan lagi prioritas. Kultivasiku di Tingkat Surgawi ini hanya untuk melindungimu. Lagipula, aku sudah menjadi Pedang Hitammu."
"Kita akan menjadi Pedang Hitam Rajam Malam kelak."
"Aku ikut kau, kemana pun itu."
Malam itu, Chen Huang menghabiskan waktu dengan merenung. Benarkah apa yang dikatakan Bai Li soal Anak Dewa, kultivator pertama dan kultivasi yang tercemar?
Semua itu hanya membuatnya tidak sabar untuk segera sampai di Wilayah Tengah dan menguak semua itu. Sekte Pedang Kelabu menyimpan rahasia, buktinya ada di buku bacaan Bai Li yang diambil dari cincin ruang salah satu tetua mereka. Itu artinya, Wilayah Tengah pasti menyimpan sesuatu yang lain.
"Kita akan mencari musuh-musuhmu, Bai Li," gumamnya kepada langit. "Dan kita akan bersama-sama mengungkap misteri ini. Ah ... kalau saja umurmu tidak terlalu tua, pasti aku sudah menyiapkan mas kawin mulai dari sekarang."
Chen Huang menghela tubuhnya berdiri untuk kembali ke tempat Bai Li. Dia ingin segera tidur ketika cahaya kemerahan samar sudah tampak di ujung timur. Setelah pertempuran tadi, tubuhnya masih cukup lelah. Dia ingin tidur walau hanya sejenak.
Namun ketika dia sudah hampir tiba, Chen Huang menghentikan langkah ketika mendengar suara rintihan. Perlahan, dia menghampiri tempat itu dan mengintip. Tak ada siapa pun kecuali Bai Li, Bai Li yang sedang menangis.
"Oh ... aku tak pernah berpikir kau akan menangis untuk yang kedua kali," bisik Chen Huang kepada diri sendiri. Ada rasa bersalah karena dia berpikir Bai Li menangis akibat ucapannya tentang dendam tadi.
"Guru, aku sudah melihat harapan," gumam Bai Li di sela isaknya. "Tidak lagi soal dendam, melainkan lebih jauh daripada itu. Aku melihat cahaya ... dan Chen Huang akan membawaku ke sana. Walau itu sulit, tapi aku yakin dia mampu. Guru, kakak, dan murid terkasihku, lihatlah kami dari sana dan berbanggalah, aku akan menjadi orang terdekat dari sosok harapan umat manusia di masa depan."
Rasa haru memenuhi dada Chen Huang. Ditangkupkannya kedua tangan dan berlutut, ia lantas berdoa pada Dewanya.
"Kau telah menjawab doaku dengan memberiku seorang pelindung. Dewaku, penguasa kegelapan yang agung, aku memohon padamu. Berilah aku kekuatan untuk melindunginya hari ini, hari esok dan seterusnya. Aku tahu kau mendengar, aku tahu kau akan menjawab. Saat ini, di balik selimut malam dunia kau melihat dari kegelapan yang tidak akan bisa dilihat oleh mata manusia mana pun, tapi aku yakin kau ada di sana, mengawasi, dan melindungi."
Angin lembut bertiup, Chen Huang semakin menundukkan kepalanya.
Menurut kepercayaan Suku Gagak, hal itu hanya berarti satu hal. Dewa Kegelapan mendengar doanya.
btw, makin lambat aja. apa kamu masih online?
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻