Anin akhirnya menemukan alasan yang mungkin menjadi penyebab suaminya bersikap cuek terhadapnya. Tidak lain adalah adanya perempuan idaman lain yang dimiliki suaminya, Kenan.
Setelah berbicara dengan sang suami, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Anin meminta suaminya untuk menikahi wanita itu.
" Nikahilah ia, jika ia adalah wanita yang mas cintai," Anindita Pratiwi
" Tapi, aku tidak bisa menceraikanmu karena aku sudah berjanji pada ibuku," Kenan Sanjaya.
Pernikahan Anin dan Kenan terjadi karena amanah terakhir Ibu Yuni, ibunda Kenan sekaligus ibu panti tempat Anin tinggal. Bertahannya pernikahan selama satu tahun tanpa cinta pun atas dasar menjaga amanat terakhir Ibu Yuni.
Bagaimana kehidupan Anin setelah di madu? Akankah ia bisa menjaga amanah terakhir itu sampai akhir hayatnya? Atau menyerah pada akhirnya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAT 23 Botol Obat
Menjaga Amanah Terakhir (23)
Kenan tersenyum bahagia karena lagi-lagi ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Sementara Anin hanya terdiam pasrah. Menahan rasa malu karena kembali menunjukkan semuanya di depan suaminya.
Ini yang kedua kali, wajar masih malu bukan? Bahkan Anin sendiri mencoba menebalkan muka saat suaminya membawanya ke kamar mandi dan memandikannya.
Memandikan? Ya, begitulah. Anin sendiri tak tahu jika olahraga ini bisa membuatnya teramat lelah hingga tak bisa untuk sekedar menggerakkan tubuhnya ke kamar mandi. Badannya benar-benar remuk redam.
Berbanding terbalik dengan kondisi Kenan yang malah tampak segar bugar. Tenaganya seolah tak ada habisnya.
" Kamu tidak minum pil KB kan, An?," tana Kenan
Kini keduanya sudah kembali berada di atas kasur. Berbaring berhadapan dengan pakaian lengkap.
Anin tidur berbantalkan lengan suaminya. Posisinya membelakangi Kenan, namun tangan kekar lainnya itu menelusup ke dalam pakaian Anin dan mengusap perut Anin yang rata.
" Apa mas mau aku minum pil KB?," Anin malah balik bertanya.
Ia jadi salah tanggap berpikir suaminya tak ingin anak darinya dan malah berpikir hanya ingin anak dari istri mudanya.
Kenan menciumi puncak kepala Anin. Ia sadar istrinya salah sangka karena nada bicaranya yang terdengar berbeda.
" Bukan. Aku justru ingin agar Kenan Junio cepat hadir disini," ucap Kenan penuh harap.
Ah, lagi dan lagi Kenan merasa sangat b0doh karena bisa tahan untuk mengabaikan istrinya ini selama satu tahun. Padahal, kalau ia menerima pernikahan ini dan menjalaninya, mungkin saat ini sudah ada malaikat kecil di antara mereka.
Menyesal? Hmm.
Namun, Kenan segera beristighfar. Tak boleh larut dalam berbagai pengandaian yang tidak akan merubah apapun. Kini, yang harus ia lakukan adalah menjalani apa yang telah menjadi pilihannya.
Anin sendiri merasa tersipu saat mendengar harapan suaminya. Ia ternyata salah menanggapi maksud dari pertanyaan Kenan.
" Tidak. Aku tidak akan melakukannya tanpa izin dari mas," jawab Anin yang membuat Kenan senang karena Anin selalu izin padanya untuk hal sekecil apapun.
" Mau anak berapa?," tanya Kenan yang membuat Anin heran seketika.
Oh, Kenan kan biasanya irit bicara. Kini, malah suaminya itu yang membuka topik obrolan.
" Terserah. Mas maunya berapa," jawab Anin menahan geli di bagian perutnya karena tangan kekar itu masih mengusap-usap kulitnya.
" Kalau tiga atau empat? Mm, aku mau punya banyak anak. Tidak keberatan bukan?," tanya Kenan meminta pendapat.
Sebagai anak tunggal ia sangat merasakan betapa kesepiannya tidak punya saudara. Di rumah hanya sendirian tidak ada teman bermain atau berdebat.
" Boleh. Selama mas yakin bisa memenuhi semua kebutuhan mereka." jawab Anin tak masalah. Ia sendiri sudah terbiasa mengurus banyak anak. Anak panti kan tidak hanya satu.
" Insya Allah. Harta kita punya. Jadi, tidak masalah bukan?," tanya Kenan.
Bukan berbangga diri karena harta yang ia miliki. Namun, sedikitnya ia tidak terlalu khawatir soal materi.
Anin mengangguk. " Tapi, bukan hanya masalah itu, Mas. Kamu juga harus siap secara emosional. Memiliki anak satu bahkan lebih pasti menguras emosi.
Belum lagi kita juga harus siap untuk mendidik mereka. Memiliki anak, bukan sekedar membuatnya tapi, bagaimana kita mendidik mereka. Mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan yang tidak selamanya akan sesuai keinginan mereka,"
Anin bukan menakut-nakuti. Namun, mereka yang ingin memiliki anak memang harus berpikir sampai kesana bukan? Bukan hanya karena ingin, akhirnya memilih memiliki anak banyak.
Tapi, tidak ada kesiapan baik mental dan materi saat harapan itu jadi nyata.
Tidak sedikit ayah yang awalnya ingin memiliki anak, namun ia mengabaikan sang anak bahkan tidak mau meluangkan waktu mereka untuk sekedar bermain hanya dengan alasan lelah bekerja.
Atau banyak juga ibu yang belum siap dengan kesibukan saat memiliki anak. Apalagi jika ia ibu rumah tangga yang juga harus menyelesaikan tugas di rumah. Bukankah banyak ibunya terserang baby blues?
Kenan mengangguk. " Hmm, kamu benar. Aku hanya berpikir anak banyak itu menyenangkan. Tanpa berpikir yang lainnya," jawab Kenan.
Anin mengangguk.
" Aku bukan menakuti mas. Hanya saja aku tidak mau jika mas nantinya hanya fokus pada pemenuhan materi mereka namun abai pada hal lain.
Misal meluangkan waktu untuk bermain bersama mereka salah satunya.
Bagaimana pun mencari nafkah adalah tugas mas, kalau mas yakin bisa memenuhi semua itu. Insya Allah aku tidak masalah." jelas Anin panjang lebar.
Obrolan yang berawal dari pil KB itu pun menjadi panjang sampai membahas anak dan kesiapan menjadi orang tua. Ini adalah pillow talk pertama mereka.
...******...
" Ck, aku belum minum pil KB ku," ucap seorang perempuan sambil mengeluarkan barang yang ada di tasnya.
Ia tak pernah mengeluarkan botol obat itu karena takut ketahuan kalau selama ini mengkonsumsi pil pemuda kehamilan sekalipun suaminya ingin segera memiliki anak.
Ya, dialah Laras. Tak ingin kehilangan bentuk badan yang ideal, ia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak hamil.
Membayangkan badan yang membesar, pipi chubby, kaki membengkak dan perut membuncit, membuat Laras bergidik ngeri.
" Kemana botolnya. kenapa tidak ada?," Laras sudah mengeluarkan semua isi tasnya namun nihil, barang yang dia cari tidak ada.
Laras pun mencoba mengingat-ingat dimana ia meletakkan botolnya. Hingga ia teringat saat ia bertabrakan dengan seseorang di mall dan semua barangnya berhamburan keluar.
" Apa mungkin aku tidak memasukkannya?"
Sementara di sebuah ruangan pribadi yang sengaja di pesan untuk pertemuan rahasia, seorang laki-laki berpakaian hitam menyerahkan sebuah botol yang ia yakini sebagai botol obat.
" Ini obat apa?,"
" saya menemukannya saat perempuan itu menjatuhkan isi dalam tasnya karena bertabrakan dengan seseorang. Karena saya curiga, saat saya membantunya membereskan barang yang terjatuh, saya menyembunyikan botol obat itu," jelas sang laki-laki masih meyakini itu adalah botol obat.
" Apa dia sakit?,"
" Saya tidak tahu, Pak Sam," ucapnya.
Ya, dialah Samudera yang sedang menerima laporan dari orang suruhannya.
Samudera berpikir kalau Laras sakit karena botol obatnya sampai di bawa kemana-mana.
" Ok. Apa dia menemui seseorang di mall?,"
" Ya, dua wanita." Laki-laki yang bernama Rizal itu menunjukkan foto orang-orang yang ditemui Laras yang ada di ponselnya.
Samudera mengangguk. Ia tahu siapa keduanya. Dari informasi yang ia dapatkan dari temannya, saat ia mencari latar belakang Laras.
" Kerja bagus. Lanjutkan pengintaianmu. Untuk obat ini, biar aku yang selidiki," Samudera memberi perintah yang langsung di patuhi Rizal. Ia langsung pergi dari hadapan Samudera.
Samudera sendiri langsung menelpon Kenan. Namun, setelah beberapa kali mencoba ia tidak lagi mencoba karena baru ingat ucapan Kenan di sambungan telepon terakhir.
" Aku tidak ingin siapapun mengganggu liburanku. Jadi, aku tidak akan mengaktifkan ponselku,"
" Haish, aku lupa kalau dia sedang bulan madu,"
TBC