Di antara cinta yang tak terucap dan janji yang tak sengaja diucapkan harus menjadi sesuatu yang ditanggung jawabi oleh Rafael. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang hampir terbilang sempurna, Rafael harus kehilangan wanita yang dicintainya sekaligus menerima kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi—Adeline.
Dua tahun setelah pernikahannya dan bangun dari segala keterpurukannya, Rafael harus terjebak dalam sebuah dilema. Apakah ia akan memilih cinta yang sebelumnya hilang atau tetap bersama dengan seseorang yang selama ini menemani masa-masa sulitnya? Setiap pilihan datang dengan konsekuensi dan setiap keputusan menuntunnya pada jalan yang tak terduga.
Ketika cinta dan masa lalu bertabrakan, apakah Rafael akan mengikuti hati atau logika? Bagaimana jika pilihan yang benar ternyata sesuatu hal yang paling sulit ia jalani? Temukan kisahnya dengan meng-klik ‘Mulai Membaca’.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HC 31
Siang harinya, Adeline tengah berada di pantry untuk menikmati kopi dan bersiap untuk pergi makan siang. Tidak lama kemudian, Efran datang ke pantry dan ikut menyeduh kopi latte kesukaannya, lalu dia duduk dihadapan Adeline yang tengah memainkan ponselnya.
“Hari ini benar-benar sangat melelahkan.” Tutur Efran seraya menyeruput kopi buatannya.
“Aku dengar jadwalmu hari ini sangat padat.”
“Benar. Sore nanti aku harus ke Jayden Hospital hingga malam hari.”
“Ternyata menjadi seorang dokter bedah terkenal itu begitu melelahkan, ya? Tapi kau hebat, aku yakin untuk menjadi seperti sekarang ini pasti sangat tidak mudah, ‘kan?”
“Kau benar, meski begitu aku sangat menyukai pekerjaan ini sama sepertimu.”
“Del, tuan muda Wilbur mencarimu diluar.” Tukas salah seorang perawat yang baru saja masuk ke dalam pantry, namun setelah memberitahu keberadaan Rafael pada Adeline, perawat itu kembali keluar.
Mendengar kedatangan Rafael ke rumah sakit dan mencarinya, membuat Adeline menatap Efran dengan penuh kebingungan. Sama halnya seperti Adeline, Efran juga tidak menyangka jika Rafael akan datang setelah pagi tadi mengantar Adeline meski Alvaro dijadikan alasan olehnya.
Tidak menunggu lama, Adeline keluar yang diikuti oleh Efran dibelakangnya. Rafael tersenyum melihat Adeline yang tengah berjalan menghampirinya, namun dia juga tidak suka ketika melihat Efran tengah mengekorinya dengan tatapan yang terlihat sedang mengintimidasinya.
“Ada apa, kak?” Tanya Adeline ketika sudah berdiri dihadapan Rafael saat itu.
“Aku akan mengajakmu untuk makan siang diluar dan untuk kalian semua, aku juga sudah memesan food truck yang bisa kalian nikmati dihalaman rumah sakit secara gratis. Bukan hanya untuk para pegawai rumah sakit, namun semua orang bisa menikmatinya.”
Para perawat, dokter dan juga orang-orang dirumah sakit terdengar heboh setelah melihat beberapa food truck berdatangan hingga memenuhi halaman rumah sakit yang kemudian langsung diserbu oleh para penjenguk serta beberapa perawat yang bergantian jaga.
“Ayo, Del.” Rafael menggenggam pergelangan tangan Adeline dan bergegas untuk mengajaknya pergi.
“Kau sangat pandai membuat pengalihan, tuan Rafa.” Celetuk Efran seraya tersenyum sinis dan hal itu membuat langkah Rafael terhenti hingga membalikkan tubuhnya.
“Pengalihan apa yang dimaksud oleh dokter Efran yang terhormat? Apa aku tidak boleh mengajak istriku makan diluar dan mengirimkan food truck kemari? Lagi pula untuk apa juga kau terus menempel dengan istriku? Apa kau parasit?”
“Jadi sekarang kau udah sadar jika Adel itu istrimu?” Efran berdecih sedangkan Rafael mengepalkan kedua tangannya bersamaan dengan rahangnya yang mengeras. Adeline yang menyadari hal tersebut pun langsung membawa Rafael pergi dari sana.
“Fran, aku akan pergi makan siang dengannya.” Adeline menyentuh dada Rafael dan mengajaknya pergi untuk meninggalkan rumah sakit. Sedangkan Efran hanya menyunggingkan smirknya ketika melihat mereka berdua pergi.
Jika apa yang kau lakukan saat ini hanya sebatas bersenang-senang atau sedang membalasku dan berakhir menyakitinya. Aku pastikan jika kau tidak akan bisa bertemu dengan Adel lagi bahkan hanya untuk sedetik.
Jika para pegawai rumah sakit dan lainnya tengah menikmati makan siang yang telah disediakan oleh Rafael, hal yang sama juga dilakukan oleh Adeline saat ini. Kali ini dia sedang makan siang bersama dengan Rafael di Grind Restaurant. Melihat spot diatas balkon membuat Adeline terkesima dengan tempat tersebut.
“Tempat ini lebih bagus dari Hill Restaurant.” Tutur Adeline yang sedang menikmati semilir angin yang berhembus menyentuh kulit putihnya. Desiran angin yang mengibaskan rambut Adeline membuat Rafael memandangnya tanpa berkedip.
- Flashback
"Percayalah padaku. Jadi, siapa orang yang kau maksud?" Tanya Alvaro penasaran. "Wanita mana yang berhasil meluluhkanmu? Aku harap kau bisa bersikap bijak mengingat kamu sudah menikah dengan Adel." Tambahnya dengan nada suara yang tegas.
“Wanita itu memang Adel, bukan wanita lain.”
Alvaro merasa terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulut Rafael. Bermula Alvaro yang tengah duduk disofa seraya menikmati kopi, dia langsung merubah posisinya dan duduk dihadapan Rafael yang masih meneliti dokumen dimejanya.
“Apa aku tidak salah dengar, Raf? Apa kau sedang kerasukan? Atau kau sedang mabuk?” Alvaro mencubit tangan Rafael dan Rafael secara spontan langsung berteriak saat menerima cubitan keras dari sahabatnya itu.
“Apa kau ingin kubunuh?” Rafael menatap Alvaro tajam, dan Alvaro malah tertawa menanggapi reaksi sahabatnya saat ini.
“Ha Ha Ha. Jadi ini nyata, ya? Lalu apa yang membuatmu akhirnya membuka hati untuknya? Apa kau sudah berhasil merasakan cintanya?” Alvaro semakin penasaran dan membenarkan duduknya agar dapat mendengarkan dengan benar.
“Aku belum membuka hatiku sepenuhnya untuk Adel, hanya saja aku sedang belajar untuk menerima keberadaannya. Hatiku mulai terketuk saat aku jatuh sakit waktu itu, Adel benar-benar merawatku dengan sangat baik dan juga tulus. Meski aku berusaha untuk menjauhi dan mengabaikannya, Adel tidak pernah membalasnya.”
“Bukankah perilakunya berbenturan dengan Rachel? Jika kamu sakit Rachel jarang sekali merawatmu, mungkin hanya sebatas menanyakan kondisimu sudah membaik atau belum. Kau beruntung karena sudah menikah dengannya, dan kakek James benar-benar tidak salah memilih pasangan untukmu.”
“Mungkin terkesan sepele, tapi itu sangat berarti dan sangat membuat aku sadar jika ternyata Adel benar-benar tulus melakukannya. Aku akan menjadi orang yang sangat jahat jika tidak menyadari perasaannya dan terus bersikap acuh tak acuh padanya.”
“Aku harap kau tidak akan menyakitinya dan akan bersungguh-sungguh menjaganya, Raf.”
- Flashback End
“Duduklah, Del. Pesanan sudah datang.” Pinta Rafael. Saat Adeline membalikkan tubuhnya secara bersamaan desiran angin seakan menyapu wajahnya hingga ikatan rambut Adeline terlepas dan juga membuat Adeline kesulitan untuk menggapai helai demi helai rambutnya agar dapat kembali di ikat.
Melihat Adeline kesulitan, Rafael segera bangun dari duduknya dan membalikkan kembali tubuh Adeline sekaligus membantu mengikat rambutnya dengan ikat rambut Adeline yang terjatuh. Perlakuan itu membuat jantung Adeline berdebar tak karuan, karena itu merupakan kali pertama Rafael membantu dirinya mengikat rambutnya.
“Sudah, ayo duduk.”
Melihat hidangan laut dimeja makan membuat Adeline menelan air liurnya dan dia benar-benar seperti anak kecil ketika melihat lobster yang tersaji dimeja makannya itu. “Wah lihat lobster ini besar sekali, kak. Tampaknya juga sangat lezat.” Ucapnya dengan mata yang berbinar-binar, dan tanpa sadar Rafael terkekeh menanggapi sikap kekanak-kanakkannya Adeline.
“Apa aku boleh memakannya sekarang, kak?” Lagi-lagi Adeline bersuara dengan pandangan yang tak lepas dari hidangan-hidangan disana. “Kepitingnya juga terlihat menggiurkan.” Tambahnya lagi.
“Kau boleh memakan apapun yang kau mau, Del.” Tutur Rafael seraya mengusap puncak kepala Adeline.
Usapan itu terasa hangat dan sangat dirindukan oleh Adeline. Semenjak keduanya menikah, Rafael sudah tidak pernah lagi mengusap puncak kepalanya, dan tanpa sadar air mata menetes membasahi kedua pipinya, namun dengan cepat juga dia mengusapnya. “Ada apa? Kenapa kau menangis? Apa aku melukaimu?” Rafael penasaran saat melihat cairan bening itu menetes.