NovelToon NovelToon
Cerita Inspiratif Di Sudut Kota Tangerang

Cerita Inspiratif Di Sudut Kota Tangerang

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: mugiarni

Alinah seorang guru SD di kampungnya. Tidak hanya itu, Bahkan Alinah mengajak turut serta murid muridnya untuk menulis buku Antologi Alinah DKK. Alinah tidak memungut biaya sepeserpun atas bimbingan ini. Selain itu sosok Alinah juga sebagai seorang istri dari suami yang bernama Pak Burhan. Bagaimana aktivitas Alinah dalam keseharian itu akan terutang dalam buku ini. Alinah sebagai pendamping suami begitu sayang pada Pak Burhan. Bagaimana Alinah menjalani hari - hari selanjutnya tanpa ada Pak Burhan disisinya? Bagaimana pula Alinah meniti karir sebagai penulis novel? Simaklah buku ini untuk menatap dunia di luar sana .

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mugiarni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27: Lanjutan Cerpen Alinah

Bab 27: Lanjutan Cerpen Alinah

Mendengar jawaban Pak Gunadi, Mawar menyeringai.

Sakit hati ini membuncah, Ya Allah mengapa di dunia ada makhluk Engkau yang tega menganiaya orang lain? Sedemikian rupa, adakah hati nurani di dalam nya? Hingga tak ada satupun dari rekan kerjaku yang melerai atau mengingatkan nya bila sikapnya itu telah keliru. Dia telah terjerumus ke dalam kesombongan. Seolah diriku ini sebagai insan yang tak pernah berbuat baik sama sekali pada orang lain. Laksana menaBur garam di tengah lautan. Tapi itulah kenyataan nya, bila rekan kerja yang lainnya memiliki karakter yang tidak berbeda dengan oknum itu. Iri dengki dan sombong karakter itu pun melekat pada karyawan yang lain. Ibarat gayung bersamBut. Mereka telah di Butakan oleh hasutan Mawar.

Aku teringat pelajaran semasa SMA. Homo homini lupus. Apa yang mendasari hati dan pikirannya, sehingga tega memangsa makhluk yang lain?

rumahku

Aku termangu di bangku taman di halaman

Merenungi nasibku, mereka mengira bila aku dekat dengan Bosku. Mereka mengira bila diri ku ini berpacaran dengan Bosku. Kembali aku teringat titah guru ngajiku," Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan"

Aku menghela napas dalam-dalam.

Ya Allah...

Jadikanlah pengalaman yang menyakitkan ini sebagai bagian dari masa lalu..

Aamiin

Cerpen ini kemudian di edit, kemudian diubah judulnya menjadi "Bagai Burung tak Bersayap"

Dibukukan dalam Buku 21 kisah penggugah jiwa.

***

Kemudian Alinah Mencurahkan isi hatinya dalam cerpen yang lain. Beda judul.

Cerpen: Takdir Ku

Karya : Alinah

Tak ada satu orang pun di dunia ini yang ingin bernasib Buruk. Termasuk aku. Sebut saja, namaku Oni. Entah harus darimana aku memulai cerita ini. Semua terasa pilu. Semua begitu getir. seakan aku tak percaya, tapi inilah yang terjadi. Teramat pedih untuk aku rasa saat mendengar aku digosipkan dengan kepala sekolah di tempatku mengajar.

"Ibu, mohon maaf sebelumnya! Saya dengar berita dari luar sana bila Ibu ada hubungan dengan kepala sekolah" tutur Pak Dodi saat sedang membicarakan perihal mutasi

Aku tersentak mendengar berita itu.

"Sekali lagi saya mohon maaf Bu, karena ini harus saya sampaikan pada Ibu!" lanjutnya. saat itu Aku duduk berdua di ruang tamu. Hasrat untuk mengajukan mutasi sekolah begitu kuat.

Bagai disambar petir di siang hari mendengar penuturannya itu

Ya Allah teramat kejam fitnahan ini Buat hamba. Apa yang mereka inginkan dari hamba. "Mengajukan pindah sekolah, sudah! Penderitaan seperti apa lagi yang mereka inginkan dari hamba," gumamku. Hatiku gregetan. "Pak, itu fitnah!" tegas ku saat bercakap- cakap dengan Bapak kepala sekolah tujuan mutasi.

"Barangkali bahasanya Bukan fitnah Bu, tapi salah anggapan!" kilah kepala sekolah tujuan mutasi itu.

"Benar juga,ya," batinku. Tapi istilah apapun dalam penyampaiannya, dan bahasa apapun yang diungkapkannya, semua terasa getir" biarlah waktu yang akan membuktikan, kalau diriku tak ada hubungan spesial dengan Kepala Sekolah di tempat saya mengajar, Pak!" tegas ku.

Aku begitu heran dengan sikap teman-teman mengajariku di sekolah itu.

Memoriku berputar cepat, mengingat sosok Kepala Sekolah yang kini santer terdengar. Sebut saja beliau pak Rahmat (Bukan nama sebenarnya)

Kali pertama Pak Rahmat bertugas di sekolah itu kesan pertama yang aku tangkap, Pak Rahmat itu sudah cukup umur. Rambut mulai memutih. Sorot matanya mulai memudar. Perawakannya yang tinggi dan atletis. semua terlihat biasa-biasa saja. Baik Pak Rahmat maupun aku, menjalani situasi kerja dengan normal. Pak Rahmat seorang atasan, dan Aku adalah seorang bawahan di sebuah instansi yang beliau pimpin. Aku menjalankan tugasku sebagai seorang guru. Pak Rahmat menjalani tugasnya sebagai seorang pimpinan di sekolah itu. Ya, seorang kepala sekolah di tempat yang baru Buat Pak Rahmat! Dan tempat yang masih baru dua tahun lebih kala itu, Aku mengajar di sekolah itu karena aku sebagai pendatang di kampung itu. Semua terasa biasa-biasa saja.

Hari-hari pun berlalu. Minggu demi minggu pun berganti.

Pada suatu hari, saat aku duduk-duduk di ruangan guru pada jam istirahat mulailah ada suatu kejanggalan. Bagaimana itu tidak disebut sebagai suatu kejanggalan! Karena seorang Kepala Sekolah dalam

sikap dan perangainya terkesan kurang mendapatkan penghargaan dimata anak Buahnya. Ada oknum guru yang menyebut Bapak Kepala sekolah dengan panggilan tertentu. Panggilan yang tak lazim diungkapkan kepada orang yang lebih tua. Apalagi panggilan itu ditujukan pada seseorang yang menjabat sebagai Kepala Sekolah.

Suasana hening sesaat. Tiba-tiba Ibu Mardiana membuka topiknya.

"Teman-teman, hari ini Ibu Rahmat tidak datang ke sekolah. Suami saya bilang, kalau Bos baru kita namanya Ibu Rahmat, ya?" tutur Ibu Mardiana dengan suara yang sangat lantang.

Ibu Mardiana itu laksana seorang primadona di sekolah itu. Apapun yang dia lakukan seolah syah-syah saja. Tiada satupun orang yang melawannya.

Dengan serta merta teman-teman yang begitu akrab pun menyambutnya dengan gelak tawa. ."MasyaAllah..," Aku membatin. Suatu panggilan yang lazimnya diajukan kepada kaum Hawa, tapi di tempat ini justru ditujukan pada kaum Adam. Aku berontak dengan situasi ini. Seorang Kepala Sekolah yang sepatutnya mendapat perlakuan Yang Terhormat, tetapi di tempat ini beliau mendapat perlakuan yang tidak pantas. Sementara di mata Aku, Pak Rahmat itu sosok lelaki tulen."Mengapa teman-teman memanggilnya

dengan panggilan demikian, ya? Bukankah - artinya mereka itu memposisikan Pak Rahmat itu band" batin Aku.

Aku sama sekali tak menyangka bila rekan kerjaku mampu bersikap demikian. Sikap itu bagai ulah seorang remaja yang sedang memprovokasi temannya Untuk menyerang kehadiran seorang teman yang tak diharapkan keberadaannya. Sikapku, yang selalu junjung tinggi harkat dan martabat pada orang tua itu sangat menyesalkan sikap temanku yang tak menaruh rasa hormat pada Kepala Sekolah. Karakter Ibu Mardiana itu suka mendominasi situasi. Seolah-olah, setiap apa yang dia ucapkan itu wajib di dengar oleh orang lain.

Aku tak pernah intervensi dengan urusan pribadi orang lain. Aku, senantiasa berteman dengan orang- orang sedang susah hatinya-namun tiba-tiba harus menghadapi sikap yang antipati dari mereka semua. Inikah takdirku?

Suatu kali, Aku bertanya pada seorang rekan guru yang usianya lebih muda, tetapi menurutku dia bisa menjaga sikap.

"Bu, teman-teman itu menyeBut Ibu Rahmat! Setahu saya di sini tidak ada orang yang bernama Bu Rahmat?" tanyaku dengan nada pelan.

"Oh itu, Ibu Rahmat itu ya maksudnya Pak Rahmat, Bapak Kepala sekolah kita jawab nya pelan,

Kenapa Pak Rahmat itu dipanggilnya dengan sebutan Ibu Rahmat," tanyaku

"Karena Pak Rahmat itu kalau bicara sering mengulang-ulang sesuatu hal yang sudah pernah dibicarakan, lalu dia bicarakan lagi, Atau hal yang sudah pernah mereka tanyakan, suatu kali ditanyakan lag Jelas Widia panjang lebar

Hari hari pun berlalu

Belum lupa dalam ingatanku, bagaimana mereka memperolok-olokan Pak Rahmat, kini di ruang guru pun oknum guru yang suka melontarkan kata sumpah serapahnya pun beraksi kembali. Tak lagi memperolok olokan Pak Rahmat dengan panggilan Bu Rahmat, melainkan mengatakan bila Pak Rahmat itu orangnya pelit, Pelit, biar bisa naik haji" celoteh Bu Mardiana. teman teman tertawa terbahak-bahak Saling melontarkan kata-kata yang memposisikan bila Pak Rahmat itu sosok seorang Kepala Sekolah yang pelit. Aku merasa kesal dibuatnya. Lagi lagi mereka tidak bersikap hormat pada orang tua

1
Choi Jaeyi
Aku udah mampir dan ninggalin like & komen.
Mampir juga ya kak ke cerita aku, mari saling mendukung sesama penulis baru. Jangan lupa like & komen nya🤗🤗💋
Black Jack
Pengalaman yang luar biasa
mugiarni: terimakasih
total 1 replies
Ritsu-4
Maafin aku udah nunda untuk membaca nih novel, penyesalan banget!
mugiarni: terimakasih, salam kenal
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!