Jatuh cinta kepada seorang Arthur Mayer yang memiliki masa lalu kelam tidak dipermasalahkan Shannon Claire karena ia sungguh mencintai pria itu.
Namun bagaimana ketika terungkap dimasa lalu Arthur lah dalang dari peristiwa yang menyebabkan Shannon kehilangan orang yang disayanginya? apakah Shannon memilih bertahan atau meninggalkan Arthur? simak kisahnya di novel hasil menghalu dari Ratu Halu Base 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AD #27
Setelah banyak pertimbangan, Arthur memutuskan untuk membawa Shannon ke panti. Sebelumnya, Arthur berencana ingin membawa Shannon ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi Shannon. Namun, di urungkannya. Karena, ia tidak ingin semua mata melihat kondisi Shannon yang menyedihkan.
Sepanjang perjalanan menuju panti, Arthur mendekap tubuh Shannon yang duduk di pangkuannya. Arthur tidak melepaskan pandangannya, menatap wajah Shannon yang terdapat luka memar di kening, dan juga di bibir gadis itu.
Arthur mengeram kesal mengingat bagaimana si brengsek itu mencumbui tubuh Shannon. Seandainya, ia tidak mendengar suara tangisan Shannon, sudah dipastikan ia akan membunuh pria itu. .
"Apa perjalanan kita masih jauh, Arthur? kapan kita akan sampai?" tanya Shannon membuat Arthur merasa lega. Sebab, sejak tadi gadis itu hanya diam.
"Iya, Shannon." Arthur membelai wajah Shannon lalu mengusap luka memar di bibir Shannon, dengan ibu jarinya. "Apa kau sudah mengantuk?"
Shannon mengangguk. "Tidurlah, aku akan terus memelukmu." Arthur semakin mengeratkan pelukannya, kemudian mengecup kening Shannon.
"Aku ingin, berkata jujur padamu."
"Katakan."
"Pelukanmu, sangat nyaman Arthur, dan kau juga sangat wangi." Shannon mengerlingkan matanya, menggoda Arthur.
"Gadis perayu." Jawab Arthur berhasil menciptakan senyuman di bibir Shannon. Arthur turut tersenyum.
"Tadi pagi, Chloe mengatakan, jika kau terlihat keren dan gentle saat menggendongku. Aku ingin memastikan, apakah ucapan Chloe itu benar."
Arthur tertawa rendah, mengerti maksud dari kalimat Shannon. "Kau ingin, aku menggendong mu lagi?" Shannon tersenyum, sambil mengangguk. "Baiklah, aku akan melakukannya."
"Terimakasih, Arthur."
"Sekarang, tidurlah." Lagi, Arthur mengecup kening Shannon.
"Baiklah." Shannon tersenyum manis. "Tolong bangunkan aku, jika sudah sampai." Tidak menunggu respon dari Arthur. Shannon menenggelamkan wajahnya di dada bidang Arthur. Sebentar saja, gadis itu langsung terlelap.
Jason yang berada di belakang kemudi, mencengkram erat stirnya, untuk meluapkan emosinya. Melihat interaksi mereka, membuat Jason muak. Hatinya terasa panas seperti terbakar. Ini tidak bisa di biarkan. Aku akan merebut Shannon darimu, Tuan. Batinnya.
Setelah menempuh perjalanan satu jam lamanya, mereka akhirnya sampai. Jason keluar lebih dahulu lalu membukakan pintu bagian penumpang.
Sesuai keinginan Shannon, Arthur keluar dari mobil mengangkat tubuh gadis itu. Kepulangan mereka ditunggu Chloe, Bibi Margareth, dan Bibi Evelyn. Ketiganya terkejut melihat penampilan Shannon yang terbalut selimut, namun tidak ada satu pun dari mereka, yang menanyakan apa yang telah terjadi kepada Shannon. Melihat kondisi Shannon saat ini, cukup membuat mereka mengerti.
Arthur meletakkan tubuh Shannon diatas tempat tidur. Lalu, ia berdiri "Jangan pergi, " permintaan Shannon, sambil menahan tangan Arthur.
"Aku tidak akan pergi, Shannon. Sekarang kau pakailah pakaianmu. Aku akan menunggu di luar." Arthur mengecup kening Shannon, kemudian pria itu berbalik, keluar dari kamar Shannon
Chloe membuka lemari Shannon, dan mengeluarkan pakaian sahabatnya itu. Chloe berbalik, dan ia melihat banyaknya ruam merah di leher Shannon.
Manik coklat Chloe terasa panas, ia menengadahkan wajahnya menahan air matanya agar tidak tumpah.
"Kenapa kau hanya berdiri disana, Chloe? kemarilah." Chloe melangkah dengan cepat, lalu ia memeluk tubuh sahabatnya itu.
"Aku sangat mengkhawatirkan mu, Shannon." Lirih Chloe berusaha untuk tidak menangis. Akan tetapi tidak berhasil.
"Aku baik-baik saja, Chloe." Shannon berusaha tegar atas musibah yang menimpanya. Ia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Banyak yang mencintainya, dan Shannon tidak ingin membuat mereka mencemaskan dirinya.
Shannon melepaskan diri dari pelukan Chloe, lalu menatap wajah sahabatnya. "Berhentilah menangis Chloe. Kau terlihat sangat buruk." Shannon mengusap pipi Chloe sambil tersenyum.
10 menit berlalu, kini Shannon sudah memakai pakaiannya. Bibi Margareth dan Bibi Evelyn masuk ke dalam kamar setelah mendengarkan cerita Arthur, tentang apa dialami Shannon. Kedua wanita paruh baya itu memeluk Shannon, memberikan dukungan. Ya, Shannon membutuhkan dukungan, dan perhatian lebih dari mereka.
"Apa Tuan Arthur, masih berada di luar, Bibi?" tanya Shannon dengan harap pria itu tidak pulang.
"Kau mencariku?" tiba-tiba Arthur muncul dari balik pintu. Pria itu masuk ke dalam kamar Shannon membawa sup krim yang dibuatnya untuk Shannon.
"Kau sudah mengetahui jawabannya, kenapa kau bertanya lagi."
Arthur tertawa, begitu juga dengan lainnya. Bibi Margareth, dan Bibi Evelyn pamit kembali ke kamar mereka masing-masing. Begitu juga dengan Chloe, Chloe memutuskan untuk tidur bersama Ibunya. Chloe yang pengertian.
Kini tinggal mereka berdua. Arthur duduk di dekat Shannon dengan satu mangkuk sup krim yang masih hangat di tangannya.
"Kau tau saja, jika aku lapar."
"Berarti hati kita sudah menyatu, " jawaban Arthur asal membuat Shannon tertawa lepas. "Bukalah mulutmu." Shannon dengan patuh membuka mulutnya. Arthur memasukkan sendok berisi sup, ke dalam mulut gadis itu. "Setelah ini kau harus beristirahat, dan besok pagi, aku akan membawamu ke rumah sakit."
"Rumah sakit?" tanya Shannon, Arthur mengangguk pasti. "Aku tidak mau. Aku baik-baik saja, Arthur."
Arthur menghembuskan napasnya. Ia tidak bisa memaksa Shannon. "Baiklah, sekarang habiskan makananmu."
Arthur kembali ke kamar Shannon setelah ia meletakkan piring kotor di dapur. Ia menarik kursi, dan duduk di sisi tempat tidur Shannon. "Sekarang kau tidurlah. Aku akan menemanimu." Arthur mengulurkan tangannya, merapikan rambut Shannon.
Tidak ada percakapan lagi diantara mereka. Keduanya sama-sama terdiam, saling mengunci tatapan masing-masing. Entah siapa yang mulai duluan, bibir mereka bertemu.
Arthur menggerakkan bibirnya dengan perlahan, menghapus jejak si brengsek di bibir Shannon. Ia membelai sisi wajah Shannon membuat Shannon terbuai, dan Shannon memejamkan matanya.
Tangannya reflek berpindah, mengalun di leher Arthur, dan ya Shannon membalas ciuman Arthur. Menikmati, seraya meluapkan emosinya. Bahkan, air matanya menetes karena bayangan buruk itu hadir. Shannon ingin melupakannya, dan wajah Arthur berhasil masuk ke ruang pikirannya menggantikan bayangan buruk itu.
Arthur menyudahi ciumannya. Pria itu mengangkat dagu Shannon, sehingga wajah mereka saling bertemu. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Shannon." Ujar Arthur di sela napasnya yang tidak beraturan, serta jantungnya berdegup tidak berirama. Arthur membelai lagi sisi wajah Shannon yang terasa panas, dan memerah.
"Claire!" ralat Shannon, pun Arthur tersenyum. "Ulangi lagi." Pintanya dengan mengedipkan maniknya, berulang-ulang.
Arthur tertawa, gemas. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Claire." Arthur mengulang lagi ucapannya, memenuhi permintaan Shannon.
"Benar-benar, sangat manis."
"Stt, " Arthur menekan jari telunjuknya diatas bibir Shannon. "Kau diamlah dulu. Aku ingin berbicara."
"Oke maaf, sekarang katakan."
"I love you, Claire."
wah wah, shanoon terjamah 🤣🤣