Saat acara perayaan desa, Julia justru mendapati malam yang kelam; seorang lelaki asing datang melecehkannya. Akibat kejadian itu ia harus mengandung benih dari seseorang yang tak dikenal, Ibu Asri yang malu karena Julia telah melakukan hubungan di luar nikah akhirnya membuang bayi itu ke sungai begitu ia lahir.
3 tahun kemudian, dia pergi ke kota untuk bekerja. Namun, seorang pria kaya mendatanginya untuk menjadi pengasuh anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 - Masih Mencinta
"Bagian perjalanan hidup?" Sahut Mbak Maya,
"Maaf, jika kata-kataku membuat pacarmu kurang nyaman. Aku hanya tak mampu bersikap seperti biasa saja saat berdiri di hadapan Mas Bima. Kita sama-sama kehilangan ikatan, kehilangan suasana yang nakal dan ceria. Aku tak lagi bisa membicarakan sebuah film sekadar untuk mengejeknya karena jarang menonton bioskop. Dan dia yang tak lagi memanggilku gimbal semata karena potongan rambutku. Semua itu musnah. Kami berubah secara mendadak, dan terkejut melihat perubahan yang terjadi pada diri kami... "
Dia terisak, tetapi mencoba tersenyum lagi, sambil matanya terus menatapku, seakan sedang menyelidiki perasaanku dengan berbagai lontaran isi hatinya yang selama ini berusaha untuk di sembunyikan; "Bagaimana mungkin kami bisa berubah begitu cepat? Sementara aku tak tahu alasannya."
Aku tetap diam, hanya menatapnya dengan bibir datar. Kenapa aku jadi ikut-ikutan dengan kehidupan majikan ku yang begitu rumit nan sukar.
"Aku berusaha untuk menerima, tapi ini terlalu menyakitkan untukku yang sudah mendampinginya selama tujuh tahun. Menanti dan menemani di semua senang dan sedihnya, bahkan semua alur kehidupannya aku telah mengetahui dengan baik. Aku tak berhenti berusaha selama tiga tahun sekadar memperjuangkan lagi hubungan yang arahnya tiba-tiba buntu. Dia meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas dan sekarang malah bawa perempuan lain sebagai pacar. Bukan kah kamu bisa mengerti? Hatiku tidak selapang itu untuk bisa menerimanya dengan mudah."
Aku gemetar mendengar suaranya. Aku membisu, terdiam kaku. Apa yang baru dia katakan masih jelas di telingaku. Aku tak kuasa, melihat Ekspresi kesedihannya yang menyakitkan. Air mata dan suara rintihannya, seperti suara pada piringan yang diputar sepanjang malam. Dan betapa tersiksanya aku apabila harus mendengarnya sampai pagi. Rasa bersalah kembali menghantuiku dan Pak Bima.
"Maya, pulanglah--" Sahut Pak Bima. "Kamu sudah melewati batas. Biarlah semua berlalu, dan waktu yang akan membuat kita terbiasa. Jadi, lupakanlah."
Malam terasa kian sunyi. Ada burung gereja yang hinggap menyendiri di kabel listrik, jauh dari kawanan burung di sekitarnya. Burung itu terlihat murung, namun tetap tegar pada hinggapannya.
Barangkali manusia tak jauh berbeda dari binatang itu. Setiap manusia harus menanggung nasibnya sendiri-sendiri, perasaannya sendiri-sendiri. Kalaupun kesedihannya dibagi dengan orang lain, tidak serta merta kesedihan itu musnah. Orang berbagi sekadar agar tidak terlalu berat menanggung kesedihan. Dan boleh jadi demikian halnya dengan Mbak Maya.
Ku pandangi lagi dia. Dia masih terisak dan mengusap air matanya dengan punggung tangan.
"Dan menurutku, ada baiknya jika kita saling menjaga jarak, berhentilah ke sini. Semua itu lebih baik untuk menjaga perasaan kita masing-masing." Ucap Pak Bima.
"Tidak mau, sebelum kamu jelaskan padaku." Mbak Maya menolak keras. "Jelaskan padaku kenapa waktu itu tiba-tiba minta putus? Katakan padaku dimana letak kesalahan ku, Mas! Aku mau kejelasan, sebab ini tak adil sama sekali, jika kamu bahagia dengan orang baru di saat aku mati-matian memperjuangkan hubungan kita bertahun-tahun."
"Hubungan kita sudah kandas tiga tahun yang lalu," ujar Pak Bima.
"Justru itu jelaskan padaku! Jelaskan apa penyebabnya bisa kandas!"
Pak Bima ternyata diam. Sesuai dugaan ku, dia akan diam.
"Bilang padaku, biar aku tahu!" Tuntut Mbak Maya. Diraihnya kerah pakaian yang di kenakan Pak Bima, persis seperti yang kulakukan sebelumnya di rumah sakit.
"Kamu tidak lagi menyayangi ku? Apa perasaanmu berubah secepat itu Mas? "Bilang padaku, apa kamu memang tidak pernah mencintai aku?
Mbak Maya menaikkan nada bicaranya. Aku sempat panik, takut di dengar tetangga karena Mbak Maya teriak-teriak.
"Mbak ... Pak ..."
Kutatap mereka berdua satu persatu berusaha melerai, tapi tidak diidahkan. Sudahlah.
"Ngomong Mas. Jawab pertanyaanku! Apa dari awal kamu hanya mempermainkan aku? Kamu tidak pernah mencintaiku, Mas?"
"Justru karena aku mencintai kamu!" Pak Bima mengeluarkan suara beratnya. Membentak juga sekaligus marah.
"Aku pergi karena aku mencintai kamu!"
Tanpa terduga Pak Bima akhirnya berkata lagi.
"Aku tidak pantas lagi untukmu. Jadi pergilah Maya. Kamu bukan cuma menyakiti diri sendiri, tapi kamu juga menyiksaku jika kamu datang terus kemari."
Perlahan kuperhatikan, Mbak Maya mulai melepas cengkeramannya di kerah pakaian Pak Bima. Aku tahu saat itu... Aku tahu, Mbak Maya bernapas lega.
"Jawaban kamu tidak memberikan aku kejelasan sama sekali, malah buatku makin bertanya-tanya." Jawab Mbak Maya. "Tapi, Oke. Setidaknya ada satu hal yang memperjelas keyakinanku. Kamu memang masih mencintaiku Mas."
"Maafkan aku soal kata terakhirmu itu, aku tidak bisa berjanji--- tapi aku pasti masih akan ke sini." Lanjutnya.
Mbak Maya pergi, menghilang bersama malam. Bayangnya menjauh di telan oleh malam yang semakin gelap. Ingin rasanya aku memeluknya, walau hanya sebentar saja, sekadar agar dia tidak terlalu berat menanggung beban perasaan. Tapi, semua itu hanya keinginan yang tak bisa ku wujudkan, karena aku menyadari akulah sebab kesedihannya kala ini.
Tiba-tiba, tanpa gerakan yang dapat ku duga Pak Bima mengusap air mata di pipinya yang aku pun tak sadar kapan dia mengalir,
"Pak ---" Kata ku lembut. Dia kemudian berpamitan untuk pergi ke ruang membaca, tempat dia biasa beristirahat, tak lama dari itu.
...****************...
Aku tak akan mencerca, tak juga menghakimi. Aku yakin setiap perempuan tahu akan perasaan yang dirasakan Mbak Maya saat ini.
...****************...
Assalamualaikum, halo ini author
Sehat selalu semuanya. Huaaa tidak terasa kita sudah sampai di BAB 20 ya ^^ Menulis ternyata benar-benar menguras tenaga, author sampai lupa untuk bertegur sapa!
Retensi BAB 20 akan muncul, sebagai penilaian, karya ini akan di nilai dari segala sisi. Sebab itu, author tak jemu-jemu untuk meminta bantuan kakak semua untuk menekan jempol di setiap BAB novel Pak Bima, biar karya ini tidak nampak seolah ramai di awal saja dan ditinggal pembaca T-T
Bantu author, terutama di BAB 15-20 ini ya kak T0T... Kita imbangkan jumlah likenya dengan BAB awal, apa bisa? Kita sangat butuh dukungan agar karya ini bisa terus berjalan... Semoga kakak semua tidak bosan mendengarkan keluh kesah author dan Julia T_T
Akhir kata, author ucapkan terima kasih banyak ^^