Selesai membaca biasakan tekan LIKE ya.
Seorang perempuan cantik bernama Nindi harus menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang tak lain adalah seorang pengusaha muda yang sukses.
Nindi tak bisa menolak permintaan sang papa dengan alasan balas budi, dia dengan terpaksa menerima pernikahan itu karena tak ingin membuat kedua orang tuanya bersedih.
Akankah hidup Nindi bahagia dengan pria pilihan orang tuanya itu atau justru berakhir dengan kesedihan??
Yuk simak kelanjutan kisah mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ismiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Nindi bangun menatap sayu ke depan, entah apa yang perempuan cantik itu lihat.
"Suami ku mana suamiku yang tampan, ha ha ha ha."
"Eh kamu siapa?" Kata Nindi menunjuk ke arah Tristan.
"Sini," panggil Nindi melambaikan tangannya ke arah sang suami.
"Kamu penghianat?" Teriak Nindi dengan tiba-tiba membuat Tristan kaget.
"Penghianat? Maksud dia apa?" Guman Tristan dengan binggung.
"Kamu Rey si penghianat itu kan," kata Nindi.
"Siapa Rey?" Tatapan Tristan berubah tajam.
"Ha ha ha ha, dia itu penghianat. Dia kekasihnya Ambar musuh ku dari dulu," jawab Nindi lesu.
"Ck ternyata dia mantan mu, jangan samakan aku dengan dia," Tristan tak terima kalau Nindi menyebut dirinya atau membandingkan dengan mantannya itu.
"Jangan samakan aku dengan dia," tegasnya kepada sang istri.
"Eh kamu bukan Rey, terus kamu siapa?" Nindi menyipitkan matanya menatap Tristan dengan linglung.
"Aku suami mu," jawab Tristan dengan memutar bola matanya malas bercampur kesal, kenapa Nindi harus mengingat si brengsek itu. Ya menurut Tristan pria itu brengsek karena telah menyakiti Nindi.
"Benarkah?" Nindi mengangguk-anggukkan kepalanya seakan percaya.
"Hmmm.... Aku Tristan," kata Tristan, dia sudah lelah berbicara dengan sang istri apalagi moodnya benar-benar hilang karena Nindi membahas pria brengsek itu.
"Ah sudahlah bicara saja orang mabuk percuma saja Tristan," gerutu Tristan begitu malas menjawab pertanyaan sang istri.
"Ha ha ha ha, aku punya suami tampan, ha ha ha. Kalau si Ambar jelek itu tahu pasti dia marah-marah. Ha ha ha ha ha ha ha."
"Sudah jangan bahas pria itu," kesal Tristan mengingatkan istrinya itu.
Namun bukannya diam Nindi justru berbicara semakin ngelantur.
"Aku pernah marah sama papa karena menjodohkan ku padahal aku masih ingin bebas bekerja dan bermain bersama Wulan, Rita dan Vera."
"Ku kira kamu tidak setuju menikah dengan ku karena kita tak pernah bertemu, aku berfikir kamu memang sengaja menghindari aku," tiba-tiba wajah Nindi berubah sendu.
Brug.... Kepala Nindi terasa berat, dia menjatuhkan dirinya ke kasur.
Nindi masih saja meracau tak jelas, untung saja Nindi hanya mengatakan seperti itu saja tak mengatakan hal-hal yang membuat dirinya malu.
"Fyuhhh menyusahkan saja, sudah tahu tak bisa minum malah habis 10 gelas, sekarang jadi begini kan," kata Tristan menggerutu sambil memperhatikan wajah sang istri.
Tristan mendekati ranjang dan mencoba melepaskan sepatu milik sang istri.
"Hei tampan kamu mau apa?" Nindi tiba-tiba bangun dengan cepat, tangannya membelai wajah tampan sang suami.
"Iya memang aku tampan dari dulu," jawab Tristan dengan percaya diri.
"Tetapi lebih tampan suami ku," Nindi masih meracau membuat Tristan semakin pusing.
"Ck sama saja," gerutu Tristan.
"Mending kamu tidur," kata Tristan mendorong Nindi agar dia tidur kembali di ranjang.
Namun siapa sangka justru Nindi menarik tangan sang suami dengan kuat membuat keduanya sama-sama terjatuh.
Brughhh ....
Keduanya jatuh di ranjang, posisi Tristan berada di atas sang istri. Mata Nindi menatap Tristan dengan senyum mengembang yang menurut Tristan begitu aneh.
"Hei lepas," pinta Tristan tak kala Nindi memeluk dirinya erat.
"Tidak mau ......" Tolak Nindi.
"Kamu wangi," kata Nindi mengendus bau Tristan.
Tristan sudah pasrah membiarkannya saja istrinya itu memeluknya dengan erat, dia tak bisa marah.
Cup.... Tristan di buat terdiam kaku.
Cup.... Kecupan kedua membuat Tristan tersadar dari keterkejutannya.
"Kamu...." Tristan melotot tak kala Nindi justru mencium bibirnya 2x meskipun sekilas sekedar menempel cukup membuat Tristan kaget. Sudah bibirnya terlihat tersenyum, senyum begitu bahagia. Tristan tak menyangka istrinya itu begitu agresif dan berinsiatif mencium dirinya terlebih dahulu.
"Ha ha ha ha ha ha, kamu lucu," kata Nindi tergelak melihat wajah suaminya kaget.
"Dasar nakal," gerutu Tristan saat tahu sang istri menertawakan dirinya.
"Apa begini kelakuan kamu kalau mabuk," kata Tristan mengeram marah membayangkan sang istri mabuk dan mencium laki-laki lain.
"Apa kamu sering minum," Tristan mencoba bertanya kepada Nindi, biasanya orang mabuk itu berbicara dengan polos.
Tristan menatap istrinya dengan lamat-lamat.
"Tidak, aku tidak pernah minum seperti itu," Nindi mengelengkan kepalanya cepat, seperti anak kecil. Dia berbicara jujur.
"Aduh kepalaku kenapa begitu pusing, eh kamu kok jadi 2," kata Nindi memegang kepalanya yang seperti berputar-putar.
"Aku sudah menikah tetapi aku belum merasakan malam pertama, kata teman ku enak. Eh ada yang bilang juga sakit," racau Nindi.
"He he he kebetulan nih, aku juga tak sabar ingin merasakannya," guman Tristan di dalam hatinya saat ini, sudut bibirnya tersenyum aneh.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Tristan berpura-pura biasa saja padahal dalam hati Tristan begitu gembira.
"Entahlah aku hanya penasaran," racau Nindi sambil menatap wajah Tristan dengan tatapan sayu.
"Bagaimana kalau kita coba," bisik Tristan sambil mencium pipi sang istri tak lupa memberi sedikit sentuhan gigitan di telinga Nindi.
"He he he he geli, jangan dekat-dekat," kata Nindi berusaha mendorong Tristan menjauh agar tak bertindak seperti tadi lagi.
"Katanya kamu ingin mencobanya," goda Tristan.
"Emmm aku takut," kata Nindi dengan ragu-ragu.
"Bagaimana kalau kita coba," bujuk Tristan.
Nindi menatap Tristan dengan mata yang polos, terus mengangguk setuju.
Tristan memulai dengan membelai wajah sang istri dengan Sayang beralih memberikan kecupan-kecupan kecil. Tristan mengikuti nalurinya sebagai seorang laki-laki.
Nindi terdiam menikmati apa yang telah Tristan lakukan.
Tanpa di duga keduanya sudah dalam keadaan plos tak ada satu kain pun yang menempel di tubuh keduanya.
"Benar kamu tidak akan menyesal?" Tanya Tristan kembali, dia tak ingin di salahkan nantinya saat Nindi benar-benar sadar.
Nindi yang sudah hanyut dalam kenikmatan yang mengangguk saja.
Tristan pun melanjutkan apa yang tertunda tadi.
Dan.....
"Aa sakit," lirih Nindi menjerit.
"Sttt tenang, ini cuma sebentar," kata Tristan menenangkan sang istri, takut istrinya itu tiba-tiba tak ingin melanjutkan karena kesakitan.
"Hiks hiks hiks hiks...."
"Sabar sayang...." Rayu Tristan membelai wajah sang istri dengan sayang.
Bless....
Pusaka kebanggaan Tristan mampu mengoyak Gowa milk sang istri.
Akhirnya malam ini keduanya menjadi satu, semakin terikat menjadi suami istri sesungguhnya.
Entah berapa lama keduanya melakukan kegiatan itu.
Nindi sudah tertidur lelap karena kelelahan. Tristan yang belum tertidur masih menatap sang istri dengan penuh kasih sayang. Sudut bibirnya tersenyum kala mengingat kegiatan panas yang baru selesai mereka lakukan.
"Ah rasanya sungguh nikmat, pantas saja si Rangga sering pamer," kata Tristan apalagi jika dia teringat Rangga sang asisten yang sering tersenyum kalau sesudah mendapat jatah dari istrinya itu.
Bersambung...