Cinta Bintara Remaja

Happy Reading 🩷🩷

Dua puluh tahun yang lalu...

Perhelatan pernikahan dengan upacara pedang pora baru saja di gelar pada sebuah gedung pertemuan yang luas dan megah. Dua anak manusia berbeda strata sosial mengikat janji suci di depan semua tamu undangan, keluarga dan kolega.

Sandi yang sejak kecil yatim piatu, hanya ditemani para senior dan rekan-rekannya, tanpa sanak saudara yang menyaksikan pernikahan tersebut. Pernikahan ini memang bukan keinginannya, lebih kepada balas budi seorang bawahan pada seorang atasan karena putrinya telah mengandung dari pria lain.

Ayunda telah memiliki kekasih, namun keluarganya tidak mengizinkan, karena hubungan antar keluarga sangat tidak baik, mereka musuh bebuyutan. Keluarga Farhat membenci keluarga Cipto karena beberapa hal, begitupun sebaliknya. Tapi hubungan Ayunda dan Farhat sangat kuat, ditambah lagi Ayunda hamil anak Farhat.

Malam setelah acara digelar, Cipto telah menyiapkan kamar pengantin untuk putrinya dan juga menantu pilihannya. Selesai acara kedua mempelai pun masuk kamar yang sudah disiapkan di hotel tersebut.

"Kita menikah hanya karena keinginan orangtuaku, mas. Jangan harap aku akan mencintaimu. aku juga tidak akan sudi kamu sentuh!" Kecam Ayunda pada Sandi

Sandi menghela napas dengan kasar, "Kamu seharusnya berterima kasih, aku bersedia menutupi aib kalian."

Sandi membuka pakaian pestanya di depan Ayunda. Wanita itu menjerit dan marah. Dengan nada tinggi dia mengusir Sandi keluar kamar.

"Keluaaar ... Aku muak lihat kamu!" teriaknya di depan pintu dengan melemparkan barang-barang Sandi keluar.

Dengan perasaan terluka, Sandi pulang ke mess dan tidur di sana, membiarkan Ayunda sendirian di hotel.

Waktu terus berlalu, Ayunda melahirkan seorang putra dari hubungan gelapnya bersama Farhat. Mereka berencana akan kabur setelah anak yang dikandung Ayunda lahir.

Namun nasib berkata lain, Farhat dijodohkan oleh orangtuanya dan mereka pindah ke luar negeri setelah acara pernikahannya.

Tinggallah Ayunda dikhianati.

Bagi Sandi, nasi sudah menjadi bubur, tinggal diberi bumbu dan toping lalu masih bisa dinikmati. Dia tetap menganggap anak Ayunda adalah anaknya. Dia menyayangi anak itu dengan sepenuh hati.

Berharap Ayunda akan luluh dengan sikapnya, bagaikan memeluk angin, sia-sia. Sandi menjalani biduk rumah tangga bagai berkemudi di haluan, bergilir ke buritan, menjalani perintah Ayunda bagaikan seorang bawahan.

Setelah dua tahun pernikahan,

Sandi masih bertahan dengan sikap Ayunda yang tidak Sudi disentuh olehnya. Hingga pada suatu hari, Ayunda dengan ide gilanya membawa seorang gadis untuk dijadikan madunya, karena dia tidak ingin disentuh oleh Sandi. Begitu otoriter dan keras kepala sifatnya Ayunda

"Beraja di hati, bersultan di mata." Itulah kata-kata yang cocok untuk disematkan pada Cipto dan Ayunda, Ayah dan putrinya yang selalu memaksakan kehendak dan semena-mena.

Dengan berat hati, Sandi akhirnya menerima pernikahan siri dengan Lastri, atas permintaan Ayunda agar dia tidak dituntut akan memberi 'kewajiban' pada Sandi. Sebagai seorang lelaki yang normal, tentu dia juga membutuhkan kasih sayang dan pelampiasan hasrat kelaki-lakian.

Pernikahan dengan Lastri lambat laun membuatnya merasa nyaman dan bahagia, meskipun susah untuk mencintai istrinya, karena cintanya telah habis di orang pertama, yaitu Yulan. Akan tetapi Sandi sangat sayang dan menghormati istri keduanya karena Lastri wanita yang baik hati. Gadis itu pun bersedia merawat anak dari Ayunda, yang diberi nama Firdaus.

Dari pernikahan rahasianya, Lastri mengandung buah hati mereka, Sandi merasa hidupnya semakin lengkap meskipun dia harus terus bersandiwara pada mertua dan lingkungan kerjanya. Lastri pun rela dikenalkan hanya sebagai pengasuh firdaus, yang penting setiap hari dan setiap saat sang suami ada di sampingnya.

Pernikahan rahasia mereka terendus oleh Papa mertuanya, selain karena kehamilan Lastri juga kehamilan Ayunda yang berbarengan. Cipto mencurigai putrinya kembali memadu kasih dengan Farhat berdasarkan laporan mata-mata yang diutus mengawasi mereka.

Pejabat bintang dua itu marah, merasa dikhianati oleh putri juga menantunya. Dia mengancam akan membunuh anak Farhat juga anak yang lahir dari rahim Lastri.

Ancamannya terbukti saat Sandi tiba-tiba dikabari Lastri mengalami kecelakaan, saat itu Sandi baru saja memakamkan putranya, Firdaus, karena tenggelam di sungai. Sandi langsung menemui Lastri di rumah sakit. Namun, penderitaan belum mau pergi dari kehidupan Sandi. Lelaki itu kehilangan istri keduanya. Lastri meninggal karena pendarahan hebat di kepalanya.

Pada langit senja yang memerah, Sandi mengetuk pintu sebuah rumah yang sepi dengan menggendong bayi yang baru saja dia bawa dari rumah sakit.

Pintu terbuka dengan menampilkan sosok wanita yang sangat ia cintai. Hari itu Sandi bukan hanya mengetuk daun pintu, tapi juga mengetuk hati wanita itu, Yulan langsung jatuh cinta pada bayi merah yang dibawanya.

"Bisakah kau merawat putraku, Lan ...?" nadanya gemetar, hatinya menahan rasa sakit yang tak terkira.

"Baik mas, akan aku rawat anakmu, dengan dua syarat. Jangan akui dia anakmu, jangan temui aku lagi, Hargai pernikahanku. Cepatlah kembali ke sana, urus dulu jenazah istrimu." pinta Yulan

Sandi pun bergegas meninggalkan rumah Yulan dan mengurus jenazah istri Rahasia juga memberi pemakaman palsu untuk putra keduanya.

Hidup dalam bayang-bayang mertua yang otoriter dan istri yang bertingkah semena-mena membuat Sandi lebih memilih menghabiskan waktunya dengan bertugas dan hidup berpisah jauh dengan keluarga.

Di rumah Hartawan Hadiningrat

Wawan yang baru saja pulang berdinas dari luar kota selama dua bulan, dikagetkan dengan suara bayi memenuhi ruang tamu yang kecil. Rumah sederhananya begitu ramai dengan celoteh Ibunda dan istrinya.

"Wan, lihat nih bayinya lucu banget. Buat teman Davin main bola. Istrimu kan susah hamil lagi." ucap sang ibunda

"Anak siapa Bu ... ?" Wawan keheranan

"Anak klien nya Yulan, ibunya meninggal setelah melahirkan." jawab ibunda Wawan

"Sayang ... Benar begitu? Kamu yakin anak ini gak ada keluarganya?" wajah Wawan berbinar

Wawan berpikir rumahnya akan ramai dengan celotehan bayi lagi, setelah melahirkan Davin, setiap hamil Yulan sudah mengalami empat kali keguguran. Kehadiran Reno membawa kebahagiaan tersendiri bagi keluarga kecil mereka.

Sementara Sandi hanya bisa memantau pertumbuhan putranya dari kejauhan. Hingga Tuhan mempertemukannya pada suatu kejadian, di mana putranya yang putus asa dapat ia selamatkan.

*

*

"Non Naya, Eyang minta non Naya turun dan temui Eyang di ruang tamu." ucap mbak Ginem

"Ada tamu ya mbak?" tanya Kanaya

"Iya! cowo, ganteng banget non!"

"Huft... Pasti Eyang nyuruh aku yang aneh-aneh deh, males banget!" keluh Naya

Dengan pakaian ala kadarnya dan tanpa riasan, Kanaya turun ke bawah menemui Eyang dan tamunya.

"Ini cucuku, Fajar." ucap Cipto

"Saya sudah kenal dengan Kanaya, Eyang." jawab Fajar

"Malam, mas Fajar." sapa Kanaya dengan wajah datar

"Naya kamu tahu, Fajar ini anak bungsu dari Brotoseno, sahabat Eyang."ucapnya dengan wajah bangga

Kedua pria berbeda usia itu terus berbicara tentang kemiliteran dengan riuh tawa, ditimpali sang nenek yang juga mengenal kehidupan militer dari setiap kegiatan yang dia ikuti. Pembicaraan mereka tidak menarik bagi Kanaya.

Gadis itu hanya diam seperti obat nyamuk yang menemani di ruang tamu. Fajar sesekali melirik Kanaya, tujuannya ke sana adalah ingin mengajak gadis itu, pergi dan berkencan.

"Mm ... Eyang, maksud kedatangan saya ke sini juga untuk mengajak Kanaya pergi ke suatu tempat." ucap Fajar malu-malu

Kanaya berjingkat, dia tidak dalam kondisi ingin kemana-mana. Dia ingin di rumah. Otomatis keinginan Fajar dia tolak dengan halus.

"Mas Fajar, maaf Naya lagi masih lelah pulang dari MOS kampus. Nay pamit kembali ke kamar." Naya langsung bangkit tanpa melihat tatapan kedua Eyangnya di sana.

Setelah kepergian Fajar, Eyang Cipto masuk ke kamar Kanaya tanpa mengetuk pintu.

"Kau ini!! Tidak punya sopan santun! Kau pikir, kau ini siapa bertingkah seperti itu!" murka Eyang

"Naya gak mau kemana-mana Eyang. Naya lelah pulang MOS." keluh Kanaya

"Anak tidak tahu diuntung! Sudah bagus aku menampung mu di sini, kalau tidak bisa diatur, akan aku kembalian kamu ke ayah kandungmu, si Farhat brengsek itu!" murka Eyang.

Kata-kata kesekian kalinya yang dia lontarkan jika keinginannya tidak Naya turuti. Kata-kata yang menyakitkan itu menegaskan siapa dirinya, akar kehidupannya seakan bukan bagian dari mereka.

Padahal dia lahir dari rahim anak perempuannya, kenapa kesalahan justru dilimpahkan selalu padanya, remaja belia yang tidak tahu menahu bagaimana kehidupan sebelumnya.

Kanaya hanya bisa menumpahkan amarah dan kekesalannya di pojokan kamar, dia semakin membenci almarhum ibunya dan merindukan Papanya yang ternyata bukan papa kandungnya. Kanaya muda, dipaksa menguyah getirnya kehidupan ini.

...☘️☘️☘️☘️☘️...

B e r s a m b u n g ...