"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Masalah Besar
...----------------...
Liam menatap iba pada sosok mamanya yang masih berderai air mata. Namun, ada rasa iri yang bersembunyi di sudut hatinya.
Jika dirinya yang sakit, apakah sang mama akan bersikap seperti itu juga? Apakah dia akan menyuruh anaknya yang lain untuk berkorban buat kesembuhan Liam?
"Ay?"
Lilis memanggil Liam dari dalam. Perhatian Liam dan Sekar pun jadi teralihkan kepada perempuan itu yang berjalan mendekati pintu.
"Ini ...."
"Dia mama aku." Liam memperkenalkan mamanya kepada Lilis yang bertanya sambil menatap Sekar dengan segan.
"Ah, maaf, Mama. Lilis nggak kenal. Saya teh Lilis. Istrinya A Liam." Lilis mencium punggung tangan Sekar sambil memperkenalkan diri.
Sekar tersenyum pelik. Dia tidak menyangka jika anaknya sudah menikah tanpa memberi tahunya. Namun, Liam tak sepenuhnya salah karena selama ini anaknya itu memang tak tahu di mana mamanya berada.
"Kamu udah nikah, Nak?" Sekar beralih lagi pada Liam. Liam hanya mengangguk menanggapinya.
"Hayu, atuh masuk! Nggak enak berdiri di depan pintu terus. Nanti kakinya kesemutan. Di sini banyak semut, loh. Soalnya penghuninya terlalu manis." Lilis mencoba berkelakar walaupun terdengar garing dan membuat sang suami mendelik ke arahnya. Tatapan lelaki itu seolah berkata, 'Sekarang bukan waktunya jadi gila!'
Lilis menyengir kuda melihat reaksi Liam yang sepertinya hendak marah dengan perkataannya. Daripada kena semprot, Lilis langsung menggiring tubuh mertuanya menuju ke dalam rumah. Liam pun menghela napas pasrah.
"Duduk, Ma! Lilis buatin minum, ya!" ujar Lilis sok akrab dengan mertuanya. Hal itu dia lakukan agar tidak ada kecanggungan di antara mereka.
Berbarengan dengan kepergian Lilis mengambil minum, Liam datang lalu duduk di sofa yang berhadapan dengan mamanya, tetapi terhalang oleh meja.
"Aku udah pikirin permintaan Mama. Aku setuju untuk mendonorkan sumsum tulang belakangku untuk anak Mama itu," kata Liam dengan sorot mata serius.
"Benarkah? Makasih, Sayang. Mama harap kamu bisa mengakui dia sebagai adik kandung kamu juga, ya. Bagaimanapun, kita ini tetap keluarga." Kedua mata Sekar berbinar penuh keharuan.
"Kalau itu aku nggak janji bisa melakukannya." Liam mengalihkan pandangannya ke arah lain karena tidak ingin melihat tatapan sang mama yang membuatnya mengingat masa lalu.
"Tapi, Nak ...."
"Permisi ... Lilis bawain minuman dan cemilan." Lilis datang dengan gayanya yang ceria. Seketika hawa dingin yang sempat menyelimuti ruangan itu berubah jadi sedikit berbeda.
"Makasih, Nak. Mama sangat senang melihat Liam bahagia dengan keluarga kecilnya. Maaf karena mama nggak ada di momen pernikahan kalian," ucap Sekar tulus.
"Nggak apa-apa, Mama. Lilis juga seneng karena ternyata Lilis punya Mama mertua. Cantik pula. Eh, kalau nanti Mama butuh jasa MUA, sama Lilis aja, ya. Lilis ahlinya ...."
"Lis!"
Lilis menyengir lagi mendapatkan peringatan dari suaminya. Memang bukan waktunya Lilis bercanda seperti itu. Namun, itu hanya sedikit usahanya untuk membuat kecanggungan di antara mereka mencair sedikit saja.
"Istri kamu pasti sangat baik, Liam. Jaga jaga dia baik-baik, ya! Jangan pernah kamu lepasin istri yang selalu mendukung kamu dalam keadaan apa pun seperti dia! Kamu akan menyesal jika melakukan itu, Nak."
Liam tertegun mendengar pesan yang dilontarkan oleh mamanya. Perkataan itu hampir sama maknanya dengan pesan yang dicetuskan sang papa tempo lalu.
"Liam tahu. Jadi, kapan kita bisa melakukan tes kecocokan?" Liam mengalihkan pembicaraan dengan nada datar. Seperti masih ada kerikil kecil yang mengganjal di hatinya Liam sehingga masih bersikap ketus pada Sekar.
"Apa kamu ada waktu hari ini? Lebih cepat lebih baik."
"Oke. Aku bisa," jawab Liam singkat. Sekar pun bisa tersenyum bahagia walaupun masih belum sepenuhnya karena Liam masih bersikap waspada kepadanya.
****
Tiga hari kemudian, hasil tes pun sudah keluar. Sebelumnya, Liam melakukan serangkaian tes kecocokan yang berupa pemeriksaan HLA (Human Leucocyte Antigen), lalu setelah dinyatakan cocok, Liam juga melakukan serangkaian tes lainnya berupa tes kecocokan darah dan DNA.
Hasilnya, sumsum tulang belakang Liam sangat cocok dengan adik kandung beda ayah dari lelaki tersebut. Namanya Radit, usianya sekitar 10 tahunan.
Hari ini, Liam sudah melakukan operasi pengambilan sel punca dari dalam tubuhnya. Alhasil, tubuhnya masih lemah dan harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit yang sama dengan sang adik.
Liam mengalami nyeri punggung, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, dan memar di bagian sayatan pasca operasi. Beberapa hal tersebut merupakan efek samping yang umum dialami oleh seseorang usai mendonorkan sumsum tulang belakangnya.
"Sakit, ya, Ay?"
"Hmm ... sakit," jawab Liam manja. Lilis pun mengusap tangan suaminya yang terdapat jarum infus menempel di sana.
Sebagai istri yang baik, Lilis selalu ada jika Liam membutuhkannya. Sejak Liam masuk ke ruangan perawatan, perempuan itu selalu berada di samping Liam kecuali pergi ke kamar mandi dan mencari makanan.
"Kasihan, Suaminya Lilis." Satu kecupan diberikan oleh Lilis di pergelangan tangan Liam yang membuat senyum Liam sontak mengembang sempurna. Hal sederhana seperti itu saja sudah membuatnya bahagia.
"Ini juga sakit, Lis."
Lilis mendongak dan menatap wajah suaminya, lalu mengernyitkan kening karena sang suami malah menunjuk bagian bibir. Yang artinya, Liam ingin Lilis melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukannya pada pergelangan tangan Liam tadi.
"Apa hubungannya dengan bibir atuh, Ay. Mulai nakal, ya." Bukannya menurut, Lilis malah mendaratkan satu cubitan kecil di pinggang Liam. Sontak saja lelaki itu menjerit kesakitan.
"Duh, duh, maaf atuh, Ay, maaf. Lilis kelepasan. Haduh ... kumaha ieu? Lilis sembrono pisan, nya. Ay abis operasi, malah dicubit sama Lilis." Lilis histeris dan kelabakan melihat suaminya kesakitan seperti tadi, tetapi sang suami malah tertawa geli.
"Ih ... nggak boleh bercanda kayak gini, ah! Lilis panik tahu, lihat Ay kesakitan kayak tadi!" Lilis menggerutu kesal dengan tingkah suaminya yang masih bisa bercanda dengan kondisinya seperti sekarang. Tanpa sadar air matanya pun ikut berlinang.
"Iya, iya ... maaf, Sayang. Nyampe nangis gini, istri aku." Liam menyentuh pipi Lilis dan menyeka air mata yang membasahi pipi istrinya. "Aku nggak apa-apa, kok. Dokter 'kan udah menjelaskan, sebagian besar pendonor akan kembali menjalani rutinitasnya dalam beberapa hari usai menjalani operasi, dan sumsum mereka akan secara alami menggantikan dirinya sendiri dalam empat hingga enam minggu kemudian. Jadi, kamu nggak usah terlalu khawatir. Aku akan baik-baik aja, oke!"
Lilis menganggukkan kepalanya tanda mengerti, tetapi bibirnya masih maju beberapa senti. Tidak bisa dipungkiri, Lilis masih kesal dengan perbuatan sang suami.
Suara derit pintu yang terbuka mengalihkan perhatian keduanya. Pandangan mereka pun tertuju pada seseorang yang masuk tiba-tiba.
"Papa!" Liam dan Lilis tersentak melihat kedatangan Pranaja. Padahal, sebelumnya mereka sepakat untuk tidak memberitahu kepada lelaki tua itu tentang donor sumsum tulang belakang yang Liam lakukan untuk adik kandungnya.
Liam takut jika papanya tidak akan setuju dengan keputusannya tersebut. Namun, entah dari mana lelaki itu bisa tahu tentang keberadaan Liam sekarang. Yang pasti, Liam dan Lilis sedang berada dalam masalah besar.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara