NovelToon NovelToon
Mengapa, Harus Aku?

Mengapa, Harus Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:316
Nilai: 5
Nama Author: Erni Handayani

Alisha Alfatunnisa, putri dari pemilik pondok pesantren yang populer di kotanya. Belum menikah meski menginjak umur 29 tahun. Hati yang belum bisa move on karena Azam sang pujaan hati, salah melamar kembaran nya yaitu Aisha.

Peperangan batin dilalui Alisha. Satu tahun dia mengasingkan diri di tempat kakeknya. Satu tahun belum juga bisa menyembuhkan luka hati Alisha. Hingga datang sosok Adam, senior di kampusnya sekaligus menjadi rekan duet dalam menulis.

Apakah kehadiran Adam bisa menyembuhkan luka hati Alisha? Atau masih ada luka yang akan diterima Alisha? Cerita yang menguras air mata untuk kebahagiaan sang kembaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erni Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Ayah tersenyum tipis tangannya mengelus lembut pucuk kepalaku. Gemas mungkin dengan putri sulungnya yang keras kepala.

"Iya.. Ayah inginnya kamu pulang bawa suami, Neng! Aisha sudah menikah, Inayah sudah punya anak satu! Kamu nggak iri sama adik-adikmu? Cita-cita kamu juga sudah terwujud kan, neng? Masih nunggu apa lagi?" tanya Ayah beruntun.

Pertanyaan Ayah bagai sembilu yang menusuk tepat di ulu hati. Ingin aku mengikuti keinginan Ayah untuk segera mengakhiri masa lajang ini. Namun, apa daya sekuat apapun mengukuhkan hati untuk bisa membuka hati untuk lelaki lain, sangat susah bayangan Azam masih terus menari-nari di ufuk imajinasiku. Aku menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Ayah.

"Kalau udah tiba waktunya Alisha akan nikah, yah! Alisha masih ingin merawat Ayah juga Ibu. Kita tidak bisa meminta cepat atau lambat kan, Yah! Semua Allah yang mengatur . Bukannya itu yang selalu Ayah bilang ke Alisha?" aku balik bertanya pada Ayah. Nyatanya sekecil apapun di muka bumi ini terjadi juga atas kehendak Allah.

Aku telah terlalu sering protes pada Allah tentang Azam juga aku. Malu diri ini yang selalu salah namun, selalu meminta dan minta. Mungkin ini juga teguran dari-Nya agar aku lebih mencintai Dia lalu makhluk ciptaan-Nya.

"Ayah ingat itu, Nak! Tapi usaha tidak asa salahnya kan? Banyak yang datang ke sini untuk taaruf sama kamu, tapi kamu di Al-Irsyad. Ayah berdoa semoga ada yang cocok, Neng! Sebelum Ayah kembali menghadap Allah,"ucap Abah. Mataku mengembun, terlalu egoiskah diriku.

"Sudah, Yah! Alisha mau balik lagi ke sini Ibu sudah bahagia. Biar Alisha yang menentukan sendiri, kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik."

Ibu selalu menjadi penengah. Dialah bidadariku yang selalu memberiku ketenangan. Aku tahu ketidakpulanganku satu tahun ini membuat Ibu teramat rindu. Baru menyadari saat ini jika tindakanku salah. Namun, itu caraku untuk bisa menyembuhkan lukaku meski pada kenyataannya aku tetap gagal.

"Maafkan Ayah, Nak! Ayah hanya khawatir saja. Apalagi kamu tidak mau pulang tanpa alasan yang jelas membuat Ayah merasa telah menyakiti kamu, Nak!"

Andai Ayah tahu yang sebenarnya pasti akan terkejut, aku tersenyum tipis agar Ayah tidak merasa bersalah.

"Alisha yang salah, Yah! Tidak balik ke sini dan sibuk dengan urusan sendiri." Jelasku agar tidak meluas kemana-mana.

Azan isya telah berkumandang sejak tadi, kini aku terduduk di atas sajadah melafalkan zikir setelah mengaji. Hati ini sedikit merasa tenang meski selalu merasa was-was, sedalam apapun aku menyembunyikan ini pasti akan tercium juga. Itu yang menjadi kekuatanku kembali ke rumah.

"Neng, saya bantu Mba Eka siapin makan duku!" pamit Mba Sinta. Aku hanya menganggukan kepala. Dia segera beranjak melepas mukena yang di kenakan untuk salat isya. Untuk sementara aku meminta Mba Sinta untuk tidur bersamaku.

Setelah kepergian Mba Sinta, sunyi menyelimutiku. Ku usap pelan wajahku, udara dingin perlahan menghampiriku lewat celah jendela yang belum aku tutup. Aku mendengus lesu, semua masih terasa seperti mimpi. Udara dingin semakin mengangguku, dengan malas aku berjalan menuju jendela untuk menutupnya.

Saat akan menutup jendela, tanpa sengaja mataku menatap sosok yang mengganggu pikiranku berjalan menuju pintu utama rumah.

Azam baru pulang dari masjid. Dia selalu menawan memakai baju apa pun. Pesonanya selalu membuat jantungku berdetak kencang. Buru-buru aku menutup jendela dan ber-istigfar.

"Apa yang kamu pikirkan, Alisha? Sadar dia adik iparmu,"ucapku pada diri sendiri.

Aku tersadar kala ada yang mengetuk pintu, pasti itu Mba Sinta yang memanggilku untuk makan malam.

"Aisha..." ucapku setelah tahu siapa yang mengetuk pintu kamar. Wajah cantik Aisha mengembangkan senyum tipis.

"Ini buat kakak dari Ibu!" ujar Aisha menyerahkan plastik hitam yang tadi dia bawa tapi tidak jadi dia berikan karena aku terlanjur lari menemui Ayah dan Ibu.

"Apa ini, Sha?" tanyaku sembari menerima plastik itu.

"Baju seragam buat kakak, nanti pakai ya!" ucap Aisha.

"Acara apa, Sha?" tanyaku tak mengerti.

"Rahasia nanti kakak pergi lagi kalau aku kasih tahu! Wajib pakai ini spesial Ibu yang bikin."

Tanpa sempat aku menjawab Aisha sudah pergi duluan. Ada acara apa? Ini juga kenapa pakai seragam semakin nggak ngerti. Seragam yang dibuat untuk pernikahan Aisha juga Azam masih tersimpan rapi di lemari. Hati selalu sakit jika melihat gamis itu.

Aku membuka plastik pemberian Aisha. Gamis berwarna navy yang menawan terpampang di depan mata. Sejenak aku terpaku, Ibu Asri memang seorang perancang busana yang terkenal. Memiliki butik sendiri.

Aku mengendus wangi gamis baru ini, airmata mengalir tanpa sengaja. Mengapa aroma parfum Azam yang tercium olehku.

Pagi hari aku di sambut dengan pemandangan para santri yang mulai melakukan aktivitas. Semalam aku tidak ikut makan malam, sarapan pagi ini pun aku hindari. Sebisa mungkin aku menghindar dari kebersamaan yang tercipta dengan Azam.

Aku berniat keliling asrama pondok. Mba Sinta ikut denganku sekalian dia beradaptasi di sini. Semua santriwati menyapaku dengan hangat.

"Semuanya kangen sama Neng Alisha!" ujar Mba Sinta ketika kami menaiki tangga menuju lantai dua asrama santriwati.

"Aku rasa juga begitu, Mba! Ternyata kepergianku satu tahun ini menyiksakan banyak tanya dan kerinduan pada mereka yang dulu dekat denganku, anak muridku Mba!" jawabku. Mba Sinta hanya menganggukan kepala.

"Kak Alisha!" suara merdu yang tak asing menghentikan langkah kaki. Aku membalikan badan untuk melihat sosok yang memanggilku.

Gadis itu kini tumbuh dengan cepat, wajahnya tambah cantik. Senyum terlukis di bibirnya ketika melihatku. Sarah dia adik dari Azam.

"Sarah, sudah besar sekali kamu?" tanyaku ketika dia memeluk aku erat. Dapat aku rasa dia sangat rindu padaku.

"Kakak yang lama pergi, jadi tidak menyadari kalau aku bukan bocah lagi!" jawab Sarah dengan nada merajuk. Gadis 20 tahun ini memang sangat dekat denganku. Meski aku jarang pulang ketika masih kuliah dulu. Sarat telah enam tahun menimba ilmu di Darul Arkom.

"Iya... Kakak udah balik lagi sekarang!" jawabku.

"Kak ikut aku sebentar yuk!" ajak Sarah padaku. Pasti gadis ini ingin curhat sesuatu padaku. Aku menoleh pada Mba Sinta, memberi kode agar dia balik ke ruangan duluan.

"Aku tahu kakak lama tidak kembali ke sini karena apa," ucap Sarah langsung saat kami telah berada di dalam kamarnya yang berukuran 2x3 meter ini. Aku terhenyak mendengar ucapan Sarah. Ah, mungkin Azam yang cerita.

"Tahu apa, Sar?" tanyaku berpura-pura.

"Sarah berjalan menuju lemari pakaian yang berada di sudut kamar. Mengambil sebuah kotak dari kayu yang lumayan besar.

1
Afu Afu
jangan bucin alisha,buka hati buat yg lain percm menghro Azam istri nya jg SDH hmil apa yg mau km hrapkan ,plis deh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!