Mendadak Istri (Oh, Lilis)
...----------------...
"Apa kalian semua bodoh? Bagaimana bisa, bangunan hotel itu tiba-tiba roboh padahal baru memasuki tahap pembangunan lantai ke lima? Apa ada yang salah dengan kualitas bahan bangunan kita? Bukankah semua bahan dan material pembangunan sudah diperiksa dan masuk ke bagian quality control perusahaan kita, hah?"
Seorang laki-laki berteriak di depan beberapa orang yang tertunduk di hadapannya. Sorot matanya memancarkan aura kemarahan yang begitu mendominasi. Suaranya melengking tajam menusuk gendang telinga orang-orang seperti menganggap mereka tuli.
"Kenapa semuanya diam? Nggak ada yang bisa jelasin pada saya!" teriak lelaki yang bernama lengkap Liam Putra Pranaja itu lagi. Kedua mata yang biasanya terlihat teduh itu terlihat memerah ketika dirinya marah. Biasanya, Liam adalah orang yang ramah.
"Maaf, Pak. Kemungkinan besar faktor utamanya karena kualitas material kita yang tidak sesuai dengan sample sebelumnya yang diberikan kepada saya selaku pihak Site Engineer. Saya sudah mencoba untuk menghubungi Yuda selaku Kepala Quality Control kita. Namun, orangnya sedang mengajukan cuti dan berada di luar kota," jelas Diki—selaku Site Engineer di perusahaan Liam.
"Hubungi dia! Sambungkan panggilannya dengan saya!" titah Liam.
Diki terlihat kebingungan. Keringat dingin sudah mulai bercucuran. "Su—sudah saya coba, Pak. Tapi ... teleponnya tidak bisa dihubungi."
"Kenapa tidak cari tahu kepada keluarganya! Ada alamatnya, kan?" titah Liam lagi masih dengan nada tinggi.
"Sudah, Pak. Rumahnya kosong. Tetangganya juga tidak tahu ke mana Pak Yuda dan keluarganya pergi. "
"Apa?" Liam tersentak. Fisarat buruk mulai menghantui pikirannya. Apa jangan-jangan perusahaannya selama ini sudah merawat seorang koruptor?
"Kalau begitu namanya bukan cuti. Sudah jelas dia melakukan penggelapan dana lalu melarikan diri. Kamu itu bodoh atau gimana, sih? Kenapa nggak langsung lapor polisi?" Liam semakin geram. Hal itu membuat para pegawainya semakin menundukkan pandangan. Kecuali Diki yang memang merupakan pegawai sekaligus sahabatnya Liam. Lelaki itu sudah hafal dengan sifat tegas sahabatnya itu.
Sebenarnya, sikap Liam tidak sekasar itu. Hanya saja dia merasa emosi dengan perusahaan jasa konstruksinya yang terancam akan gulung tikar gara-gara masalah ini.
"Lapor polisi harus ada bukti yang cukup, Pak. Saat ini kita tidak punya bukti apa-apa," ujar Diki.
Liam mendengkus sambil melonggarkan dasinya. Sesak di dadanya membuat paru-parunya seolah kesulitan untuk menghirup pasokan oksigen di ruangan tertutup itu. Liam berusaha tetap waras dengan cara mengatur napas. Bagaimanapun, pegawainya juga sudah berusaha keras.
"Saya dan tim sedang berusaha untuk mengumpulkan bukti tersebut, Pak. Harap Bapak bersabar dan serahkan pada kami!" Diki berkata lagi sebelum Liam menanggapi.
Liam frustrasi. Otaknya seperti buntu untuk berpikir sesuatu. Proyek pembangunan hotel bintang tujuh itu adalah proyek terbesarnya tahun ini. Dia sudah mencurahkan segalanya pada proyek tersebut. Jika sampai gagal, perusahaannya akan rugi besar. Image perusahaannya akan coreng di mata investor. Jika seperti itu, perusahaan Liam pasti gulung tikar.
"Bagaimanapun caranya dia harus segera ditemukan. Si Yuda itu harus bertanggung jawab dengan kekacauan yang dia lakukan. Untuk selanjutnya kita akan mulai pembangunan dari awal lagi."
"Tapi, Pak. Kalau untuk membangun dari awal, sepertinya dana kita tidak akan mencukupi." Staf Akuntansi yang bernama Sisil ikut menginterupsi.
"Apa?" Liam mengernyit lalu menghela napas kasar. Perusahaannya benar-benar dalam masalah besar.
Liam pun beralih pada Diki. "Hubungi investor kita. Kita akan mengadakan rapat dadakan dengan mereka," titahnya pada sang asisten.
"Baik, Pak."
Keesokan harinya, Liam melakukan rapat bersama investor dari hotel yang dibangun oleh perusahaan konstruksinya. Sayangnya, rapat dadakan itu pun tak berhasil mendapatkan solusi, membuat Liam jadi tambah frustrasi. Pasalnya, pihak investor malah meminta dana mereka kembali jika proyek itu tidak bisa dilanjutkan lagi. Kepala Liam seolah mau pecah ditimpa masalah bertubi-tubi.
****
Seminggu berlalu tanpa hasil yang memuaskan. Masalah penggelapan dana di perusahaan Liam masih belum ada jalan keluar. Proyek pembangunan hotel pun akhirnya mangkrak tanpa ada penyelesaian. Pihak investor pun tidak mau tahu. Mereka ingin proyek itu selesai sesuai perjanjian atau proyek tersebut terpaksa dibatalkan.
Liam benar-benar terpuruk karena perusahaannya hampir bangkrut. Segala cara sudah Liam usahakan. Namun, semuanya butuh waktu yang panjang, sedangkan investor tak mau adanya penundaan.
Hal itu membuat sang kakek yang bernama Hadi Prakasa merasa prihatin dengan keadaan cucunya tersebut. Hadi sengaja mengunjungi sang cucu di rumah tinggalnya saat ini. Lelaki itu memang sudah lama mandiri, semenjak kedua orang tuanya tak bisa tinggal bersama lagi.
"Apa kakek yakin beliau mau membantu perusahaan aku?" Liam bertanya kepada kakeknya ketika sang kakek mengatakan jika ada seseorang yang berbaik hati hendak menyuntikkan dana untuk mengatasi masalah di perusahaan Liam.
"Masa kakek bohong sama kamu, Liam. Dia sendiri, kok, yang bilang begitu. Dia itu teman kakek. Orangnya terlampau kaya jadi dia suka bingung uangnya harus digunakan untuk apa. Mungkin dia mau invest sama kamu. Waktu kakek cerita tentang masalah di perusahaan kamu, dia langsung bilang mau nolong gitu. Mungkin dia mau kasih kamu kesempatan untuk membangkitkan bisnis kamu lagi. Katanya, dana yang mau dia berikan cukup besar, loh, Am. Tapi ada tapinya ...."
"Tapi apa?" Liam langsung memotong perkataan kakeknya . Kata pertentangan itu membuatnya sedikit resah. Kata-kata Hadi memang terdengar santai, alih-alih canggung dan kaku bersama sang cucu. Begitulah hubungan antara Liam dan kakeknya. Mereka lebih seperti teman walaupun perbedaan usia begitu menonjol dari keduanya.
"Dia mau ketemu sama kamu dahulu. Katanya ada syarat yang harus kamu lakukan untuk mendapatkan modal itu."
Kening Liam mengernyit diiringi kedua alisnya yang bertaut. "Syarat apa?" tanyanya bingung.
"Kakek nggak tahu. Sebaiknya kamu temui saja dia! Dia teman lama kakek. Namanya Wahyu Kalingga. Dia adalah pengusaha tambang dan perkebunan yang kaya raya. Sebulan yang lalu kita pernah ke rumahnya saat dia merayakan ulang tahunnya yang ke-65. Masih ingat?"
Liam sejenak berpikir lalu menganggukkan kepalanya. "Baiklah, nanti Liam ke sana," ujarnya kemudian. Meskipun masih bingung, tak ada salahnya untuk mencoba. Barangkali pengusaha itu adalah penyelamat perusahaannya.
***
Esoknya, Liam tiba di sebuah rumah mewah bergaya klasik modern yang terlihat megah. Beberapa pilar besar yang menopang di bagian depan membuat rumah itu terkesan gagah. Namun, kemegahan itu tak sebanding dengan kenyamanan yang layak untuk disebut rumah. Sama sekali tak ada aura kehangatan yang tercipta dalam bentuk keluarga. Rumah itu seperti tak bernyawa. Liam seperti melihat bayangan masa kecilnya ketika masih tinggal bersama kedua orang tuanya yang kini sudah berpisah.
Ketika Liam turun dari mobilnya, seorang penjaga langsung menghampiri Liam dan memberi hormat. Sepertinya dia sudah diberi mandat untuk menyambut Liam dan membawanya pada sang majikan.
"Selamat siang, Pak," sapa Liam ketika sudah bertemu dengan si empunya rumah yang bernama Wahyu Kalingga.
"Namamu Liam? Cucunya Hadi Prakasa?" tanya Wahyu.
Liam mengangguk. "Iya, Pak," jawabnya.
"Panggil saya 'kakek'!" titah Wahyu. Liam tersenyum pelik sambil meneguk ludahnya sendiri. Lelaki itu masih memprediksi kira-kira apa syarat yang akan diajukan lelaki tua ini.
"Baik, Kek ...." Terjeda sejenak. Liam menarik napas pendek sebelum dia mengutarakan niatnya datang ke rumah itu. "Saya akan langsung mengutarakan niat saya datang ke sini, Kek. Saya ... ke sini karena tertarik dengan tawaran Anda yang diceritakan oleh kakek saya," ujar Liam tak mau berbasa-basi. Dia memang orang yang tidak suka mengulur waktu.
Liam dan Wahyu berbincang di taman belakang. Wahyu mendengarkan perkataan Liam sambil melemparkan pakan ikan pada kolam yang berada di hadapannya. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas mendengar kejujuran Liam. Lelaki tua itu pun menarik pandangannya pada dari kolam dan beralih pada Liam.
"Saya sudah tahu," cetus Wahyu.
"Apa syarat yang Anda inginkan, agar Anda mau menolong perusahaan saya yang sedang krisis keuangan?" Liam semakin terbuka dan blak-blakan akan niatnya tersebut. Namun, senyuman Wahyu malah semakin mengembang.
"Nikahi cucu saya!" titah Wahyu yang membuat Liam sontak membeku.
...----------------...
Next 👉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Okta Liska
ceritanya awal aja udah seru
2024-08-08
1
Sophia Aya
mampir thor
2023-11-18
1
fhittriya nurunaja
lanjut
2023-11-16
1