NovelToon NovelToon
ARUNA

ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bund FF

Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.

Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.

Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.

Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.

Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ibu

"Ngapain Lo disini? Berduaan sama bokap gue lagi" bentak Mina yang sudah melotot pada Aruna.

"Cg, gue cuma ngirim barang" jawab Aruna malas.

Diapun berdiri, bersiap pergi karena terlalu lelah jika harus kembali berurusan dengan anak manja seperti Mina.

"Aku pergi dulu, om. Terimakasih sudah boleh berteduh disini" kata Aruna yang langsung melangkah menuju motor Tossa nya meski Kim belum mengizinkan.

Tapi tentu pria itu tak akan berani melarang karena bukan haknya juga. Selain itu, masih ada putrinya yang sedang merajuk.

Suara bising mesin motor yang Aruna kendarai perlahan menghilang. Pertanda jika gadis itu juga sudah jauh pergi.

"Papa ngapain sih sama anak miskin itu?" tanya Mina yang sudah sangat cemberut.

"Aruna maksud kamu?" tanya Kim.

"Iya, siapa lagi memangnya" jawab Mina masih sangat kesal.

"Kan dia sudah bilang kalau habis kirim barang. Tuh barangnya masih lengkap di tumpuk disana" jawab Kim dengan sabar.

"Pokoknya Mina sebel sama dia pa" ujar Mina sambil duduk di tempat Aruna tadi.

Lantas bercerita tentang kejadian di sekolahnya. Bagaimana Aruna telah memperlakukan nya dengan sangat tidak baik. Tentu dengan sedikit bumbu agar papanya ikut membenci Aruna, dan mengurangi bagian dimana Mina meminta ganti rugi.

Tapi apakah Mina bisa membuat papanya ikut membenci Aruna hanya dari cerita satu pihak saja?

...****************...

"Run, sini" teriak Marni begitu melihat Aruna pulang kerja malam ini.

"Iya budhe" kata Aruna yang sudah duduk di teras rumah Marni.

"Tadi ada dua guru dari sekolah kamu datang kesini. Budhe bilang saja kalau kamu belum pulang, ibu kamu juga sedang tidak dirumah tadi" kata Marni.

"Ngapain guruku ke sini, budhe?" tanya Aruna.

"Nggak bilang sih, Run. Cuma mereka bilang mau bertemu sama ibu kamu" kata Marni.

"Kamu nggak aneh-aneh kan di sekolah?" tanya Marni.

"Nggak sih, budhe. Kenapa ya kira-kira" kata Aruna heran, seingatnya Bu guru sudah menghukumnya saat berurusan dengan Mina. Apa iya masih berbuntut panjang?

"Ini ada surat panggilan buat ibu kamu. Tadi guru kamu nitip sama budhe" kata Marni.

Aruna mengambil surat itu. Lantas melihatnya tanpa mau membuka surat resmi yang di Staples dengan stempel resmi dari sekolahnya.

"Nanti kalau ibu pulang deh aku kasih" kata Aruna.

"Kamu sudah makan?" tanya Marni.

Aruna menggeleng.

"Ayo masuk ke rumah budhe. Tadi budhe masak opor ayam, pak dhemu itu kan nggak boleh makan makanan berminyak begitu, jadi kamu bisa bantuin budhe buat menghabiskan ya" kata Marni yang memang sengaja memasak untuk Aruna.

Aruna sangat senang, Marni memang sangat baik padanya.

...****************...

Yang sebenarnya terjadi, beberapa hari yang lalu saat Bu guru mendapati Aruna tertidur di kelas dengan luka di dahi dan badannya yang banyak luka memar, maka wali kelas Aruna mendatangi guru BP dan kepala sekolah untuk berembug.

"Ada apa Bu?" tanya guru BP yang heran karena Bu Ratna yang memintanya untuk hadir ke ruang kepala sekolah.

"Jadi begini pak, Bu" ujar Bu Ratna mengawali urusannya.

"Anak murid saya yang bernama Aruna, beberapa hari yang lalu dia ketahuan tidur di kelas. Dan saat saya coba membangunkan, dia seolah ketakutan dan melindungi diri dari suatu hal yang saya rasa membuatnya merasa takut" kata Bu Ratna menjelaskan.

"Dia sering sekali mengalami luka di tubuhnya. Seperti lebam, bahkan kemarin keningnya berdarah. Dan yang saya takutkan adalah, dia mengalami trauma dari orang di sekitarnya, pak" kata Bu Ratna yang diam-diam sangat perhatian kepada anak didiknya.

"Saya kira juga begitu, pak. Tadi dia bahkan berani membuang Mina ke tempat sampah karena dikatakan miskin" kata guru BP yang juga berurusan dengan Aruna pagi tadi.

"Dia juga kerja paruh waktu kan, Bu? Atau dia mendapatkan perlakuan buruk di tempat kerjanya ya?" tanya guru BP.

"Begini saja, kita lakukan kunjungan ke rumahnya bagaimana? Jika tidak bertemu dengan wali murid dari Aruna, kita kirim surat panggilan saja agar ibu atau ayahnya yang datang ke sekolah" kata pak kepala sekolah.

"Begitu lebih baik, pak. Biar saya bersama Bu Ratna saja yang ke rumah Aruna" kata guru BP yang diiyakan oleh kepala sekolah dan Bu Ratna.

...****************...

Malam ini terjadi lagi. Gedoran pintu di jam tiga pagi membuat Aruna bangun dengan kesal.

Setelah membuka pintu, bahkan dia bisa lihat Ibunya bergelayut manja di lengan pria yang datang dengan sebotol minuman di tangannya.

"Minggir Lo anak sial. Ngalangin jalan orang saja" kata Selly dengan pria yang menggerayangi bagian-bagian sensitif ibunya tanpa malu.

Darah Aruna terasa mendidih. Boleh saja ibunya bersikap liar di luar sana, tapi setidaknya jangan bawa kesialan itu masuk ke rumah kontrakan yang Mirna percayakan pada mereka.

"Bu, pergi kalau masih belum mau pulang. Jangan bawa orang asing masuk ke rumah ini" kata Aruna memberanikan diri.

"Diam lo anak sial. Jangan ikut campur urusan gue" kata ibunya yang bahkan sudah berani berbuat tidak senonoh di hadapan Aruna.

Ibunya bahkan membiarkan pria itu menjelajahi tubuhnya di depan mata Aruna.

Kejadian diluar nalar itu membuat Aruna menurunkan air matanya. Bukan karena risih, tapi tidak menyangka jika harga diri ibunya memang serendah itu.

"Ah, kalian berdua memang sialan" teriak Aruna yang sudah tak bisa membiarkan itu semua.

Tangan Aruna terulur untuk mengambil botol yang masih berisi sedikit minuman beralkohol dari tangan pria itu, lantas dengan sekuat tenaga memukulkan ke kepala pria itu hingga mengaduh kesakitan.

Pyar!

Suara pecahan botol membuat Selly terkejut dan mendapati pria itu memegangi kepalanya yang kesakitan

"Pergi kalian berdua dari rumah ini. Ibu pergi saja kalau belum mau pulang" teriak Aruna sambil memandangi ibu dan prianya.

"Lo memang anak sialan, anak tak berguna. Gue nyesel sudah membiarkan Lo hidup sampai hari ini. Kalau tahu Lo bakal nyusahin hidup gue, pasti sudah sejak orok gue mampusin" bentakan ibunya malam ini tak membuat Aruna merasakan takut lagi.

Gadis itu terlalu emosi saat tahu kalau ibunya benar-benar wanita murahan. Padahal selama ini Aruna masih berharap jika apa yang orang lain katakan tentang ibunya hanyalah kebohongan semata.

"Pergi, Bu! Jangan bikin aku marah dan bisa bunuh ibu dan orang sialan ini" ancam Aruna sambil mendorong ibunya hingga keluar rumah.

Lalu menutup pintu dan menguncinya meski ibunya terus menggedor dan berucap sumpah serapah hingga lelah.

Dan lama kelamaan sudah tak lagi terdengar umpatan itu. Rupanya ibunya sudah pergi sekalian membawa prianya.

"Lebih baik gue nggak punya ibu" gumam Aruna sambil membersihkan pecahan kaca dengan tangannya.

"Ah" keluh Aruna saat pecahan kecil dari botol kaca tadi membuat jarinya berdarah.

"Aahhh" geram Aruna yang masih emosi dengan alur hidupnya yang terlalu keras. Dengan pikiran panas, Aruna menggenggam pecahan botol itu sambil memejam.

Merasakan sensasi sakit yang dia harap bisa membawa penat dalam dadanya sedikit berkurang.

Tetesan darah yang turun dari telapak tangannya membuat Aruna menyudahi aksi bodoh itu.

Kini meninggalkan bekas yang sangat sakit padahal dia belum sepenuhnya membersihkan lantai ruang tamunya.

Setelahnya, Aruna mengucurkan air dari keran dapurnya agar bisa menghilangkan serpihan kaca yang masuk ke sela-sela kulit.

Saat dirasa sudah bersih, Aruna memilih untuk mandi saja agar nanti bisa segera berangkat ke sekolah.

Dan benar saja, masih terlalu pagi saat Aruna menapakkan kakinya di sekolah. Belum ada seorangpun murid yang datang, bahkan ruang kelasnya masih tertutup dan Aruna lah yang membukanya pagi ini.

"Kau tega sekali mempermainkan aku sekeras ini, Tuhan" baru kali ini Aruna terdengar mengeluh.

"Apa sebenarnya aku adalah reinkarnasi dari seorang penjahat di masa lalu?" gumamnya yang malah duduk di teras kelasnya.

Menutupi wajah kusutnya dengan tangan, Aruna menunduk agar tak ada yang melihatnya menangis.

"Run, tumben sudah sampai di sekolah?" tanya Ferdi mendekati sahabatnya yang menunduk, cowok itu yakin kalau Aruna menangis kali ini.

Duduk di sebelah Aruna, membiarkan Aruna lega dengan tangisan sebelum mendengar ceritanya.

"Tangan Lo kenapa?" tanya Ferdi begitu Aruna mau melihatnya.

"Coba gue lihat" kata Ferdi lantas mengambil tangan Aruna untuk ditelisik.

"Ada pecahan belingnya, Run. Pasti sakit banget ya makanya Lo nangis?" tanya Ferdi yang kini membuka tas, mengambil sesuatu dari dalamnya yang ternyata pinset.

Mengambil lagi telapak tangan Aruna dan mulai mengambil pecahan kaca yang tertancap disana.

Tanpa mereka sadari, Tyo yang merasa tak enak hati saat Ferdi berpegangan tangan dengan Aruna membuatnya mendekat meski mengendap agar tak ada yang tahu keberadaannya yang ingin menguping.

"Semalam ibu pulang sama orang lain, Fer" kata Aruna sembari membiarkan Ferdi mengambil pecahan kaca dengan pinset miliknya.

"Maksudnya?" tanya Ferdi yang masih sabar dengan urusan kaca.

"Pria itu bahkan berciuman dan berpelukan didepan mata gue dengan ibu, padahal ada gue disitu" kata Aruna yang nampak menangis.

"Gue marah, gue pecahin botol ke kepala pria itu. Dan gue usir saja ibu sekalian pria brengseknya" kata Aruna lirih, berharap tak ada yang mendengar.

"Terus mereka pergi?" tanya Ferdi.

Aruna mengangguk.

"Lo sudah benar. Nggak usah nangis lagi, ya. Pasti ibu Lo bakalan pulang sendiri, nggak usah dicari" kata Ferdi yang sudah menyelesaikan urusannya, tapi masih memastikan jika sudah tak ada lagi beling yang tertancap disana.

"Habis ini ke UKS, ya. Minta obat biar luka Lo nggak infeksi" kata Ferdi yang kini sudah melepaskan tangan Aruna. Lantas mengelap permukaan telapak tangan yang sedikit berdarah itu dengan jaketnya.

Ferdi yang sudah hafal tabiat sahabatnya itu hanya akan menjadi pendengar yang baik bagi Aruna. Memberi saran yang ringan karena tahu jika beban hidup sahabatnya ini sudah terlalu berat.

"Nanti pulang kerja mampir ke rumah gue, ya. Pesanan emak gue hari ini banyak, pasti banyak juga sisa kuenya. Biar nanti gue bungkusin buat Lo" kata Ferdi yang tahu jika Aruna suka sekali kue manis.

Tyo tak menyangka jika orang tua Aruna seperti itu. Tapi sungguh hal itu tak membuat Tyo ingin menjauhi Aruna.

Karena selama hidupnya, Tyo selalu dikelilingi oleh orang dengan pendidikan yang baik, tingkah laku yang baik, dan selalu diajarkan sesuatu yang baik pula.

Jadi, saat mendengar kisah hidup Aruna membuat Tyo penasaran dengan dunia luar. Tyo merasa jika selama ini hidupnya dibatasi tembok istana yang tak bisa dia buka seenaknya sendiri.

Kali ini, Tyo bertekad akan belajar tentang dunia luar melalui Aruna.

1
Azizah Hazli
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!