Trauma, Ex

Setelah dari pengadilan, Liam sengaja mengikuti mobil Flory. Dan dugaannya benar, Flory akan berjumpa dengan Hyun Jay.

Menyusup bukan hal yang sulit baginya, dahulu saat bersama teman satu gengnya, dia terbiasa melakukan itu. Dan tidak sia-sia barusan dia masuk ke dalam fitting room.

Liam melihat sendiri, jika Flory menyerah secara tersirat pada sentuhannya, desah itu, ekspresi candu itu, dan bagian tubuh yang seksi itu, Liam ingin memilikinya secara utuh.

Jemari yang beberapa waktu lalu menyentuh Flory, Liam ciumi sambil tersenyum. Jika bisa, dia tak perlu mencuci tangannya lagi.

Tangannya memutar setir, pria itu menggigit bibir bawahnya sambil mengeluarkan seringai bahagia. Dua hari lalu, King sahabatnya yang beritahu sebuah bocoran rahasia.

Bahwa, selama beberapa tahun terakhir, Flory menjadi pasien seorang psikolog bahkan sampai ke psikiater hanya demi mengobati gangguan kecemasannya.

Liam datangi seseorang untuk menemukan jawabannya. Seorang hacker yang bisa meretas data-data klinik yang menangani Flory.

Liam yakin, dokter jiwa atau psikolog mana pun takkan mungkin membocorkan rahasia pasien pada sembarang orang. Dari cara meretas, Liam tak perlu khawatir tentang informasi.

Alih-alih bahagia bersama Elang. Rupanya Flory jauh lebih menderita selama tak bersama dirinya, terutama soal seksualitas.

Selalu teringat Liam, dari kesakitan yang Liam berikan sampai rasa nikmat yang tak pernah bisa didapatkan dari Elang. Semua itu terjadi karena Flory masih terjerat masa lalu.

Liam bersyukur, meski sangat amat berisik dan menyebalkan, King sahabatnya selalu berikan hal terbaik untuknya. Terlebih, King sudah mendukungnya kembali pada Flory.

Ponsel hitam itu berdering, pria itu melirik ke layar ponsel yang terpasang pada dasbor mobil sportnya, ternyata Rey sang Ayah yang memanggilnya.

"Iya Pi..." Liam menggeser tombol terima, dia bicara sambil memainkan setir.

📞 "Billy mencoba bundir lagi," info Rey.

"Apa?" Liam terkejut hingga yang tadinya tersenyum, kini meredum. Berita yang selalu membuatnya muak, tapi juga iba.

📞 "Tapi Papi sudah urus mereka, tugas kamu cukup jaga cucu Papi saja."

"Hmm."

Liam lega, untuk pertama kalinya sang ayah yang biasanya acuh padanya, mau berdiri di sampingnya, mendukung dirinya, dan semua itu karena Maurin tentunya.

➿➿➿➿

^^^➿➿➿➿^^^

Malam kini larut, Flory harus menidurkan Maurin seperti biasanya, mendampingi sambil mengusap usap pipi gadis itu.

Namun, jika untuk pandangan, sedari tadi mata Flory hanya mengarah lurus dengan tatapan yang kosong melompong.

Lihat saja, Maurin sampai harus menepuk pipinya baru Flory tersadar sudah diam cukup lama dengan lamunannya. "Mom kok diem?"

Flory tertawa reflek. "Maaf Sayang, Mommy lagi banyak pikiran. Kerjaan Mommy terlalu banyak mungkin," kilahnya.

"Jadi kapan dong kita mai ke home Opa sama Oma sama Papap lagi?" tanya ulang Maurin untuk ke tiga kalinya ini.

Flory tahu, Maurin dalam hidupnya tak cukup banyak mengenal seseorang. Dirinya sering terkena alergi saat disentuh bagian tubuhnya.

Bisa dekat dengan keluarga Liam, tentu membuat anak itu bahagia. Sebelumnya, dia merasa aneh karena setiap bertemu orang baru, akan mengalami ruam parah.

"Maurin kangen siomay Oma," ucap Maurin yang membuat Flory tertawa ringan. "Masa kangen sama siomay nya sih, Sayang."

"Soalnya enak." Maurin juga tertawa.

Keduanya lekas berpelukan, mereka akan tidur bersama di selimut yang sama. Diam sejenak, lalu Maurin kembali bersuara.

"Mom..."

"Hmm?" Flory berikan kecupan di kening gadis itu.

"Tadi sole Maulin pamelin punya Papap sama Papi ke Acha loh." Tiba-tiba, wajah cantik Maurin berubah ekspresi, lebih emosional.

"Terus, kok sedih?"

"Acha bilang dia cuma punya satu Papap, tapi selalu ada." Maurin mencebik bibirnya yang bergetar sendu. "Maulin punya dua Papap sama Papi tapi nggak ada semua."

Flory berkaca-kaca, dia belai rambut ikal Maurin lalu memeluknya lebih erat. "Sabar Sayang. Nanti akan indah pada waktunya."

Tentu saja Flory yakin, jika ucapannya belum bisa dimengerti oleh putrinya. "Telepon Papap atau Papi, Maulin kangen," pinta Maurin.

"Ok."

Flory beranjak untuk duduk, dia meraih ponsel dari atas nakas. Dia akan telepon Elang yang sudah pasti sedang menunggu Maurin saat malam begini.

Namun, belum dia melayangkan panggilan, ponselnya sudah lebih dulu berdering. Maurin yang melihat itu, segera bertanya.

"Siapa?" Anak itu tak segan merebut ponsel ibunya. Dan dia bisa tahu siapa yang menelepon hanya dari foto profilnya saja.

"Papap!" Maurin sumringah. Segera Maurin geser tombol terima dan bersuara. "Pap!"

📞 "Hei princess!" Liam terdengar bahagia, Flory tahu karena Maurin menekan pengeras suaranya.

Maurin tertawa gemas. "Maulin balu ajah minta Mami telepon Papap," katanya.

📞 "Oya?"

Maurin mengangguk lucu. "Ayok celitain hali ini Papap ke mana ajah?" tanyanya.

📞 "Papa lumayan sibuk. Papa ketemu Mami, di suatu tempat. Maaf ya, Papa nggak ajak Maurin."

Flory berekspresi kesal, Liam pasti sengaja mengingatkan dirinya tentang kejadian siang tadi. Yang bahkan tak bisa dia lupakan seharian ini.

Hyun Jay saja sampai kesal, karena dirinya menjadi pendiam setelah mencoba gaun pengantinnya yang baru. Sentuhan Liam masih teramat candu, sayangnya luka yang Liam tancapkan sudah teramat parah.

Tidak mudah baginya memberikan lagi kesempatan, setelah apa yang Liam buat di masa lalu, yah, kali ini luka Flory terlalu dalam dan cukup membekas.

"Nggak apa-apa deh, tapi besok antal Maulin ke sekolah balu Maulin ya."

📞 "Boleh, Papa pasti datang."

Maurin bersorak. "Yeay, makasih Pap!"

📞 "Kembali kasih Cantik." Flory menerima sodoran telepon dari putrinya. "Sudah, Maulin mau bobo."

Flory mengelus kepala putrinya. "Bobok Sayang, jangan lupa berdoa dulu."

Liam terdengar tertawa mendengar suara Maurin saat berdoa sebelum tidur.

📞 "Pintar anak Papa ya..."

Liam tak heran, karena Maurin pasti belajar doa-doa dari istri sepupu Flory, anak tiri Papi Rey sendiri, yaitu Aisha Humaira anak dari ibu tiri Liam.

Maurin tak susah untuk tidur, asal sudah bicara dengan ayahnya. Walau dalam batin, Maurin juga mau Elang bicara padanya malam ini, tapi, biar saja besok lagi, dia akan minta itu pada ibunya.

Flory menyelimuti putrinya, dia keluar dari kamar. Terdiam di balkon, dan panggilan Liam yang sempat dia matikan sepihak kini dia angkat kembali. "Apa lagi, Maurin sudah tidur."

📞 "Sekarang giliran Maminya. Mau sambung yang terputus tadi siang."

Flory betah mendengar suara itu, Liam seksi saat bicara di telepon. Dan inilah hal yang amat Flory benci, dia harus diam meski ingin sekali me-reject panggilan Liam Bagaskara.

📞 "Aku serius mau melamar mu, Flo. Jangan terus hindari aku, menikahi pria lain, tidak menjamin kebahagiaan mu. Bukan mereka masalah mu, tapi hubungan kita yang belum usai dan harus kita lanjutkan lagi."

Flory terdiam memerangi batinnya sendiri.

📞 "Kalau kemarin aku bajingan, biarkan bajingan ini menyembuhkan lukamu."