Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelang itu...
Sepeninggalan Ellara, ketiga teman teman Gavin datang di sana.
“Kenapa tuh muka? Kayak habis makan sayur yang rasanya hambar” ujar Aiden yang langsung di angguki oleh Ethan dan Lucas.
Gavin menghela nafas kasar. Ketiga teman temannya duduk di bangku panjang, berhadapan dengan Gavin.
“Ellara baru saja keluar, apa yang kamu katakan padanya?” tanya Lucas dengan suara rendah. Dari mereka berempat, Gavin dan Lucas memiliki beberapa kesamaan. Mereka berdua jarang bicara, jarang tersenyum dan selalu serius. Otak mereka juga hampir sama, sama sama pintar.
“Tidak ada” jawab Gavin singkat. Dia tidak mau bercerita pada teman temannya.
“Ayolah Vin, tidak mungkin tidak ada apa apa, biasanya setelah melihat Ellara kamu terlihat senang, tersenyum walau hanya sedikit saja” timpal Aiden yang merasa heran sendiri.
“Aku hanya berpikir, Ellara terlalu tertutup, kenapa ya? Semua tentangnya seperti sangat sulit di tembus. Bahkan hatinya yang keras itu sulit sekali di taklukin. Terhitung hampir dua tahun aku mengejarnya, tapi kenapa masih sama saja? Apa aku tidak tampan?” wajahnya sangat serius. Dia mengeluarkan semua yang ada dalam hatinya. Pertanyaan yang selalu ada di benaknya jika usai bicara atau hanya basa basi dengan Ellara.
“Pftttttttt” Aiden dan Ethan secara spontan menahan tawa mereka. Sungguh, ini sangat lucu. Jarang jarang Gavin bercerita tentang isi hatinya. Eh, saat cerita malah terkesan sangat lucu menurut mereka.
“kenapa kalian berdua tertawa? Memang benarkan?”
“Serius kamu ngejar? Perasaan selama ini hanya mantau deh, kalaupun dekat, itu seperti tidak ada menariknya sama sekali. Terlalu kaku, bukan ngejar itu namanya!” Lucas yang biasanya menjadi pendengar di antara mereka kini mulai buka suara. Cara bicaranya sangat datar, seolah tengah memberi materi.
Aiden, Gavin dan Ethan langsung melihat ke arahnya.
“Nah, aku setuju dengan apa yang di katakan Lucas” timpal Aiden sembari mengangguk kepala pertanda dia sependapat dengan Lucas.
“Begini Vin” sambungnya sangat serius.
“menurut yang aku tahu, ada dua cara untuk menaklukkan cewek yang kita incar”
“Apa itu?” tanya Ethan yang juga penasaran. Ke empat orang itu terlihat sangat serius seperti sedang melakukan belajar kelompok.
“yang pertama, tarik ulur. Dan yang kedua, kejar sampai dapat, paksa dan selalu ngintilin tuh si Ellaranya!”
Plakkk
Seketika bahu Aiden kena tampol dari tangan kekar Gavin.
“Ngintilin? Kamu lupa apa yang aku dapat saat awal nge'dekatin dia? Aku selalu ngintilin dia tapi sama saja, malah dia marah marah nggak jelas.”
“Nah, justru karena itu! Kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan. Lihat Arkana, dia secara ugal ugalan ngejar Ellara. Dia tidak peduli walau kadang apa yang dia lakukan membuat Ellara risih, mencoba dan terus mencoba, lama lama Ellara akan terbiasa dengan kehadirannya. Kalau untuk tarik ulur, rasanya itu tidak cocok untuk kategori gadis cuek seperti Ellara deh, mending kamu pepet terus, tunjukan sikap dominan kamu padanya, jangan hanya di tunjukan pada orang lain, pada Ellara malah terkesan lemah. Saran aku mah gitu ya, keburu duluan Arkana deh Vin” Tidak di ragukan lagi, jejak Aiden yang sedikit playboy ternyata ada gunanya. Dia memberi saran itu dengan wajah yang sangat serius.
Untuk teori percintaan, bisa di bilang itu adalah ranahnya.
Lucas mengangguk pelan “itu yang aku maksud. Kamu selama ini bukan masuk dalam kategori kejar, memang cara kamu terlihat berbeda. Membantunya dengan hal yang tak biasa. Kamu selalu ada untuknya, mendukungnya secara sembunyi sembunyi. Tapi Gavin, kalau begini terus rasanya percuma. Effort kamu itu tidak lebih dari stalker penuh obsesi. Menghapus jejak cctv agar tidak ada yang tahu kalau Ellara selalu bolos, membelanya terus menerus di depan guru guru, Ellara mana tahu soal itu. Terkadang, apa yang kamu lakukan melanggar privasinya. Kamu meretas ponsel dia, tapi tidak ada hasilnya kan? Mungkin Ellara tahu, dan mungkin karena itu dia tidak selalu membawa ponselnya kemana mana. Kamu pasti paham maksudku Gavin, berhenti hanya menjadi pemantau, mulai mengejar dia dan ya, seperti apa yang di katakan Aiden, awas keduluan Arka nanti!” Sambung Lucas. Mungkin ini adalah pertama kalinya dia mengeluarkan kalimat panjang. Dan lebih parahnya lagi, kalimat panjang yang dia keluarkan hanya untuk memberi wewenang pada Gavin.
“Aku akan coba” panjang lebar mereka berbicara, hanya itu yang Gavin tanggapi. Tapi tidak apa, setidaknya jawaban yang keluar dari mulut pria itu tidak buruk. Mereka berempat kembali diam. Lucas sudah mulai bekerja dengan laptopnya. Sementara Ethan dan Aiden, mereka pasti sudah Game.
.
.
.
“Oh iya Vin, kamu sama gadis tadi?” tanya Ethan. Dia sudah menyimpan pertanyaan itu sudah sejak tadi, baru kesampaian sekarang.
Gavin menghela nafas panjang. Benar juga, dia baru mengingat Melody. Andai Ethan tidak bicara tentangnya, mungkin Gavin melupakan gadis itu.
“Dia Ara..” ujarnya pelan.
“APA?” spontan, baik Aiden, Lucas dan Ethan melonjak kaget. Mereka yang tadi fokus dengan tablet dan laptop kini berhenti sejenak. Menyimpan semua itu, dan menatap Gavin tidak percaya.
“hahahhah, yang benar saja? Bagaimana bisa kamu tahu kalau itu adalah Ara mu? Kok aku nggak yakin ya?” ujar Lucas dengan nada datar. Entah kenapa, dia tidak pernah suka melihat Melody sejak tadi.
“Nah, iya Vin. Kok kamu bisa tahu kalau dia Ara? Bukankah namanya Melody? Kenapa jadi Ara? Satu lagi, emang kamu sudah ingat tentang dia?” berentet pertanyaan keluar dari mulut Ethan. Gavin menggeleng pelan, membuat mereka menarik alis lantaran bingung.
“terus, kalau belum ingat, kenapa bisa kamu menarik kesimpulan kalau dia Ara? Aneh” Ujar Aiden dengan tangan memegang kening, berpikir keras dengan hal aneh bin ajaib yang Gavin ceritakan.
Gavin mengeluarkan ponselnya. Membuka Galeri.
“Lihat ini” ujarnya sambil menunjukan sebuah foto pada mereka. Mereka bertiga melihat foto itu, kemudian melihat Gavin.
“Ini gelang yang kamu ceritakan itu, kenapa memangnya?”
“Nah, gelang ini ada padanya!” jawab Gavin.
“Tadi di UKS....” Gavin mulai bercerita tentang di uks tadi.
...----------------...
Flashback....
Melihat gelang yang begitu familiar di tangan Melody, Gavin tertegun. Seketika, kepalanya merasakan sakit yang luar biasa karena berusaha mengingat tentang gelang itu. Dia keluar, menuju toilet. Disana dia membuka ponsel, melihat foto gelang yang begitu berharga di galerinya.
Sebuah hal spesial di masa lalu pria itu.
“Ara?” Gavin juga membaca tulisan tangan dari kertas yang juga dia abadikan di galeri ponsel.
“Jadi, dia gadis yang aku cari? Tapi kenapa rasanya asing? Ya walau aku tidak lagi mengingat setiap memory yang kami lewati, tapi setiap menyebut nama itu, hatiku selalu bergetar, tapi kenapa tidak saat ini?” guman Gavin.
Dia kembali ke UKS, di sana masih ada ibu Sri yang mengobrol dengan Melody. Gadis cantik itu sudah sadar dari pingsannya. Melihat Gavin masuk, senyum lembut Melody menyapanya.
“Sudah baikkan?” tanya pria itu. Melody mengangguk kikuk. Karena sudah agak baikkan, ibu Sri keluar dari UKS.
Tersisa Gavin dan Melody berdua. Gavin belum berani bicara, ruangan itu terasa amat sunyi. Hanya detak nafas keduanya yang terdengar.
“kak”
“Ara..” secara bersamaan, mereka berdua hendak bicara. Mendengar nama itu, Melody melihat ke arah Gavin dengan tatapan yang sulit di artikan.
“kakak kenapa bisa tahu nama panggilanku itu? Biasanya hanya mama yang memanggil ku Ara” tanya Melody dengan suara tertahan.
Gavin terdiam. Mendengar Melody yang seolah mengakui nama itu, membuat Gavin tidak kuasa hendak bicara apa lagi.
“Gelang itu..”
“aku tahu kak Gavin pasti akan ingat tentang gelang ini. Gelang ini punya banyak kenangan istimewa di masa kecilku kak, ada orang yang memberinya padaku. Tapi aku sempat tidak percaya tadi, bahwa orang itu sepertinya melupakanku” ujar Melody dengan nada sendu. Tapi setelahnya, dia kembali tersenyum lembut.
“kakak lupa padaku?” tanya Melody lagi sambil memegang tangan Gavin.
Gavin kembali membisu. Memang dia lupa, gelang itu saja yang dia ingat, beserta tulisan tangan Ara kecil yang dia abadikan.
“Kamu Ara?” masih tidak percaya, Gavin bertanya sekali lagi. Melody mengangguk pelan.
“nama lengkap saya, Melody Arabelle Copper” ujarnya.
“Copper? Bukankah itu nama belakang Ellara?” tanya Gavin yang semakin di buat bingung.
“Iya, aku adiknya kak Ellara. Beda ibu tapi” jelas Melody. Gavin mengangguk. Mereka terlihat mulai akrab, sampai Gavin mengajak Melody ke kantin setelahnya.
Flasback off.
“Jadi begitu!” ujar Gavin menyelesaikan penjelasannya.
“wuah kebetulan sekali ya” timpal Lucas terdengar tidak suka. Dia kembali ke layar laptopnya.
“jadi, harusnya kamu kejar Melody aja sekarang. Lagian, dia cantik” Ethan bersuara.
“Cantik sih iya, tapi saya berada di pihak Ellara” bukan Gavin, tapi Lucas lagi dan lagi menimpali.
Mereka bertiga membahas hal lain, sampai ketinggalan kelas selanjutnya, walau memang tidak ada guru yang masuk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.