Aku yang dikhianati sahabat dan suamiku kembali ke masa lalu. Aku tidak ingin memiliki hubungan apapun dengan mereka lagi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sia Masya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27(Pov Dinda)
Kami berempat kembali ke kelas bersama-sama.
"Tumben Leo kamu mau ke kantin?" Tanya Sita penasaran. Sebenarnya ia ingin menanyakan di kantin, hanya saja semua anak memperhatikan kami dengan pandangan sinis. Jadinya malah makan nggak nyaman, bicara pun sama.
"Kan yang ngajakin aku kalian."
"Tapi kamu menolak. Lagian bukan kami yang mau. Dinda yang pengen ngajak kamu." Kata Loly.
"Ngomong-ngomong anak-anak tadi pada kenapa sih. Kerjaan mereka cuma liatin meja kita terus. Hilang deh nafsu makanku. Mereka tahu nggak sih kalau kita risih di lihatin begitu." Kata Sita tidak senang.
"Mereka bukan menatap kita, tapi Leo." Kata Loly. Aku melihat Leo yang hanya diam dan tidak begitu peduli. Segitu tidak sukanya mereka sama Leo.
Kami tiba di depan kelas di saat lonceng tanda berakhirnya istirahat jam pertama berbunyi.
Bu Intan masuk ke dalam kelas dan menyuruh kami untuk mengumpulkan tugas bahasa Inggris. Siswa yang tidak mengerjakan nya mendapat hukuman berdiri di depan kelas dengan satu kaki selama jam pelajaran. Yang membuat terkejut seisi kelas ialah dimana Leo ikut mengumpulkan tugasnya. Biasanya dia akan tidur disaat anak-anak lain mengumpulkan tugas mereka. Sungguh sebuah keajaiban. Tapi syukurlah jika dia berubah. Bukankah ini hal yang bagus.
Di saat bu Intan menjelaskan materi di depan, aku merasa seperti sedang diperhatikan Leo. Aku melihat sekilas bahwa tatapan nya itu memiliki makna lain. Bahkan sebutir air mata terlihat jelas mengalir di pipi. Dia segera memalingkan wajahnya dan mengurung di bawah kedua lengannya. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?
Pada jam istirahat ketiga, saat akan menuju kantin, aku melihat Leo yang berjalan ke arah taman belakang. Aku menyusulnya karena ingin menanyakan perihal dirinya yang menangis. Mungkin saja dia memiliki masalah di keluarga nya dan berusaha menutup diri. Namun saat tiba di taman aku tidak dapat menemukan Leo. Aku mencarinya di sekitar berharap menemukan jejaknya. Aku terkejut saat seseorang menarik tubuhku ke samping dan memelukku dengan erat. Aku berusaha melepaskan pelukan itu, namun tenaganya bahkan lebih besar dari ku.
"Maaf...,maaf. Aku minta maaf." Suara Leo bergetar. Aku dapat merasakan air matanya yang membasahi pundakku. Aku nggak mengerti sebenarnya apa yang terjadi padanya. Apa yang membuatnya begitu sedih. Aku mengelus punggungnya membiarkan dia meluapkan segala emosi nya.
"Kamu kenapa?" Tanyaku dengan hati-hati.
Leo segera melepaskan pelukkan nya, mungkin dia baru menyadari kalau sedang memelukku.
"Aku nggak sengaja, maaf."
"Nggak apa-apa kok. Jika kamu ada masalah kamu boleh cerita."
"Bukan apa-apa. Aku hanya merindukan seseorang. Aku minta maaf karena membuatmu nggak nyaman." Leo menyeka air mata di pipinya. Ia mengatur napasnya agar kembali normal.
"Aku yakin kamu pasti punya masalah. Hanya saja kamu nggak mau cerita kan. Tapi aku nggak bakalan memaksamu."
"Beneran. Aku nggak bohong. Ini karena aku merindukan seseorang dan tanpa sengaja aku melampiaskan nya ke kamu."
"Kamu nggak perlu sungkan sama aku. Kita kan teman."
"Memangnya kamu mau berteman dengan orang seperti aku?"
"Apa masalahnya? Jangan pernah meremehkan dirimu sendiri, oke. Kamu juga berhak untuk berteman dengan semua orang. Buat mereka yang selalu menghina mu, mereka itu hanyalah sampah yang nggak selevel sama kamu."
Leo tertawa mendengar perkataanku.
"Aku serius mengatakannya. Kamu malah ketawa." Aku sedikit kesal.
"Maaf... maaf. Ini spontan saja. Aku nggak bermaksud kok. Tapi kata-kata mu barusan lumayan berani juga. Jika mereka mendengar mu bisa-bisa kamu dilabrak oleh mereka."
"Biarin, aku nggak takut."
"Kamu memang nggak perlu takut, karena aku akan melindungi mu jika mereka melakukan hal itu. Jadi kita beneran teman nih?"
"Iya. Jika kamu butuh bantuan ku katakan saja."
"Benarkah. Apapun itu?"
"Apapun itu, asal bukan hal yang aneh-aneh."
"Baiklah. Ngomong-ngomong ada perlu apa kamu mengikuti ku?"
"Aku mengikuti mu karena khawatir. Aku melihatmu menangis tadi makanya aku ikuti kamu ke sini. Tapi bukankah kita impas, kamu pernah memergoki ku sedang menangis dan sekarang kamu yang aku pergoki."
"Hahaha, baiklah. Aku anggap impas. Makasih ya karena sudah peduli sama aku." Aku menganggukkan kepalaku dan tersenyum padanya.
"Kalau gitu aku balik duluan ke kelas ya." Aku pergi meninggalkan Leo seorang diri di taman itu.
Aku segera menemui Sita dan Loly yang sedang asik ngerumpi dengan anak-anak lain.
"Kamu dari mana?" Tanya Sita saat aku bergabung dan duduk di samping nya.
"Aku ada urusan."
"Pasti ketemuan sama cowok." Sontak anak-anak bersorak padaku setelah mendengar perkataan Loly. "Ciecieeeeee"
"Nggak ada. Aku memang ada urusan di luar, nggak ketemu sama siapa-siapa."
"Eh Dinda, kamu sedang apa sama Leo di taman belakang?" Tanya Amar yang baru saja masuk ke kelas dalam kelas.
"Leo? Dinda sudah pandai merahasiakan hubungan nya. Barusan bilang nggak ketemu siapa-siapa, tapi ternyata sama Leo. Dinda, apa jangan-jangan kamu sama Leo..." Loly menggodaku.
"Jangan mikir yang aneh-aneh." Aku mematikan api semangatnya itu.
"Ya tadi aku memang bertemu dengannya dan kami membahas hal lain, bukan seperti yang kalian pikirkan. Jadi jangan salah paham."
"Kami nggak percaya."
"Terserah kalian mau percaya atau tidak."
"Benar kata Dinda, kami nggak ada hubungan apa-apa, jadi kalian jangan berasumsi yang tidak-tidak." Kata Leo yang mungkin mendengar pembicaraan kami. Leo berjalan ke mejanya dengan wajah yang dingin. Seperti biasa, ia mengambil posisi tidur di mejanya. Berkat kedatangan Leo, anak-anak mulai berhenti menggosip tentang kami berdua.
ansk perempuan klu pacaran RUSAKKKK.