Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 32
j(Masih flashback)
KREK!
"Arrgghh!' Brigitta menjerit, ketika tangannya patah.
Sebuah sorot mata tajam menembus retinanya. Brigitta terpaku. Gadis kecil kurus itu hanya sekali hentakan, mampu mematahkan tulangnya.
Tiba-tiba gadis kecil itu bergerak memutar. Sebuah tendangan telak mengenai perut rata Brigitta hingga ia terpental cukup jauh.
Saidah menatap putri angkatnya. Teringat pesan suaminya. Agar, ia selalu menjaga emosi Aira.
"Nak ... sini, Nak. Ibu takut," ujar lirih Saidah memanggil gadis kecilnya.
Aira menoleh. Netra tajam itu berubah lembut dan berkaca-kaca. Aira berlari kepelukan Saidah. Terdengar bunyi sirine dari kejauhan.
Brigitta yang mengerang sakit, berusaha berdiri. Sedangkan empat anak buahnya juga telah tumbang, dikalahkan oleh dua pemuda itu.
'Tidak. Aku tidak boleh tertangkap. Aku harus keluar dari sini!' Brigitta mulai panik. Netranya memindai kesana-kemari.
Dia melihat salah seorang anak buahnya hendak bangkit secara diam-diam dan melarikan diri.
"Hei kau Bono!" Teriaknya memanggil pria itu.
Penjahat itu menoleh, berikut dua pemuda yang telah mengalahkannya. Melihat semua perhatian teralih. Brigitta bergegas berdiri dan berlari ke belakang Saidah yang memeluk Aira.
Tangan Brigitta membekap leher Saidah hingga Aira terlepas dari pelukan wanita itu. Brigitta menyeret Saidah ke arah pintu.
"Lepaskan Ibuku!" Teriak Andreas.
Indra bergerak maju. Brigitta mengeraskan cengkraman pada leher Saidah.
"Berhenti! Atau kupatahkan leher ibumu!" Ancam Brigitta.
Dua mobil polisi datang. Empat orang pria berseragam keluar dari masing-masing mobil. Dua orang mengerahkan senjata. Sedang dua lagi membekuk empat penjahat.
Brigitta yakin, apapun yang ia lakukan pasti akan tertangkap. Sebelah tangannya yang bebas merogoh saku. Ia meraba benda pipih di sakunya. Dengan penuh keyakinan, ia memencet satu angka di sana.
Burhan datang membawa satu pleton polisi membawa persenjataan lengkap.
"Nak, kalian segera menyingkir lah dari sini. Indra bawa semua pelayan keluar, dan kau Andreas bawa adikmu Aira!" Perintah Burhan penuh ketegasan dan langsung dituruti dua anak remaja itu.
Andreas langsung memeluk Aira. Tapi, gadis kecil itu menolak.
"Ibu ... Ibu ...," Rengeknya.
"Ibu akan selamat sayang. Ada Ayah di sini, kau ikut dengan kakakmu ya?!" Perintah Burhan kepada gadis kecil yang hendak diajak Andreas.
Aira menggeleng. Belum lima menit terdengar suara tembakan.
"Aakh!" Salah satu penjahat tertembak tepat di dada.
Semua teralih.. Brigitta langsung menarik Saidah keluar dari rumah.
"Semuanya menyebar!" Teriak Burhan memberi perintah pada anak buahnya.
Tiba-tiba puluhan orang berpakaian hitam-hitam datang merangsek. Andreas belum sempat menyelamatkan Aira, harus bertarung menyelamatkan diri.
Sedangkan mata Aira hanya fokus pada satu orang, yaitu perempuan yang menyandera ibunya.
Gadis kecil itu melangkah dengan sorot mata tajam. Burhan melihat itu. Pria itu masih berteriak memanggil gadis kecilnya.
Satu penjahat menyerang dengan sebuah tendangan pada sang gadis. Aira bisa menangkis serangan itu, dengan menangkap kaki penyerang. Dengan gerakan melompat sambil memegang kaki lawan. Aira melakukan gerakan putar di udara.
KREK!
"Arrrghh!" Teriak penjahat yang kakinya dipegang Aira.
Burhan was-was. Ia sangat tahu betul bagaimana kekuatan gadis kecil itu. Saat itu tanpa sengaja Aira mematahkan kayu besar hanya sekali pukul, padahal usianya baru menginjak lima tahun. Dari saat itulah ia melatih bela diri pada gadis kecilnya. Dengan tujuan agar Aira bisa mengalihkan semua kekuatannya.
Entah karena bakat atau titisan. Aira bisa menguasai bela diri tingkat tinggi hanya dalam kurun dua tahun berlatih. Bahkan, gadis kecil itu bisa mengalahkan pria yang memiliki kekuatan lebih di atasnya.
Tiba-tiba datang segerombolan orang membantu pihak kepolisian. Brigitta mulai terdesak. Ia masih menyandera Saidah di tangannya.
Aira terus maju mengincarnya. Pertempuran berlangsung sengit. Burhan menyuruh anak buahnya menurunkan senjata agar tidak ada korban salah tembak, atau peluru nyasar.
Brigitta mendapat serangan dari seorang pria. Saidah terlepas. Menyadari hal itu Burhan langsung menarik Saidah. Tapi, gerakan cepat Burhan kalah dengan Brigitta yang langsung menarik istri kepala polisi itu dalam dekapannya.
"Berhenti di sana, jika tidak ...,"
"Hiiiaaa!" Aira melompat menyerang Brigitta.
Kakinya mendarat sempurna di kepala Brigitta hingga wanita itu terjatuh cengkraman tangannya di leher Saidah terlepas.
Saidah langsung berlari menjauh. Brigitta yang jatuh dan pusing masih melakukan jegalan pada kaki Saidah, hingga terjatuh.
Burhan langsung mengamankan Aira. Gadis kecil itu ia lemparkan kepada salah satu anak buahnya yang langsung ditangkap.
"Bawa dia menjauh!" Titahnya.
"Serang, pria yang membawa anak itu. Bunuh jika perlu!" Teriak Brigitta.
Brigitta melepas tembakan. Terdengar letusan senjata berkali-kali dan tepat pada dada Burhan. Burhan roboh. Beruntung peluru itu tidak menembus dadanya, karena pria itu mengenakan rompi anti peluru.
Tapi mendapat serentetan senjata, tentu mampu membuatnya sakit. Sekelebat sosok pria langsung menendang tangan Brigitta yang memegang pistol.
Anak buah Brigitta langsung menamengi wanita itu dari serangan. Terjadi perkelahian sengit.
Anak buah Burhan mulai kualahan melawan para penjahat yang mulai banyak berdatangan.
Melihat kekurangan pasukan. Burhan melakukan panggilan darurat. Ia meminta sepuluh kompi pasukan untuk membantunya.
Aira terlepas dari gendongan. Netranya berkeliling mencari ibunya. Ia melihat ibunya tengah diseret oleh penjahat.
Dengan berlari, ia melakukan serangan pada penjahat yang menyeret ibunya. Gadis kecil itu terus menyerang membabi buta.
Tak sedikit penjahat bertumbangan meregang nyawa di tangannya. Aira seperti kesetanan. Ia terus menendang, memukul juga meninju dengan sepenuh tenaganya.
Burhan meneriakinya. Sepasang netra hanya menatap tubuh gadis kecil itu dengan penuh kerinduan dan kesedihan.
Bantuan datang. Semua penjahat diringkus. Namun di saat-saat terakhir. Ketika Aira hendak menyerang. Tiba-tiba penjahat itu, mengambil tubuh Saidah yang lemas dan melemparkannya pada Aira.
Buk!
"Aargg!" Teriak Saidah kesakitan. Ia muntah darah.
Dor!
Penjahat itu ambruk dengan peluru bersarang di kepalanya.
"Ibuuu!" Teriak Aira.
"Ibu ... huuu ... uuu!" Aira langsung merangkul Saidah.
Semua penjahat dapat dilumpuhkan. Sayang, Brigitta berhasil melarikan diri. Burhan menatap nanar istrinya yang meregang nyawa.
"Aira ... membunuh Ibu ...," ucapan lirih ketakutan menusuk hati siapapun mendengarnya.
Saidah menggeleng, "Tidak, Nak. Kamu bukan pembunuh ...."
Saidah mengelus penuh kasih sayang rambut Aira.
"Tatap, mata Ibu, Nak," titah Saidah lirih.
Aira menatap netra lembut ibu angkatnya. Darah mengalir dari mulut Saidah. Aira menangis dalam diam. Nampak binar ketakutan di mata jernih gadis kecil itu.
"Dengarkan, Ibu, sayang. Kau bukan pembunuh. Kau adalah malaikat Ibu, kau menolong Ibu. Penjahat itu yang telah melukai Ibu, Sayang," ujar Saidah lembut terus memberi pengertian.
Aira menggeleng, "Tapi, Aira yang memukul Ibu."
Saidah lagi-lagi menggeleng, "Penjahat itu yang membuat Aira tak sengaja memukul Ibu."
"Sayangku ... Permata hati Ibu, dengarkan Ibu ... uhuk!" Saidah menahan seluruh kesaktiannya. Ia tahu waktunya tak akan lama.
"Ibu ... Ibuuuu ... huuui!' Aira terus menangis.
"Sayang, dengarkan Ibu, sayang!" Saidah terus meyakinkan putrinya.
"Dengarkanlah putri kesayanganku. Kau lah malaikat Ibu. Kau bukan pembunuh. Untuk itu. Janganlah kau pakai kekuatanmu jika kau tidak ingin melukai orang yang kau cinta," pesan Saidah.
"Apa kau mau berjanji, Nak?" Pinta Saidah lagi.
Aira mengangguk. "Ibu pegang janjimu, jaga Ayah dan dua abang-abang mu ya. Ibu pergi. Assalamualaikum," lanjut Saidah.
"Aira janji, Bu. Wa'alaikum salam," cicit Aira lirih.
Saidah menghembuskan napas terakhirnya. Melihat tubuh ibunya terkulai lemas. Aira mengerti jika ibu yang disayangi dan menyayanginya telah pergi selamanya.
"IBUUUU ... JANGAN PERGI!' teriak Aira.
"AIRA SAMA SIAPA JIKA IBU PERGII ... IBUUU!" jerit tangis Aira pecah.
Burhan langsung memeluk gadis kecilnya. Aira berontak.
"Ada Ayah, sayang. Ayah ada di sini," ujar Burhan menahan semua kesedihan.
Ia menatap nanar jasad istrinya.
"Aira yang bunuh Ibu. Aira yang mukul Ibu!" Teriak Aira lagi.
"Aira cukup!" Sergah Burhan tegas.
Aira bungkam mendengar ucapan Burhan yang tegas padanya.
"Dengarkan Ayah. Bukan kamu yang bunuh Ibu!" Ujar Burhan lagi.
Burhan menyibak pakaian Saidah. Terlihat perutnya yang putih.
"Lihat! Jika kau memang memukul Ibumu. Perut Ibumu pasti hancur dan terluka!" Lanjut Burhan.
Ya, pria itu melihat jika Aira masih sempat menghindarkan pukulannya kesamping, hingga tak mengenai tubuh istrinya.
Aira masih terisak. "Ibuu ... Aira ingin ikut Ibu ...."
"Dulu Aira lihat Mommy ditembaki wanita itu. Aira nggak punya Ibu lagi ...," Aira mengingat kisah pilu masa itu.
Burhan memeluk tubuh gadis kecilnya. Ia sangat tahu bagaimana trauma Aira melalui hari-harinya.
Sepasang mata menatap nanar. Sungguh, ia ingin berhambur memeluk gadis kecil itu. Tapi, ia tahan. Dengan bergegas, ia melesat keluar.
Aira jatuh pingsan. Para bantuan medis berdatangan. Jasad Saidah langsung diangkat dan dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi. Begitu juga Aira.
Burhan menatap sekeliling. Seisi rumahnya hancur berantakan. Ia melihat putranya tengah ditangani para medis.
Burhan mendatangi Andreas. Pria itu memeluk putranya. Tiba-tiba sebuah rangkulan memeluknya dari belakang. Indra putra keduanya ikut memeluk juga.
"Ibu sudah tiada, Nak," ujarnya. Merekapun terisak.
*****
Hari berkabung telah usai. Aira masih dalam perawatan medis. Ternyata ia juga terkena beberapa pukulan. Walau ia kuat. Tapi, tubuhnya yang kecil tentu tak mampu membendung pukulan orang dewasa.
Burhan tengah memandangi foto mendiang istri yang sangat dicintainya. Kedua putranya tengah berada di rumah kakek nenek dari belah ibu mereka.
"Assalamualaikum, selamat sore, Pak Burhan!" Sebuah suara berat dan tegas tiba-tiba membuyarkan lamunan Burhan.
Bersambung.
Aira 😭😭😭😭
alurnya bagus,cm terlalu banyak flashbacknya