Ima mengalami hal yang sangat luar biasa pada kehidupan nya yang beranjak dewasa. Dia baru tahu bahwa cinta harus memandang usia, uang, kualitas, fisik bahkan masih banyak lagi. Hal itu membuatnya bimbang akan pilihan kedepan nya bagaimana dia menemukan sesosok pria yang begitu baik untuk menemani kehidupan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Tapi kebetulan ada suara memanggil Regis. "Regis..." yakni Lio Zheng membuat Regis dan Ima menoleh ke belakang. Regis kemudian menatap Ima dan berbisik. "Aku hanya menemaninya untuk membeli sesuatu di dekat sini, jadi dia juga ada di sini... Kamu tenanglah dan jangan membawa suasana aneh ya?" tatap Regis membuat Ima mengangguk.
Lio Zheng mendekat dan mengatakan sesuatu. "Apa yang kau lakukan di sini? Kau pikir kau bisa pergi? Aku bisa mencium aroma parfum mu..." tatap Lio Zheng dengan kesal. Tapi ia juga mencium sesuatu yang lain. "Aroma Ima... Kenapa samar samar? Tidak mungkin kan?" ia awalnya berpikir Ima juga ada di antara mereka, tapi ia mencoba berpikir bahwa tidak ada Ima. "Apa gadis itu sudah pergi? Dia tidak ada di sini kan?" tatap nya.
Seketika Ima terdiam. "Oh, aku mengerti, aroma ku sudah hilang karena aku tadi di peluk Mas Regis, otomatis aroma tubuh Mas Regis pindah padaku, karena itulah Lio Zheng tidak tahu aku ada di sini."
"Oh, yeah, dia sudah pergi," balas Regis. Meskipun dia bilang begitu, tapi ia merangkul Ima membuat Ima terkejut menatap. Ia melihat Regis mengedipkan satu matanya, lalu Ima berwajah merah dan diam juga menunggu perkataan Lio Zheng berikutnya.
"Kau tahu bukan kenapa aku menolak nya tadi, itu karena aku tidak seperti mu, kau pasti tahu caranya menjaga hati gadis yang masih tidak tahu apa-apa, sementara aku, aku sudah di apa apakan orang orang, dia mungkin akan kecewa padaku, aku pasti juga tak akan bisa melindunginya sama sepertimu," kata Lio Zheng.
Ima yang mendengar itu menjadi terdiam. "Apa dia mencoba mengatakan bahwa dia tidak bisa setia pada satu orang dan tak bisa menjaga hati orang yang akan mencintai nya, lalu kenapa dia bilang Mas Regis pandai menjaga hati."
Lalu ia merasakan Regis memegang erat rangkulan nya membuat Ima menengadah menatap nya, Regis tampak memasang wajah serius.
"Yeah, kau benar-benar sialan kawan," kata Regis menatap Lio Zheng.
Lio Zheng terdiam ia menghela napas panjang. "Anggap saja dia gadis baru untuk mu, juga perlakukan dia dengan sikap mu yang baik, bilang saja padanya, aku akan tetap menerima dia lagi jika ingin bicara padaku, aku juga berharap, tidak menyakiti perasaan nya, aku pergi dulu, terima kasih sudah menemani ku tadi..." kata Lio Zheng, lalu ia berjalan pergi membuat Ima terdiam. Ima tampak memasang wajah kecewa.
"Sepertinya... Dia memang lelaki yang buruk... Jadi semua lelaki itu tidak akan ada yang tidak bekas perempuan," Ima masih kecewa.
Tapi ia merasakan tangan Regis lepas, ia menoleh ke Regis yang menghela napas panjang.
"Seperti yang di katakan nya tadi, mungkin tidak semua lelaki pernah merasakan cinta, tapi mereka merasakan cinta dari pasangan yang tidak cocok sehingga hubungan mereka mungkin hanya sementara..." kata Regis. Ia memegang kening nya dengan banyak pikiran.
Tapi ia merasakan sesuatu di bajunya. Rupanya Ima memegang baju nya. "Mas Regis," tatap nya dengan tatapan yang sangat manis di mata Regis membuat Regis menatap lebar.
"Um... Ini baik-baik saja, asalkan Mas Regis mau bertanggung jawab," kata Ima.
"Ya, tentu, aku akan melakukan nya," Regis langsung membalas lalu Ima tersenyum dan tertawa kecil.
"Oh ya... Soal kemarin... Aku benar-benar berterima kasih padamu... Mas Regis," tatap Ima.
"Hm? Soal apa?"
"Soal di bus itu, Mas Regis mengantar ku ke rumah, aku benar-benar malu karena tertidur dan wajah ku pasti buruk," kata Ima.
"Tak masalah, kau gadis yang imut saat tidur tapi kenapa aku mulai naksir sama kamu," lirik Regis.
"Eh... Beneran?!" Ima menjadi tersipu malu lagi.
"Ya... Keberatan jika aku menjalin hubungan denganmu?"
"Hah... Serius... Ini tidak salah dengar kan...??!!!" Ima masih terkejut tak percaya. Tiba-tiba dia menetes kan air mata membuat Regis terkejut melihat nya. "Kau baik-baik saja?!"
"Hiks.... Apa yang terjadi... Kenapa aku menangis.... Ini hanya karena aku pertama kali mendengar itu dari seorang pria... Padahal dulu aku berharap banyak lelaki yang bakal naksir sama aku, bahkan aku pernah melakukan keputusan sendiri. Saat ada yang pertama kali mengatakan hal itu padaku, aku akan langsung menerima nya tak memandang apapun darinya... Kenapa aku menjadi seperti ini," Ima mengatakan nya dengan masih menangis.
Regis yang mendengar itu menjadi terdiam dengan senyuman kecil, ia lalu melipat tangan. "Kalau begitu, kau sudah menerima ku di sini bukan?"
"E.... Entahlah....T-tapi... Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun sebelumnya, bagaimana jika kau tidak nyaman padaku?"
"Tak apa... Arti dari naksir sesungguhnya hanyalah ingin dekat dengan orang yang di takdir, jika kau ingin lebih, aku akan memanggil mu pacar," kata Regis.
"Um... Baiklah... Mungkin naksir dulu lah…"
"Baiklah... Sekarang kau akan menjadi milikku," tatap Regis seketika Ima terdiam malu.
"Orang yang aku taksir pertama kali malah menolak ku... Dan sekarang orang yang menaksir ku aku terima. Dia juga tidak ada bedanya dengan Lio Zheng, aku suka tubuhnya yang kekar dan berotot seperti Mas Regis."
"Oh ya, bisa aku tahu umurmu?" tatap Regis.
"Umur ku 19 tahun, sebentar lagi 20 tahun," kata Ima.
"Oh, masih muda rupanya, kupikir lebih muda lagi seperti gadis SMP dan yang lain nya."
"Tidak lah, bagaimana dengan mu... Berapa umur mu?" Ima menatap. Lalu Regis terdiam sebentar.
"Bukankah aku tadi sudah bilang, aku akan memberitahu nya nanti ketika waktunya tepat."
"Oh ayolah, aku ingin tahu sekarang, jangan khawatir aku tidak akan memberitahu nya pada siapapun," Ima menatap memohon membuat Regis tidak tahan dengan sikap memohon Ima itu.
Dia menghela napas. "Jika aku mengatakan umurku apa kau akan menyesal telah menerima taksiran ku?"
"Eh kenapa... Kau tidak terlihat kenapa napa," Ima menjadi bingung.
"Umur ku 26 tahun, wajah ku terlihat mengerikan karena tatapan ku yang suka melirik dan sebagian orang mengatakan ku jutek," kata Regis.
Lalu Ima mengerti akan hal itu. "Tidak tuh... Kamu terlihat sangat dewasa tuh, bahkan terlihat keren, kayak di film," tatap nya.
Lalu Regis tersenyum kecil. "Kau seperti kucing kecil."
"Eh...?!" Ima terdiam, dia berwajah merah langsung. "Ku-kucing kecil... Itu sebutan untuk... Kesayangan kecil ku...!!!"
"Baiklah, bagaimana jika aku menyentuhmu?" tatap Regis.
"Hah, menyentuh ku, apa yang kau inginkan?!" Ima menjadi terkejut menutup tubuhnya dengan tangan nya.
"Haha, seperti ini," Regis tertawa sambil memegang kepala Ima dan membelai nya membuat Ima terdiam dan berwajah merah, sangat merah.
"Kupikir akan apa, karena dia tadi sudah memeluk ku dan malah meminta izin sekarang... Rupanya memegang rambut ku," Ima tersenyum.
Regis yang melihat itu menjadi terdiam, ia membelai kepala Ima dengan lembut lalu turun memegang pipi Ima dan mengusap nya.
Tapi Ima terkejut dan sedikit menarik wajahnya. "Aw... Tangan Mas Regis."
"Ada apa?" Regis menatap, dia menatap pada tangan nya sendiri.
"Um... Tangan Mas Regis... Agak kasar..."
"Begitu ya.... Sepertinya aku harus memakai sarung tangan."
"Kenapa sudah kasar begitu tangan nya?" Ima menatap.
"Ini karena aku terlalu banyak memegang benda kimia ketika bertugas tanpa sarung tangan apapun, dan juga bagian kasar pistol maupun senjata yang aku pegang, aku juga kurang merawat tangan ku," kata Regis.
Tapi tiba-tiba Ima memegang tangan nya. "Ketika tangan ini menyentuh wajah ku, rasanya memang agak sakit, tapi ketika tangan ini melingkar di tubuh ku, kenapa rasanya hangat?" tatap nya.
Regis terdiam, ia lalu tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan memberikan mu banyak pelukan... Pelukan yang sangat banyak sehingga kau puas nanti."
"Pelukan...?! Aku suka pelukan," Ima dari kecil tak pernah mendapat pelukan, jadi dia tampak terasa senang jika mendengar tawaran itu apalagi dari Regis.
"Yup, tak hanya itu, sebuah cinta juga akan aku berikan."
Tapi mendadak, Ima ingat akan sesuatu, membuatnya tersentak dan buru-buru mendorong Regis dengan sedikit panik. "A-aku harus bekerja, aku pergi ke dalam dulu... kita lanjutkan besok, ya..." ucapnya tergesa-gesa, matanya sedikit menghindari tatapan Regis.
Regis tersenyum kecil dan mengangguk pelan. "Maafkan aku, aku hanya senang saja..." suaranya terdengar lembut, penuh ketulusan. Angin sore berhembus pelan, mengibarkan helaian rambutnya yang sedikit berantakan. Dia ingin mengekspresikan kebahagiaannya dengan lebih jelas, tapi berusaha untuk tetap tenang. Ima, yang melihat itu, akhirnya ikut tersenyum meski masih tampak canggung, lalu berbalik dan berjalan masuk ke dalam kafe.
Begitu melangkah ke dalam, aroma kopi yang khas langsung menyambutnya. Lampu-lampu gantung di langit-langit memberikan suasana hangat di dalam ruangan. Beberapa meja sudah kosong, hanya tersisa sedikit pelanggan yang masih menikmati minuman mereka. Ima melihat Naya yang sedang sibuk meracik kopi di belakang meja barista, gerakan tangannya lincah menuangkan cairan hitam pekat ke dalam cangkir.
Naya menatapnya begitu melihatnya masuk. "Ima, loh? Bukankah kamu tadi sudah masuk? Kenapa baru masuk sekarang?" tanyanya dengan dahi sedikit berkerut, sorot matanya jelas menunjukkan kebingungan.
"Oh, soal itu, hehe... Aku hanya ada urusan di luar..." Ima tersenyum canggung, menggaruk belakang kepalanya, berusaha menghindari tatapan Naya yang terasa seperti sedang menginterogasi.
Naya mengernyit, lalu menyipitkan mata dengan curiga. "Itu membuatku curiga. Kau ada masalah apa sebenarnya? Ceritakan saja padaku, Ima... Aku temanmu, kan?" Langkahnya mendekat, seolah tidak akan melepaskan Ima begitu saja sebelum mendapat jawaban.
Ima menatap Naya, dan senyum tipis muncul di wajahnya. "Iya, Naya, kamu memang temanku, dan sekarang aku mulai merasakan ketenangan saat kamu mendekat..." suaranya lembut, nyaris berbisik, tapi tulus.
Naya terdiam sejenak, lalu senyumnya melebar. Tanpa peringatan, dia langsung merentangkan tangan dan memeluk Ima erat-erat. "Aaahhh... kamu lucu banget!!" serunya dengan suara riang, ekspresinya begitu cerah. Naya tampaknya memang selalu gemas pada Ima.
"Eh?" Ima tampak terdiam, tubuhnya kaku karena tidak menyangka reaksi tiba-tiba itu.