Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 Tahu Kesalahannya
"Nona makan dulu, tadi Tuan ngasih tahu bibi kalau Nona belum sarapan," ucap bi Nina.
"Iya bi, makasih."
Rania memilih sarapan dengan sereal saja, Ia makan sendirian di meja makan karena Candra sudah berangkat kerja dari beberapa menit yang lalu. Rania tadi pun sudah mengingatkan ke suaminya itu untuk jangan lupa sarapan di kantor.
Saat sedang asik menyantap makanannya, perhatian Rania teralih melihat seseorang memasuki dapur. Itu Livia, wanita itu sudah pulang? Rania sampai menghentikan makannya dan menatap Livia terus. Ternyata perempuan itu duduk di depannya.
"Kenapa? Lanjut saja makannya," ucap Livia yang ternyata sadar dari tadi terus di perhatikan.
"Hah? I-iya."
Tetapi Rania tidak bisa fokus makan, merasa canggung saja makan semeja dengan Livia. Perempuan itu bahkan sedang makan pun terlihat anggun dan tenang, membuat Rania jadi Insecure sendiri.
"Katanya kamu baru pulang dari rumah sakit ya?"
Rania mengangkat kepalanya tidak menyangka Livia memulai obrolan, "Iya, kemarin sempat dirawat. Tapi sekarang sudah gak papa kok."
"Apa gara-gara Mama saya? Memangnya apa yang dia katakan pada kamu?"
"Tidak kok, saya tidak papa," bantah Rania.
"Lalu kenapa kamu sampai harus dirawat?"
"Saya merasa perut tidak nyaman, tapi untungnya dia baik-baik saja."
"Kamu tidak marah pada saya? Saya kan anak Gina, wanita yang sudah membuat kamu dan bayi kamu kenapa-napa."
Kenapa Livia bertanya seperti itu?
"Tidak," jawab Rania.
"Kenapa?"
"Saya mengerti kenapa Bu Gina marah, dia hanya ingin memperjuangkan perasaan anaknya."
Sebelah alis Livia terangkat, "Ternyata kamu ini cukup polos ya, pantas saja Candra suka," celetuknya.
Rania mengerjapkan matanya pelan, tunggu Ia tidak salah dengar, kan? Candra menyukainya? Kepala Rania langsung menggeleng tidak mungkin. Pria itu menikahinya bukan karena menyukainya, tapi kan hanya mau bertanggung jawab karena Ia hamil.
"Apa Mama saya sudah minta maaf?" tanya Livia.
"Em belum, tapi tidak apa."
"Nanti biar aku suruh dia minta maaf."
"Tidak perlu."
"Kenapa? Mau terlihat seperti wanita sok kuat agar bisa dilindungi Candra terus?"
"Maaf?"
Livia mengusap bibirnya dengan tisu, "Dia sampai ikut menyalahkan saya karena sikap Mama saya pada kamu. Dia terlihat sekali mau melindungi kamu, kamu pasti senang ya?"
Senang sih senang, tapi menurut Rania, Candra tidak perlu memarahi Livia karena wanita itu kan tidak tahu apa-apa. Malahan sekarang Rania jadi merasa tidak enak, merasa Candra lebih membelanya. Padahal di sini status Rania kan yang kedua.
"Saya yang harusnya minta maaf," ucap Rania pelan.
"Apa?"
"Saya minta maaf pada mbak Livia karena masuk ke pernikahan kalian, menjadi istri kedua Mas Candra. Saya tahu pasti mbak Livia sakit hati dan marah, sekali lagi maaf."
Livia terdiam beberapa saat, "Ternyata kamu sadar ya, apalagi yang mau kamu sampaikan?"
"Em saya hanya khawatir hubungan mbak dengan Mas Candra menjadi sedikit renggang karena kehadiran saya. Tapi saya harap mbak tidak menganggap saya akan merebut Mas Candra, mbak tetap nomor satu bagi dia."
"Kamu tidak sakit hati berkata seperti itu?"
"Tidak, lagi pula saya dan Mas Candra juga menikah bukan karena saling mencintai. Mbak pasti sudah mendengar jika Mas Candra memperkosa saya sampai hamil, lalu dia yang mau bertanggung jawab."
"Saya kecewa karena Mas Candra tidak berkata dari awal kalau dia sebelumnya sudah menikah, saya benar-benar merasa bersalah dan tidak enak pada mbak. Saya harap mbak Livia bisa maafin saya."
Walaupun ekspresi wajah Livia terlihat datar, tapi percayalah hatinya ini sangat campur aduk sekali mendengar itu. Perasaan marah dan kesalnya pada Rania sedikit berkurang, karena ternyata lerempuan itu sadar diri sampai merendah seperti itu.
Livia tahu di sini yang salah memang Candra, tapi perasaan kesalnya ini pada Rania hanya bentuk cemburu. Apalagi Candra terlihat lebih care pada Rania karena sedang hamil, Livia merasa dirinya pun akan mulai diacuhkan.
"Kenapa kamu mau maaf dari saya?" tanya Livia.
"Karena saya akan terus merasa tidak nyaman tinggal di sini, walaupun hubungan kita mungkin tidak akan pernah dekat."
"Entahlah, saya tidak tahu," ucap Livia lalu meminum air putihnya.
Dengan perasaan sedih Rania mengangguk pelan, "Tidak apa kalau sekarang mbak Livia belum bisa maafin saya, tapi semoga suatu saat nanti bisa."
Merasa nafasnya semakin tidak teratur, membuat Livia memutuskan beranjak dan pergi dari sana. Padahal Ia sendiri yang akan menghindari Rania, tapi kenapa mereka malah terlibat obrolan yang cukup dalam? Sampai perasaan Livia dibuat campur aduk, berani-beraninya perempuan itu.
"Nona, anda baik-baik saja?" tanya bi Nina menghampiri.
Rania menoleh, "Aku baik-baik saja kok, kenapa ya mbok?"
"Tidak, tadi mbok sedikit mendengar obrolan kalian. Maafin mbok ya."
"Menurut mbok apa aku salah? Aku khawatir permintaan maafku itu malah buat mbak Livia semakin tidak suka pada aku," ucap Rania lirih.
Mbok Nina mengusap tangannya, "Nona sudah melakukannya dengan perasaan putus asa dan tulus, menurut mbok sikap Nona ini malah bagus dan berani. Memang Nona tidak sepenuhnya salah di sini, tapi Nona pun sebagai sesama perempuan bisa mengerti posisi Nyonya Livia. Mbok kagum pada Nona."
"Karena aku merasa menjadi orang ketiga di pernikahan mereka, aku gak mau kalau sampai hubungan Mas Candra dan mbak Livia kenapa-napa karena kedatangan aku. Pasti sebelumnya mereka adalah pasangan yang harmonis dan bahagia."
Mbok Nina terdiam dengan tatapan sendunya, merasa tidak terlalu setuju mendengar dugaan Rania. Ia sudah lama tinggal di sini, dan cukup banyak tahu bagaimana hubungan atasannya itu. Tetapi Nina pun tidak bisa ikut campur dan sok tahu, karena ini bukanlah urusannya.
"Sudah Nona jangan terlalu dipikirkan, ingat Nona kan jangan stress, nanti bayinya tidak nyaman lagi," nasihat mbok Nina.
"Iya mbok, tapi jujur aja setelah aku minta maaf ke mbak Livia, hati aku sedikit lega. Sudah lama aku ingin bicara dengan dia, akhirnya kesampaian juga," ungkap Rania sambil tersenyum.
"Iya, mbok berharap juga semoga hubungan Nona dengan Nyonya bisa baik ya."
Walaupun rasanya cukup tidak mungkin membayangkan Livia dan Rania akur, tapi kalau sampai benarkan sebuah keajaiban. Nina sebagai orang tua di sana hanya berharap yang terbaik saja, Ia pun sama berharap semoga masalah rumit ini cepat selesai.
"Mbok mau belanja mingguan dulu ke Super Market."
"Aku boleh ikut gak?"
"Jangan, Nona kan baru pulang dri rumah sakit. Nona belum pulih sangat."
"Tapi aku bosen di rumah terus."
"Nona bisa nonton film atau lakuin hal lain ya?"
"Huft baiklah," desah Rania.
Rania pun memutuskan ke kamarnya dahulu, entah apa yang akan dilakukannya nanti di sana. Kalau di luar khawatir bertemu dengan Livia, suasananya pasti akan sangat canggung.