Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1
Penjara bawah tanah Kastel Valyria dikenal sebagai tempat di mana mimpi mati. Di balik dinding batu yang lembap dan tak bernyawa, banyak prajurit tangguh, pemberontak, dan pengkhianat berakhir—terkubur dalam kegelapan, terlupakan. Di antara mereka, hanya satu nama yang tak bisa dihapus oleh sejarah: Ares Arvenius.
Sepuluh tahun telah berlalu sejak dunia melupakan nama itu, sejak kekaisaran mencabut semua gelar dan kehormatan yang pernah disandangnya. Namun, bagi Ares, setiap hari yang dilewatkan di dalam kegelapan itu hanyalah bahan bakar untuk api dendamnya.
Pagi ini, udara di selnya terasa berbeda. Angin yang menusuk dari ventilasi sempit membawa bisikan ke telinganya. Ares membuka matanya perlahan, mendengar gemerincing rantai di luar sel. Langkah kaki cepat, gemuruh yang tak biasa.
Dari tempatnya duduk, tangan dan kaki masih terbelenggu, Ares bisa merasakan ada sesuatu yang bergerak di luar sana. Malam ini adalah malam yang berbeda.
---
Tepat di luar sel, dua penjaga dalam zirah baja lengkap berjalan cepat, obor mereka memercikkan cahaya redup di lorong sempit. Mereka berbicara dengan suara rendah, tapi cukup keras bagi Ares untuk menangkap kata-kata kunci.
“Perintah dari atas... harus dipindahkan... segera."
Ares mendengar nama Ragnar Velheim disebut—nama yang membuat amarahnya semakin memuncak. Ragnar, sosok yang dulu dia anggap sahabat, kini menjadi musuh bebuyutannya. Jenderal besar yang menjadi dalang dari semua penderitaan yang ia alami. Ares tersenyum tipis di balik kegelapan. Jika Ragnar ingin memindahkannya, itu berarti waktunya telah tiba.
Penjaga tiba di depan selnya. Kunci besar dimasukkan ke lubang, dan pintu berderit terbuka. Mata mereka beralih ke tubuh Ares yang kurus dan kumal, rantai yang menggantung di tangannya membuat suara samar di lantai batu. Mereka mendekat, mengendurkan belenggunya.
"Saatnya," salah satu dari mereka bergumam. "Jangan coba-coba sesuatu yang bodoh, Arvenius."
Namun, sebelum kata-kata itu sempat tenggelam dalam udara, Ares bergerak lebih cepat daripada yang bisa mereka perkirakan. Sebuah pukulan keras ke dada penjaga pertama, diikuti dengan hentakan ke tenggorokan yang kedua. Tubuh mereka jatuh dengan dentuman berat, darah merembes di lantai kotor. Ares mengambil belati dari pinggang salah satu penjaga dan mengakhiri hidup mereka tanpa ragu.
Di balik baja tipis, tubuh mereka lebih lemah dari yang dia bayangkan. Sudah lama Ares tidak merasakan darah di tangannya, dan malam ini, dia merasa kekuatannya kembali. Dia mengambil pedang dari penjaga yang masih mengerang dan merapikan jubah kumalnya.
Dunia luar menunggu, tapi Ares tahu bahwa keluar dari penjara ini bukan hanya tentang kekuatan fisik. Penjara ini dibangun dengan sihir kuno, penghalang magis yang melingkupi setiap sudut dinding. Namun, selama bertahun-tahun terkunci di sini, Ares tidak hanya duduk tanpa berbuat apa-apa. Dia telah mempelajari segala cara untuk menaklukkan tempat ini.
---
Setelah memastikan kedua penjaga benar-benar mati, Ares merayap keluar dari sel. Lorong-lorong gelap di depannya terasa lebih panjang dari yang diingatnya, namun dia tidak gentar. Dia menghitung langkahnya dengan hati-hati, menjauh dari cahaya obor yang tersebar di beberapa titik, menghindari perhatian.
Di ujung koridor, Ares tiba di sebuah pintu besar yang dijaga dua rune sihir biru bercahaya. Sihir ini dulu dibuat untuk mencegah pelarian, dan hanya kaisar yang dapat membatalkan mantra ini. Tapi Ares telah bersiap.
Dari balik jubahnya yang robek, dia mengeluarkan talisman yang terbuat dari batu hitam dengan ukiran kuno. Talisman ini adalah kunci, sesuatu yang dia peroleh dengan harga mahal dari sesama tahanan beberapa tahun yang lalu. Saat dia menempelkannya ke rune di pintu, cahaya biru mulai memudar perlahan hingga hanya kegelapan yang tersisa. Pintu besar itu terbuka, mengeluarkan angin malam yang menggigilkan tulang.
Dia bebas.
---
Di atas benteng, di istana yang menjulang megah, seorang pria berusia lima puluhan berdiri di depan jendela besar, memandang kota Valyria yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Wajahnya tegas, matanya penuh perhitungan. Jenderal Ragnar Velheim, penguasa militer kekaisaran yang tanpa ampun.
Ragnar mendengar ketukan di pintunya, dan seorang perwira masuk dengan wajah pucat. "Yang Mulia, tahanan Ares Arvenius... dia berhasil kabur."
Ragnar tak menoleh, namun rahangnya mengeras mendengar laporan itu. Sudah lama dia tahu ini akan terjadi, namun kabar ini tetap saja mengguncang. “Kabur?” gumamnya pelan. “Dia tidak seharusnya bisa melarikan diri dari penjara itu.”
“Semua penjaga di koridor utara mati. Kami... kami yakin dia memiliki bantuan dari luar.”
Ragnar memejamkan mata, pikirannya berputar. Ares Arvenius, prajurit yang pernah dia anggap seperti saudara, kini kembali sebagai ancaman terbesar bagi kekaisaran yang ia pertahankan dengan darah dan besi. Dia tahu bahwa Ares tidak akan berhenti hanya dengan kabur. Dia akan datang untuk Ragnar, dan Ragnar harus bersiap untuk menghadapi sosok yang pernah menjadi salah satu prajurit paling mematikan di seluruh kekaisaran.
"Tangkap dia. Hidup atau mati," kata Ragnar dengan suara dingin. "Dan kali ini, jangan ada yang gagal."
Ketika perwira itu mundur dengan gugup, Ragnar menatap langit malam. Ares akan datang. Dan Ragnar harus memastikan bahwa kali ini, dia tidak akan membuat kesalahan yang sama.
---
Di luar, di balik tembok-tembok tinggi kota Valyria, Ares berlari cepat, memotong jalan melalui gang-gang sempit yang penuh dengan bayangan. Angin malam terasa seperti kebebasan, meskipun tubuhnya masih terasa berat setelah bertahun-tahun terkurung.
Namun di balik kebebasan ini, ada kemarahan yang menggelegak dalam hatinya. Ragnar, pengkhianat yang mencuri hidupnya, masih berkuasa. Setiap langkah yang ia ambil membawa ingatan tentang pengkhianatan itu, tentang pertempuran yang menjerumuskannya ke dalam penjara ini.
Ares berhenti di puncak bukit kecil yang menghadap kota. Lampu-lampu Valyria berkedip di kejauhan, seperti bintang yang tenggelam di bawah lautan korupsi dan darah. Di sana, di pusat kota yang gemerlap, berdiri istana besar di mana Ragnar memerintah. Ares mengepalkan tinjunya.
Balas dendam telah menunggu terlalu lama.
Dengan mata yang menyala penuh kebencian, Ares memutuskan satu hal: Kaisar dan seluruh kekaisaran akan terbakar dalam api balas dendamnya.
cerita othor keren nih...