Revisi PUEBI
Diminta oleh orang tuanya untuk menyelesaikan persoalan hutang keluarga serta harus mengganti rugi dari kerusakan mobil yang Aruna tabrak.
Manakah takdir yang dipilih untuk menyelesaikan persoalannya. Menjadi istri muda Broto sebagai pelunasan hutang atau menjalani One Night Stand dengan Ben agar urusan ganti rugi mobil selesai. Juga cinta Alan pada Aruna yang terhalang status sosial.
Manakah pilihan yang diambil Aruna ? Dengan siapakah Aruna akan menjalani hidup bahagia penuh cinta. Ben atau Alan ? Ikuti terus kisah Aruna
Cerita ini hanya kehaluan author untuk hiburan para pembaca. Silahkan ambil pesan yang baik dan tinggalkan yang buruk.
ig : dtyas_dtyas
fb : dtyas auliah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ben Posesif
Bian masuk ke dalam ruangan Ben, membawa berkas dan meletakannya dihadapan Ben. Duduk pada kursi bersebrangan dengan Ben. "Jadi, bakal lanjut nih ?"
"Apa?"
"Aruna, siapa lagi."
Ben hanya diam sambil membaca berkas yang tadi diletakan Bian.
"Rasa yang belum kelar," lalu Bian terkekeh dibalas dengan decakan Ben.
"Saya denger selama di Singapur dekat sama seseorang, jadi mau serius sama yang mana ?"
Masih terdiam, sepertinya Ben memikirkan apa yang ditanya oleh Bian. Benar dia harus memutuskan akan melanjutkan hubungan dengan siapa.
"Hah, dasar fakboy," ucap Bian.
Sementara di divisi keuangan.
"Dari mana Na, tadi pak Bara nyariin," ujar Abil
"Cari angin."
"Na, cek pajak yang dikerjakan Rahmi. Kayaknya bermasalah tuh."
"Lagi ? Tuh anak kenapa sih. Kerja udah lama tapi enggak paham-paham."
"Transaksi yang loe input kirim ke gue ya, biar gue yang lanjutin."
"Hmmm"
Saat jam istirahat, Abil, Una dan Rahmi tiba di Kantin. Suasana kantin sudah hampir penuh, akhirnya Abil menemukan meja kosong tidak jauh dari sekat meja yang dikhususkan untuk manajemen.
"Mau aku pesankan sekalian ? Aku mau soto ayam," ucap Rahmi
"Enggak usah, aku pengen makan yang pedas. Bakso kayaknya enak."
Setelah mendapatkan pesanannya, Dimas datang dan duduk disebelah Abil artinya berhadapan dengan Rahmi.
"Makan pak " ucap Rahmi dan Una berbarengan
"Hmmm, wajahmu kenapa Na," tanya Dimas
"Kepentok pintu pak."
"Masa sih?"
Ponsel Una bergetar, mengeluarkannya dari saku dan membukanya. Ternyata ada pesan dari Ben.
Om Rese : Kalau sudah beres makan, langsung balik ke ruangan. Dari pada dimodusin Dimas
Aruna : Hmmm
Om Rese : Serius Na
Aruna : Iya
Om Rese : Atau mau aku samperin ke situ
Aruna : Lebay deh, nanti aku digosipin lagi.
"Aku udah selesai, duluan ya," kata Aruna
"Bareng Na"
"Kalian duluan aja, ngeroko dulu ah," seru Abil
"Mari pak," ucap Una pada Dimas
Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam, sebagian orang sudah pulang. Una masih di mejanya, selain masih ada yang dikerjakan dia juga menunggu Ben menghubunginya.
Drt drt drt
"Halo"
"Dimana ?"
"Di ruangan lah pak, mau dimana lagi"
"Aku tunggu di depan lobby ya"
"Mau kemana sih, share lock aja aku bawa motor"
"Enggak, aku tunggu di bawah"
"Ishhh __"
Tut tut tut
Una masih ingin bicara namun Ben mengakhiri panggilan. Membereskan meja dan mematikan komputernya, Una lalu pamit pulang pada Abil dan Pak Bara.
Saat keluar dari Lobby sudah terparkir mobil mewah yang Una dapat pastikan itu milik Ben. Una melihat ke sekitar, khawatir ada karyawan lain disana. Kaca mobil terbuka, "Cepat masuk," ucap Ben.
Duduk dikursi penumpang disebelah Ben yang mengemudikan mobilnya. "Mau kemana pak ?"
"Makan, aku belum makan malam"
"Terus aku pulang gimana, motor aku masih di basement"
"Ck, aku antar Na. Kalau perlu aku temani tidur, mau kamu ?"
"Ishhh, terus besok berangkat kerja gimana?"
"Aku jemput," sahut Ben sambil menoleh ke Aruna saat mobilnya berhenti di lampu merah.
Ben menggenggam jemari Una saat memasuki restorant, mengikuti pelayan yang mengantarkan ke ruangan VIP yang sudah direservasinya.
"Kamu mau makan apa ?"
"Terserah Pak Ben aja."
Ben menyampaikan pesanannya kepada pelayan. Una sendiri sedang memeriksa ponselnya, beberapa pesan dari Alan diabaikannya.
"Apa Dimas sering mendekatimu saat makan siang seperti tadi."
"Kadang-kadang dia ikut gabung, kadang pak Bara dan Kak Vino juga."
"Ada hubungan apa kamu sama Vino ?" Tanya Ben dengan mata menatap Una dan wajah datar cenderung garang seperti ingin menerkam.
"Ada deh."
"Aruna!" seru Ben
"Kak Vino suami sahabat aku."
Mereka menghentikan pembicaraan karena pelayan datang mengantarkan makanan, sesuai permintaan Ben apetizer dan main coast diantar sekaligus, kecuali desert.
Pelayan mengantarkan desert setelah semua hidangan sudah dinikmati.
"Kemarilah," ucap Ben meminta Una duduk di kursi sebelah Ben.
Ponsel Una bergetar namun dia membiarkan tanpa mengecek atau menerima panggilan tersebut, terus bergetar sampai beberapa kali. Ben akhirnya meraih ponsel Una, mengerutkan dahi saat membaca nama pemanggil.
"Aku malas jawab," seru Una
Namun tanpa diduga Ben malah menjawab panggilan tersebut.
"Halo"
"Ini siapa, bukannya ini kontak Aruna"
"Aku calon suami Aruna, kamu siapa ?"
Una ternganga mendengar ucapan Ben"
"Jangan bercanda kamu, aku kekasih Aruna"
"Mantan"
"Berikan hpnya pada Aruna"
"Sebaiknya anda tidak perlu menghubungi Aruna lagi, dia tidak ingin bicara apalagi bertemu dengan pengecut yang beraninya memukul wanita"
"Jangan ikut campur masalah saya dan Aruna"
"Itu hak saya untuk ikut campur, selamat malam" ucap Ben mengakhiri panggilan
Una terbahak, kemudian mengatakan "Paling besok dia cari-cari aku di kost atau datang lagi ke kantor."
"Dia tau kostan kamu."
"Tau kompleksnya doang, tapi rumah kostnya yang mana dia enggak tau".
"Jangan temui dia lagi."
"Hmmm."
"Aku serius Na."
"Kenapa bapak, larang aku ketemu kak Alan, juga enggak suka aku makan bareng Pak Dimas"
"Perlu aku jelaskan ?"
"Ya iyalah, bapak kan cuma atasan aku. Memang harus yah ngurusin masalah pribadi bawahannya."
"Enggak, cuma kamu aja."
"Kenapa ?"
"Karena _" Ben menjeda kalimat dan lalu meraih tengkuk Una, mendekatkan wajahnya lalu memagut lembut dan dalam bibir Una.
Perjodohan Arini
Suami absurd
Suami rupa madu mulut racun