Belum kering luka hatinya setelah kehilangan kedua orangtuanya dalam waktu berdekatan, Baby Aurora, seorang gadis remaja berusia 19tahun harus dihadapkan pada perjodohan dengan pria yang sama sekali tidak disukainya.
Galak, kasar dan pemarah, itulah sosok Damar Bimasakti di mata Baby.
Sedangkan dalam pandangan Damar, Baby hanyalah barang mentah di mana ia akan keracunan jika memakannya.
Akankah dua karakter yang bagai air dan minyak ini menyatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JPB 27
Setelah Baby dan Bunda Yasmin turun ke lantai bawah, Damar pun menuju dapur dengan tergesa.
Mengeluarkan sebotol air mineral dingin dari kulkas, ia lantas meneguk hingga nyaris kosong. Bahkan segarnya air yang menyapu tenggorokan seakan tak cukup untuk menyegarkan pikirannya yang kalut.
Tanpa sadar tangannya meremas botol berbahan plastik itu hingga remuk, membuat sisa air di dalamnya tumpah ke lantai. Ia menarik napas dalam dan menghembus perlahan. Berharap rasa aneh yang sedang menguasai hati dan pikirannya segera sirna bagai angin yang berlalu. Tetapi nyatanya tak semudah itu.
Bayang-bayang kedekatan Ryu dan Baby kembali muncul di dalam pikiran. Hal itulah yang memicu kekesalannya hingga menembus ubun-ubun. Tidak ingin kenangan buruk ketika mendapati Tria begitu menikmati kungkungan laki-laki lain di depan matanya.
Cemburu terhadap Ryu dan Baby? Mungkin saja, tetapi Damar tetap menolak mengakui bahkan kepada dirinya sendiri.
“Itu orang kayaknya belum sadar kalau si Bambang sudah menikah. Masih didekati juga,” gumamnya dengan raut wajah kesal level mematikan.
Selepas memaki dalam hati sahabat sekaligus rivalnya itu, Damar kembali ke lantai atas. Langkah kakinya terhenti tepat di ambang pintu. Meneliti seisi kamar yang terlampau berantakan, ia membuang napas kasar. Baru tersadar dengan kelakuan gilanya.
“Kenapa aku jadi begini ya cuma karena lihat si Bambang sama Ryu tadi?”
Ia melangkah masuk dan merapikan kamar.
"Sepertinya aku butuh seorang dokter," gumamnya.
🌼🌼🌼🌼
Pagi ini adalah pertama kalinya Baby terbangun dengan status sebagai seorang istri. Bunda Yasmin mulai mengajarinya memasak makanan kesukaan sang suami. Mungkin cara ini mampu mengikis jarak di antara keduanya. Baby cukup pandai dalam memasak sehingga tak butuh perjuangan berat untuk mengajarinya.
Damar sudah duduk manis di kursi meja makan dengan beberapa menu sarapan kesukaannya. Meskipun begitu, wajahnya masih saja datar. Sesekali ia melirik Baby yang duduk di hadapannya. Ia tak kalah datarnya dengan Damar, meskipun bercampur dengan gurat penuh takut.
Sadar keadaan, Bunda Yasmin menatap mereka bergantian. “Kamu hari ini kerja, Mar?”
“Iya, Bun.”
“Bukannya kamu masih ada cuti?”
Damar menatap Bunda Yasmin. “Ngapain cuti?”
“Kan cuti menikah.” Ia menggeser segelas susu ke hadapan Baby. “Kamu bagaimana, Nak?" tanya nya kepada Baby.
“Pagi ini ada mata kuliah, Bunda.”
“Oh, ya sudah. Berangkat kuliahnya sama Damar saja. Kampus kamu sama kantornya Damar kan tidak jauh.”
Baby hanya menjawab dengan senyum terpaksa. Jika boleh memilih ia lebih senang duduk di belakang sopir bus dibanding duduk di samping Damar. “Naik bus aja, Bunda.”
“Kenapa harus naik bus, kan ada Damar yang antar.”
Ia melirik sang suami pasrah. Damar sangat menakutkan baginya. Sorot mata tajam itu selalu mampu membuat nyali menciut. Bahkan untuk sekedar meminta uang jajan, Baby tidak akan berani walaupun sudah tidak memiliki uang di sakunya.
"Bunda ..." Wajahnya terlihat memerah saat memanggil.
"Iya, Nak."
Baby kemudian menunduk. Seumur hidupnya belum pernah meminta apapun kepada orang lain, selain ayah dan ibunya.
Aku terhina banget sekarang. Sampai harus minta uang jajan sama orang. Ibu ... Ayah ... Kenapa semua ini harus terjadi? Baby nggak mau tinggal di rumah ini, mau pulang ke rumah kita ajah.
"Boleh minta uang? Buat naik bus aja Bunda."
Mendengar ucapan Baby, Bunda Yasmin menatapnya iba. Bola matanya lalu mengarah kepada Damar seraya memberi kode. Ia bisa saja memberi uang kepada Baby, tetapi akan lebih baik jika Damar sebagai suami yang memberi.
Menyadari tatapan Bunda Yasmin, Damar lalu mengeluarkan dompet dari saku belakang celana.
"Nih ..." Ia menggeser selembar uang dua puluh ribu ke hadapan istrinya. Mata Bunda Yasmin pun melotot tajam.
"Damar, yang benar kamu kalau mau memberi nafkah ke istri kamu. Baby adalah tanggung jawab kamu sekarang."
"Loh, Bun. Kan dia pernah bilang jatah dari ibunya segitu setiap hari."
"Tapi kamu suaminya, kamu wajib memberi lebih."
Damar meraih kembali uang di hadapan Baby dan menukarnya dengan pecahan seratus ribuan. "Ya udah itu aja," ujarnya. "Buat lima hari itu."
"Damar!" seru Bunda Yasmin. "Itu bedanya apa?"
"Nggak apa-apa, Bunda." Baby menyela dengan cepat, lalu memasukkan uang pemberian Damar ke dalam saku tas. "Ini cukup kok. Aku juga nggak jajan di kampus."
Kesal dengan Damar, Bunda Yasmin mengeluarkan sebuah kartu ATM dari dalam tas dan memberikan kepada Baby.
"Pakai ini aja, Nak. Itu isinya semua buat kamu aja. Beli apapun yang kamu suka. Ayo, bunda antar ke kampus."
Tanpa mempedulikan Damar, mereka pun berlalu. Damar hanya menatap punggung mereka yang perlahan menghilang di balik pintu.
"Si Bambang itu ngeselin. Kemarin dekat-dekat sama si Ryu, sekarang malah minta uang sama Bunda, sudah begitu dia lebih suka naik bus dari pada diantar suaminya. Terus aku dianggap apa coba?"
Ia melirik sebuah kartu ATM miliknya yang tadinya akan ia berikan kepada sang istri. Tetapi kelakuan Baby pagi ini sudah membangkitkan perasaan aneh yang bersarang sejak kemarin.
Kamu itu sedang cemburu, Damar!
Tidak!
Batin Damar berperang.
🌼🌼🌼
lagian kamu g sadar menuduh Damar sekingkuh,,yg ada kamu kali yg selingkuhin Damar..kamu aj g tau klo Damar abis mergokin kamu lg anu anu d apartemen mu..🤦♀️
rasain kamu Damar...😠