NovelToon NovelToon
Cinta 'Terkontrak'

Cinta 'Terkontrak'

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Romansa / Slice of Life / Chicklit
Popularitas:11.7k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Senja Maharani, seorang sekretaris muda yang cerdas, ceroboh, dan penuh warna, di bawah asuhan Sadewa Pangestu, seorang CEO yang dingin dan nyaris tak berperasaan. Hubungan kerja mereka dipenuhi dinamika unik: Maha yang selalu merasa kesal dengan sikap Sadewa yang suka menjahili, dan Sadewa yang diam-diam menikmati melihat Maha kesal.

Di balik sifat dinginnya, Sadewa ternyata memiliki sisi lain—seorang pria yang diam-diam terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Maha. Meski ia sering menunjukkan ketidakpedulian, Sadewa sebenarnya menjadikan Maha sebagai pusat hiburannya di tengah kesibukan dunia bisnis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemenangan Ego!

Dalam genggaman erat tangan Sadewa yang kokoh, Maha terus melangkah berusaha menyamakan langkah dengan pria itu. Jantungnya berdegup kencang, tidak bisa menahan rasa penasaran yang terus berkecamuk dibenaknya.

Kemana Sadewa akan membawaku? Pikir Maha dengan hati yang gelisah.

Maha memilih untuk diam, tidak ingin menanyakan hal yang mungkin dianggap tidak perlu oleh Sadewa. Namun, ketidakpastian itu membuat setiap langkahnya terasa semakin berat.

Lorong panjang yang mereka lewati tampak sunyi, hanya diterangi oleh lampu-lampu dinding yang memancarkan cahaya redup. Sepi, seakan-akan lorong itu menyimpan rahasia yang hanya akan terungkap di ujung perjalanan mereka. Sedang Maha, menatap sekeliling, merasakan kesunyian yang seolah menekan, pun membuat suasana semakin mencekam.

Sadewa, tetap melangkah dengan tenang. Seakan tak terganggu oleh suasana sekitar. Dan Maha, pun berusaha menenangkan diri, mencoba meyakinkan hatinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tak berapa lama, langkah mereka berhenti didepan sebuah pintu besar bercat hitam yang menjulang tinggi dengan ukiran elegan. Pintu itu tampak sangat kokoh, seolah menyimpan rahasia besar dibaliknya.

“Mohon tunggu sebentar,” ujar staf dengan sopan sebelum membuka pintu perlahan. Ia memberi isyarat pada Sadewa dan Maha untuk tetap ditempat, sementara ia sendiri melangkah masuk.

Maha yang sedari tadi menahan kegelisahannya, pun mengangkat wajah untuk menatap Sadewa. “Mas, kita mau ketemu siapa?” tanyanya, dan berharap ada sedikit penjelasan yang bisa meredakan keresahannya.

Sadewa menoleh, seperti biasa tanpa ekspresi. Tatapannya dingin dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa akan memberikan penjelasan. “Tidak usah banyak tanya, lakukan saja peranmu dengan baik.” Ucapnya tegas.

Kata-kata Sadewa membuat hati Maha mencelos, pun ia merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Sementara tangannya yang masih digenggam erat oleh Sadewa mulai berkeringat. Ck, sumpah nyebelin banget! Tinggal bilang, apa susahnya, sih?! Gerutunya dalam hati dan bibirnya mengerucut kesal.

Namun, dibalik kekesalannya. Maha tahu bahwa tidak ada gunanya memaksa Sadewa. Sehingga ia hanya bisa menghela nafas untuk menenangkan diri, meski hatinya masih bergejolak. Dengan kepala tertunduk, Maha berusaha menata pikirannya. Ia berharap, apapun yang menantinya dibalik pintu besar itu, tidak akan seburuk yang ia bayangkan.

Krek!

Derit pintu besar itu terdengar menggema, terbuka perlahan dan menampakkan staf yang sebelumnya mengantarkan mereka. Dengan gerakan sopan staf itu membungkuk sedikit.

“Silahkan masuk, Tuan dan Nyonya. Anda sudah ditunggu di dalam.” Ucapnya sopan, mempersilahkan Sadewa dan Maha untuk melangkah masuk.

Sadewa, tanpa banyak bicara langsung menggenggam tangan Maha lebih erat, menariknya dengan tegas kedalam ruangan. Gerakan mendadaknya membuat Maha sedikit tersentak, namun ia tetap mengikuti langkah Sadewa dengan patuh, meskipun hatinya masih diliputi kecemasan.

Begitu mereka melangkah masuk, ruangan yang luas dengan nuansa hitam elegan pun menyambut mereka. Lampu kristal berkilauan di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang menciptakan suasana mewah dan berkelas. Sementara semua orang yang berada didalam ruangan itu segera mengalihkan perhatian mereka kearah pintu.

Beberapa pasang mata terpaku pada pasangan yang baru saja masuk. Bisik-bisik kecil terdengar di antara mereka, merasa takjub dengan kehadiran Sadewa dan terutama Maha. Penampilannya yang anggun dan memikat, membuat banyak orang terpesona. Gaun yang membalut tubuhnya tampak sempurna, menonjolkan keanggunannya.

Sementara Maha, merasakan tatapan itu membuatnya sedikit gugup. Namun, genggaman erat Sadewa di tangannya memberinya sedikit ketenangan. Ia berusaha menegakkan tubuhnya, menghadapi semua tatapan dengan senyum kecil.

“Hai, Bro…” Sapa Abimana, pria dengan senyum ramah itu beranjak dari sofa dan menghampiri Sadewa. “Akhirnya, kamu datang juga. Kita semua sudah menunggu,” ucapnya seraya menepuk bahu Sadewa dengan akrab.

“Oh, hai, Maha… Wah, cantik dan—” sambung Abimana, menyapa Maha. Namun, ucapannya terhenti saat ia merasakan tatapan tajam Sadewa yang sangat menusuk. Sehingga ia pun merasa kikuk dan sedikit mundur.

Maha berdiri dengan tatapan waspada disisi Sadewa, tetapi dalam hati ia merasa sangat asing dengan suasana tempat mewah ini. Tatapan mata yang mengarah padanya dari setiap sudut ruangan, membawanya semakin gelisah. Ia tidak tahu, bagaimana harus bersikap—apakah sebaiknya ramah atau mengikuti sikap dingin Sadewa yang selalu terjaga.

Namun, ketegangan yang Maha rasakan seketika berubah menjadi rasa takut saat suara bariton yang dalam memecah keheningan ruangan.

“Halo, Sadewa… lama tidak bertemu.” Saka menyapa dengan senyum yang terpatri di bibirnya, tampak begitu ramah dan hangat. Ia berjalan perlahan untuk menghampiri Sadewa, pun langkahnya penuh percaya diri.

Deg!

Tubuh Maha menegang, seperti disambar petir disiang bolong. Membuat nafasnya tertahan, sementara jantungnya berdegup kencang. Kehadiran Saka, pria dari masa lalunya—membuatnya sulit untuk bernafas.

Sulit bagi Maha untuk memahami apa yang sedang terjadi, bahkan saat ini tatapannya terpaku pada Saka yang sedang terkekeh menatap Sadewa, seolah-olah tak menyadari kehadirannya.

Saka? Jadi, dia rekan Sadewa? Lantas, maksud apa semua ini? Batin Maha, pikirannya penuh dengan kebingungan yang semakin dalam.

Kenangan lama yang Maha kira telah terkubur dalam-dalam kini kembali mencuat, menghantui pikirannya. Ia merasa seolah-olah dunia disekitarnya berputar lebih lambat, dengan Saka sebagai pusat gravitasi yang menarik seluruh perhatiannya. Sementara itu, Sadewa tetap berdiri dengan tenang. Sama sekali tidak menunjukkan sedikit pun perubahan emosi. Maha merasa semakin kecil diantara keduanya, mencoba menyembunyikan kekalutannya dibalik wajah yang dipaksa tenang. Tapi didalam hatinya, badai rasa takut dan kebingungan tengah berkecamuk.

Sadewa merasakan ketegangan Maha dari genggaman tangan mereka yang semakin erat. Perlahan, ia melepas genggaman itu dan dengan tenang melingkarkan tangannya di pinggang ramping Maha. Matanya yang tajam menatap Saka dengan pandangan dingin yang menusuk, seolah ingin menyampaikan pesan yang jelas, Maha miliknya sekarang dan ia telah memenangkan taruhan ini.

Maha tersentak dalam diam, merasakan keintiman mendadak yang membuat di darahnya berdesir. Ia merasa malu, terutama karena semua mata di ruangan itu tertuju padanya. Rasa canggung semakin menjadi saat ia menyadari kehadiran Saka yang tidak pernah ia duga akan bertemu lagi dalam situasi seperti ini. Ia merasa seperti butiran debu di tengah kemewahan yang membungkus ruangan itu.

Saka, dengan senyumnya yang kaku mengeraskan rahangnya. Ia memperhatikan Sadewa yang tanpa ragu memamerkan kemesraan didepan matanya, terutama dengan Maha—wanita yang pernah menjadi bagian di hidupnya. Hatinya terasa diiris, menyadari bahwa Sadewa sengaja menempatkannya dalam posisi yang menyakitkan.

“Silahkan duduk.” Ujar Saka dengan suara yang sedikit tertahan, menunjuk ke arah tempat duduk yang telah disiapkan. Senyum yang ia tunjukkan tak mampu menyembunyikan perasaan terlukanya.

Sadewa melangkah bersama Maha menuju sofa, keduanya duduk dengan tenang. Meskipun suasana di ruangan itu tampak santai, perhatian semua orang masih tertuju pada mereka. Tidak ada yang berani membuka percakapan atau sekedar berbasa-basi dengan Sadewa. Sebab, mereka tahu betul bahwa pria itu bukan tipe yang suka berbicara banyak, apalagi untuk hal-hal yang tak penting.

Sementara itu, di sudut ruangan, ada Sarah yang sedang mengamati Maha dengan tatapan tajam dari ujung kaki hingga kepala. Matanya bahkan sampai menyipit saat mengenali gaun yang dikenakan oleh Maha.

Koleksi spesial dari Yves Saint Laurent. Cih! Apakah Sadewa mencoba memamerkan sesuatu yang menurutnya istimewa? Batin Sarah tertawa sinis dalam hati. Baginya, Maha tidak lebih dari sekadar batu kerikil yang diberikan kilauan palsu. Walaupun ini pertemuan pertama mereka, ketidaksukaan Sarah terhadap Maha sudah begitu jelas terlihat dari sorot matanya.

Saka yang duduk tidak jauh dari Sadewa dan Maha, pun akhirnya memecah keheningan. Dengan santai, ia menyilangkan kakinya dan menatap Sadewa dengan senyum tipis. “Sepertinya kamu sangat sibuk sekali ya, Wa. Sampai tidak ada waktu untuk berkumpul dengan kami,” ujarnya, terselip sindiran halus dibalik kata-katanya.

Sadewa menoleh, ekspresinya tetap tenang tanpa memperlihatkan emosi berlebih. Ia hanya mengangguk singkat, seolah tak terganggu oleh perkataan Saka. Sedangkan Maha yang duduk di sampingnya bisa merasakan ketegangan yang tak tampak di permukaan, namun terasa jelas di udara. Maha berusaha mengontrol dirinya, berusaha mencoba menyesuaikan diri dengan situasi yang begitu tegang.

“Benar dan sebelumnya saya minta maaf kalau tidak bisa menyempatkan waktu untuk berkumpul dengan kalian semua, harap maklum karena pekerjaan saya memang sulit untuk ditinggal.” jawab Sadewa, menyisipkan jeda sejenak sebelum melanjutkan. Matanya beralih pada Maha yang duduk disebelahnya, sebuah senyum mengembang di wajahnya. Tatapan itu dalam, seolah ada kehangatan tersembunyi yang tidak dapat diabaikan, mengisyaratkan perasaan yang lebih dari sekedar kata-kata.

“Apalagi sekarang, saya mempunyai pasangan. Waktu saya juga habis dengannya,” tambahnya, masih menatap Maha dengan senyum yang tak pudar. Ada ketulusan yang ia tampilkan, membuat suasana yang semula tegang menjadi sedikit lebih hangat.

Maha yang duduk disampingnya, pun tersenyum lembut. Seolah ia memahami permainan Sadewa. Ia ikut memainkan perannya dengan baik. Dari cara Sadewa berbicara, menyentuhnya dan menampilkan ekspresi yang seolah menunjukkan bahwa hubungan mereka sedang dalam masa-masa yang paling Indah. Maha tahu apa yang harus ia lakukan, menyesuaikan diri dengan instingnya untuk mengikuti alur yang diciptakan oleh Sadewa.

Namun, siapa yang tahu bahwa dibalik senyumnya yang manis, ada kegelisahan yang membuncah dalam hatinya. Maha menahan semua emosi yang hampir meledak, menyembunyikan kegundahan dibalik topeng keanggunannya. Pandangannya berusaha tetap tenang, meski di dalam ia merasakan gelombang emosi yang tak terbendung.

“Ah, iya… saya sampai lupa tidak memperkenankan kekasih saya. Perkenalkan, namanya Senja Maharani,” ucap Sadewa dengan nada bangga, tangannya menggenggam lembut tangan Maha.

Maha tersenyum, meski dalam hatinya, jantungnya berdegup kencang. Ia tidak menyangka ada jika Sadewa akan memperkenalkan dirinya dengan begitu percaya diri.

“Nama yang cantik, secantik orangnya,” puji Cindy, suaranya lembut namun cukup jelas terdengar diantara percakapan yang mulai menghangat.

Maha tersipu, rona merah perlahan menghiasi pipinya. Pujiannya sederhana, tapi cukup membuatnya merasa diterima dilingkungan baru ini.

Namun, kehangatan itu tak berlangsung lama. “Apa pekerjaanmu, Maha?” Sambar Sarah dengan nada yang nyaris terdengar seperti menantang.

Maha menoleh, tatapannya yang semula penuh senyum kini berubah datar. Senyum tipis yang sebelumnya menghiasi wajahnya lenyap, digantikan oleh ekspresi dingin. Ada sesuatu dalam cara Sarah bertanya yang membuatnya merasa tak nyaman. Sebab, sejak pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini. Maha sudah merasakan sorotan tajam dari wanita berambut pendek itu. Tatapan yang penuh dengan rasa tidak suka dan seolah-olah menilai setiap inci dari dirinya.

“Saya hanya seorang sekretaris,” jawab Maha dengan nada rendah.

“Oh, sungguh? Wah, aku kira kamu itu seorang model, loh,” seru Mila, matanya membulat tak percaya.

“Iya benar, aku juga mikirnya Maha itu model. Soalnya badannya bagus banget. Eh, ternyata sekertaris,” tambah Cindy dengan nada terkejut, masih sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya.

Maha tersenyum tipis, merasa sedikit canggung dengan perhatian yang tiba-tiba mengarah padanya. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Apalagi, dalam lingkungan yang penuh dengan orang-orang berkelas seperti ini.

“Iya, Maha bekerja sebagai sekertaris di Angkasa Corporation. Dia hebat, menghandle pekerjaan saya dengan sangat baik, bahkan juga hati daya.” Ujar Sadewa sambil melirik Maha. Kata-katanya diakhiri dengan sedikit humor yang membuat beberapa orang diruangan itu tertawa.

Maha mencuri pandang ke arah Sadewa, merasa sedikit lega dengan caranya meredakan ketegangan. Sadewa kemudian meremas lembut tangan Maha, memberikan isyarat bahwa ia ada di sisinya. Meski suasana sedikit cair, Maha masih bisa merasakan tatapan tajam dari Sarah yang membuatnya tetap waspada.

Saka yang duduk dengan santai di tempatnya sambil memegang gelas wine, tidak bisa menahan diri untuk terus memandangi Maha. Ada sesuatu yang berbeda pada dirinya, sesuatu yang menarik perhatian lebih dari biasanya. Kenapa dia semakin cantik? Pikir Saka cemas, tidak mampu menepis perasaan yang mulai meresap kembali ke dalam hatinya. Ck, sialan! Kenapa debaran ini muncul lagi? Batinnya kesal dengan dirinya sendiri.

Di sisi lain, Sadewa yang juga menyadari tatapan Saka yang terus mengarah pada Maha, pun merasakan gelora amarah yang perlahan naik. Brengsek! Pikirnya, hati dipenuhi ketidaksenangan. Sebab, ia mengenal betul makna dari tatapan itu. Itu seperti tatapan pemburu yang sedang mengincar mangsanya—sangat jelas, penuh dengan niat yang tidak diinginkan.

Dengan sigap, Sadewa menggeser sedikit posisinya dan meraih paha Maha dengan sentuhan lembut. Dengan gerakan halus, ia ingin memastikan bahwa hubungan mereka terlihat semakin intim, semakin tidak tergoyahkan. Sentuhan itu bukan hanya untuk menenangkan Maha, tetapi juga untuk memberi peringatan pada siapapun yang mencoba mengganggu mereka.

Maha yang merasa sedikit canggung dengan kehangatan yang datang dari Sadewa, hanya bisa tersenyum tipis. Ia merasa semakin ada ketegangan yang tidak terlihat, seperti badai yang mengintai di balik langit cerah.

Malam ini, Sadewa merasa sangat puas. Sebuah kepuasan yang dalam, yang datang setelah melihat reaksi terkejut Saka ketika ia berhasil menghadirkan Maha dihadapannya. Setiap interaksi antara dirinya dan Maha terasa begitu intens, seolah dunia disekitar mereka memudar.

Sadewa tahu, dengan kedekatannya yang begitu nyata dengan Maha, ia telah berhasil membuat semua orang diruangan itu percaya, tanpa keraguan sedikitpun, bahwa hubungan mereka adalah sesuatu yang benar-benar nyata, bukan sekedar sandiwara.

Maha yang masih merasa asing, ikut larut dalam peran yang telah telah dimainkan Sadewa dengan sempurna. Meski perasaannya, campur aduk. Ia sadar bahwa semuanya terjadi begitu cepat, dan dalam sekejap dirinya menjadi bagian dari permainan yang lebih besar dari yang ia kira.

Sadewa memandangi Maha dengan tatapan penuh kebanggaan, senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia merasa telah meraih kemenangan, kemenangan yang tidak hanya membuat hatinya senang, tapi juga memberi rasa dominasi atas Saka yang sempat menguasai pikirannya beberapa waktu yang lalu.

Namun, didalam hatinya. Ada perasaan yang lebih dari sekedar kemenangan ego. Ia tahu betul, malam ini bukan hanya soal membuktikan siapa yang lebih berkuasa, tapi juga soal menjaga sesuatu yang tak kasat mata—rasa yang tumbuh perlahan di antara dirinya dan Maha, meskipun tak pernah ia ungkapkan.

1
winda
thor kenapa maha gak dibuat pergi aja dari kehidupan sadewa?
winda
keren thor
Lucky ᯓ★: Terimakasih baby /Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
winda
maha kamu harus tetap kuat💪
Lucky ᯓ★: harus kak /Kiss/
total 1 replies
Lilis Yuanita
lnjut
Bunda Mimi
Apakah Maha hamil???
Lucky ᯓ★: waduhhhh/Gosh/
total 1 replies
Rian Moontero
lanjuuutt👍🤩🤸🤸
Lilis Yuanita
ngapain ngarepin maha klo maha d acuhin
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
total 2 replies
Bunda Mimi
makasih thor, hari ini update nya 2x,,, trus byk lagi dialog antar tokoh😍😍😍
Bunda Mimi
pokoknya tetap Tim Dewa dan Maha y thor, Danu sama Niken aza😅
Lucky ᯓ★: waduh, plot twist sekali ini bunda /Facepalm/
total 1 replies
Bunda Mimi
terima kasih update nya thor
Lucky ᯓ★: sama-sama bunda /Rose/
total 1 replies
Bunda Mimi
gedeg liat Sadewa🤬
Lucky ᯓ★: aaa aku baru tahu /Cry/ terimakasih bunda /Kiss//Kiss//Kiss/
Bunda Mimi: pasti bisa🤣
total 9 replies
Bunda Mimi
udah panjang bab nya,,,, tapi selalu merasa kurang thor😅
Bunda Mimi: di tunggu crazy up nya thor🤣
Lucky ᯓ★: eiiii sabar dong /Proud/
total 2 replies
Bunda Mimi
Baguss,,,,,, Suka Alur nya
Lucky ᯓ★: ahhh aku melting, terimakasih bebi /Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
Tq thor update nya,,,,,
Lucky ᯓ★: iya bebi, sama-sama. Terimakasih juga sudah setia membaca /Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
thor bab 21 dan 22 nya kok sudah tidak ada ya
Bunda Mimi: ok siap thor
Lucky ᯓ★: terimakasih atas dukungannya kak, dan mohon maaf jika nanti update ulang dengan isi yang sama. aku revisi karena biar lebih nyaman untuk dibaca, juga ini saran dari editor saya
total 4 replies
Wayan Sucani
Luar biasa
Wayan Sucani
Rasanya berat bgt
catalina trujillo
Bikin ketawa sampe perut sakit.
Lửa
Ngakak sampai sakit perut 😂
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!