Azizah pura pura miskin demi dapat cinta sejati namun yang terjadi dia malah mendapatkan penghinaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4 perhatian cindy
"Bos, kita mau ke mana?"Cindy melirik Azizah sekilas sambil tetap fokus nyetir. Pajero hitam mereka melaju santai di jalanan malam.
"Gue bingung, Cin. Enggak tahu mau ke mana."Azizah bersandar di jendela, menatap lampu-lampu jalan dengan kosong.
"Gue bisa antar ke mana aja, asal bukan ke rumah si Neraka."Cindy mendengus. "Serius deh, Pajero ini juga pasti ogah ke sana."
"Ya, gue juga gamau ke rumah si Neraka lagi."Azizah tertawa kecil. "Gila, nama aslinya bisa hilang kalau begini terus."
"Biarin. Emang udah cocok."Cindy menyeringai. "Kalau ada penghargaan cowok paling ngeselin, dia juara satu."
"Mending ke rumah bokap lu aja. Hidup lu lebih enak di sana."Cindy menurunkan kaca sedikit, menikmati angin malam.
"Gue belum berani. Apalagi sama nyokap."Azizah memainkan ujung sweater-nya. "Udah tiga tahun gue enggak ngomong sama beliau gara-gara milih Raka."
"Tiga tahun?! Ya ampun, Zee, itu udah kayak drama tiga season!"Cindy melotot. "Tinggal dikasih judul Azizah dikira miskin."
"Gue yakin nyokap lu bakal maafin lu."Cindy menepuk paha Azizah. "Tante Viona tuh sayang banget sama lu. Gue malah yakin, kalau lu pulang, dia bakal peluk lu sambil nangis kayak adegan FTV."
"Gue belum ada muka buat ketemu nyokap."Azizah mengusap wajahnya. "Tadinya gue mau bawa Raka biar nyokap lihat sendiri kalau gue enggak salah pilih suami."
"Dan ternyata salah besar, kan?"Cindy memencet klakson iseng. "Nyokap lu tuh bukan matre, tapi realistis. Dia kayak Google Maps, tahu mana jalan aman, mana yang bakal bikin lu nyasar."
"Gue gagal buktiin kalau gue bisa mandiri."Azizah menatap dashboard mobil. "Kayaknya hidup gue kayak game The Sims, semua pilihan gue salah."
"Zee, kurang mandiri apalagi coba?"Cindy mendelik. "Lu bisa aja hidup santai, ongkang-ongkang kaki, tapi lu malah bikin perusahaan sendiri tanpa sepengetahuan bokap. Terus, lu pernah bersaing buat dapetin tender, dan lu menang! Itu bukti kalau lu bisa!"
"Tapi tetep aja, Cin…"Azizah masih terlihat ragu.
"Dan bukan cuma lu yang sukses!"Cindy menunjuk dirinya sendiri. "Lu ngajarin gue bisnis, ingat? Dulu gue cuma bisa ngabisin duit bokap, sekarang gue, Tifani, Renata, Claudia—kami semua sukses karena lu!"
"Tapi…"Azizah mendesah.
"Jadi, jangan rendahin diri lu cuma karena gagal sama si Neraka itu."Cindy menyeringai. "Neraka itu tempatnya setan. Lu udah kabur dari sana, jangan balik lagi!"
Azizah terdiam, lalu tertawa kecil. "Kampret lu, Cin. Tapi masuk akal."
Cindy menjentikkan jari. "Tentu dong! Logika gue udah di-update ke versi anti-bucin."
Azizah tersenyum tipis. Pajero mereka terus melaju, meninggalkan beban berat yang tadi menghantuinya.
Cindy terus mengendarai mobilnya entah sudah berapa kali muter keliling kota. Azizah masih belum mau pulang, pengennya jalan-jalan nggak jelas. Tapi akhirnya, Cindy yang ambil keputusan. Tanpa banyak tanya, dia banting setir dan membawa Azizah ke sebuah apartemen mewah.
"Wih, tempat siapa ini, Cin?"Azizah turun dari mobil, matanya berbinar melihat bangunan tinggi yang megah.
"Ya, tempat gue lah!"Cindy menjawab santai sambil membuka pintu mobil.
"Gila lu! Udah jadi sultan sekarang!"Azizah menatap Cindy dengan kagum.
"Hahaha, berkat lu ini, Beb."Cindy nyengir lebar. "Lu kan yang selalu bilang: kerja keras di waktu muda, leha-leha di waktu tua, dan wafat masuk surga."
"Hahaha, bisa aja lu, Cin!"Azizah tertawa, menepuk pundak Cindy.
Tiba-tiba, Cindy mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
"Woy, pada di mana lu? Ini gue bawa Kanjeng Ratu, cepetan ke parkiran!"Cindy memberi perintah layaknya bos mafia.
Azizah ngakak. "Anjay, anak mamih sekarang udah kayak queen mafia ngasih perintah."
"Hahaha, iya! Queen mafia versi syar’i!"Cindy menjawab sambil cengengesan.
Azizah melirik sekitar. "Ngomong-ngomong, Tifani, Renata, Claudia pada ke mana?"
"Ya, mereka mah sibuk sama lakinya, Beb. Tinggal gue doang yang jomblo akut."Cindy pura-pura sedih sambil meletakkan tangan di dada.
"Kenapa lu belum nikah, Beb?"Azizah menatap Cindy penasaran.
"Hahaha, lagi cari yang cocok. Syaratnya gampang kok: nggak merokok, pintar ngaji, kaya raya, tampan, anti-poligami, anti-selingkuh, dan duitnya gue yang ngatur."Cindy menyebutkan kriterianya dengan nada bercanda.
Azizah geleng-geleng. "Hahaha, sampai kapan pun lu nggak bakal dapet, Beb. Itu mah spesies langka!"
Empat pria berbadan besar dan dua wanita bertubuh tegap mendekati mobil Cindy. Gerak-gerik mereka rapi dan disiplin, seperti pasukan pengawal pribadi.
"Itu anak buah lu, Beb?"Azizah melirik Cindy dengan alis terangkat.
"Ya, gitu deh…"Cindy berlagak cool, menyeringai sambil melipat tangan di dada.
"Gila, lu beneran jadi queen mafia!"Azizah menggeleng tak percaya.
Cindy menatap pasukannya dengan ekspresi serius. "Denger ya, ini Kanjeng Ratu. Anterin dengan selamat, awas sampai lecek! Kalau ada goresan di ujung kuku pun, gue pecat kalian semua!"
Tanpa protes, dua wanita sigap membantu Azizah turun dari mobil, sementara empat pria lainnya memastikan situasi aman.
Azizah menghela napas, merasakan kehangatan perhatian yang selama ini hilang. Harusnya Raka yang ada di sini, memfasilitasi semua ini. Tapi malah Cindy yang melakukan semuanya.
Dengan langkah pelan, Azizah berjalan menuju lift, diapit dua wanita yang menjaganya dengan penuh kehati-hatian. Sementara itu, empat pria tadi sudah lebih dulu memastikan lift steril dari orang lain agar Azizah nyaman.
Begitu pintu lift terbuka, Cindy menepuk bahu Azizah sambil nyengir. "Welcome to my palace, Beb!"
Azizah terdiam sejenak begitu masuk ke dalam apartemen Cindy. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Lantainya marmer putih mengkilap, sementara di bagian ruang tamu, ada sofa besar berbahan beludru berwarna emerald dengan bantal-bantal mewah berbordir emas.
Dindingnya dihiasi lukisan abstrak berukuran besar dengan warna-warna bold yang terkesan modern. Sebuah piano grand hitam berdiri elegan di sudut ruangan, sementara rak buku besar dengan pencahayaan LED menampilkan koleksi buku-buku bisnis dan biografi tokoh sukses.
Di tengah ruangan, ada meja kaca dengan vas berisi bunga segar—tampaknya bukan sekadar dekorasi, karena harumnya samar tercium di udara. Aroma ruangan ini seperti kombinasi wangi lavender dan kayu cendana yang memberi kesan tenang dan mahal.
Azizah berjalan ke balkon yang terbuka lebar, lalu mendapati pemandangan kota dari lantai atas yang luar biasa. Lampu-lampu kota berkelap-kelip, dan angin malam sejuk menerpa wajahnya.
"Gila, Cin… Ini apartemen apa istana sih?"Azizah menoleh ke Cindy yang berdiri dengan gaya sombong, menyandarkan diri di kusen pintu.
"Hahaha, ya begitulah hidup seorang Queen Mafia versi syar’i."Cindy tertawa, lalu menjatuhkan diri di sofanya yang empuk.
Tak lama kemudian, beberapa perempuan muncul membawa beberapa paper bag besar dengan logo butik-butik mewah yang familiar. Mereka berjalan dengan rapi dan anggun, seolah sedang membawa harta karun.
"Ini, Kanjeng Ratu! Baju buat lu!"Cindy menunjuk tumpukan belanjaan dengan gaya dramatis. "Malu-maluin ih, putri keluarga Pratama bajunya lecek gitu."
Azizah mendengus sambil menatap dirinya sendiri. Memang bajunya agak kusut setelah seharian keliling kota tanpa tujuan.
"Hahaha, baik banget sih lu, Cin. Sampe beliin baju segala!"Azizah tersenyum, terharu dengan perhatian Cindy.
Cindy langsung cengengesan. "Enak aja! Nanti gue kirim tagihannya ke perusahaan lu lah!"
Azizah langsung mendelik. "Pantes aja lu cepet kaya! Pasti di kepala lu isinya cuma duit, duit, dan duit, ya?"
Cindy mengangkat bahu tanpa rasa bersalah. "Iya dong, itu adalah hal yang paling rasional di dunia ini."
Azizah menghela napas sambil tertawa kecil. "Udahlah, santai aja. Kasih aja tagihannya ke tempat gue."
Cindy menyeringai. "Tenang, Zah…"
Azizah menatap curiga. "Tenang apa?"
Cindy melemparkan ponselnya ke sofa sambil ngakak. "Tenang aja, gue udah kirim tagihannya sebelum lu bilang. Hahaha!"
Azizah langsung melotot. "Dasar lu! Kirain beneran ditraktir!"
Tanpa pikir panjang, Azizah meraih bantal sofa dan melemparkannya ke arah Cindy. Cindy refleks menghindar sambil ngakak, lalu balas mengambil bantal lain dan menyerang balik.
Dalam hitungan detik, apartemen mewah itu berubah jadi arena perang bantal.
Terdengar suara bel masuk yang cukup keras, mengagetkan suasana yang sebelumnya penuh tawa dan canda.
"Silakan masuk!"ucap Cindy tanpa menoleh, tetap duduk santai di sofa.
"Siapa, Cin?"Azizah bertanya sambil melirik ke arah pintu.
Cindy tidak menjawab, hanya bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu. Setelah membukanya, tampak seorang dokter cantik berdiri di ambang pintu, diiringi beberapa perawat yang membawa perlengkapan medis.
"Ini dokter Salam, Beb. Dia mau periksa kehamilan lu,"ucap Cindy sambil melangkah mundur memberi ruang untuk para tenaga medis.
Azizah terdiam sejenak, matanya sedikit berkaca-kaca. Tanpa pikir panjang, ia langsung memeluk Cindy dengan erat. Rasa haru menguasai dirinya.
"Terima kasih, Cin,"ucap Azizah pelan. "Sungguh, ini hal yang sudah lama ingin aku lakukan. Sejak hamil, aku nggak pernah periksa ke dokter…"
Cindy memeluk balik Azizah dengan lembut. "Kenapa nggak pernah, Beb?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Azizah menarik napas dalam-dalam, kemudian menjawab dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar. "Bukan karena nggak sanggup, Cin… Tapi karena aku selalu menunggu Raka untuk antar aku ke dokter. Aku berharap dia peduli, tapi… penantianku sia-sia. Raka sama sekali nggak peduli dengan bayi yang aku kandung."
Cindy mengusap punggung Azizah dengan lembut, memberi kenyamanan yang selama ini tidak didapatkan oleh sahabatnya. "Udah, Beb. Sekarang kamu di sini, dan kamu nggak sendirian."
Azizah mengangguk, sedikit terisak. Ia merasa lega ada seseorang yang peduli, meskipun selama ini ia merasa ditinggalkan. Dalam hatinya, ia berterima kasih pada Cindy yang selalu ada untuknya, terutama saat-saat seperti ini.
Dokter Salam tersenyum lembut, memecah kesunyian yang ada. "Kami siap untuk memulai pemeriksaan, Azizah. Tenang aja, semuanya akan baik-baik saja."
gk sma suamix tinggal ,dodol bangat Rommy...kejar cinta msa lalu mu