"Apa yang Dipisahkan Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia. Begitu pula kita, antara lonceng yang menggema, dan adzan yang berkumandang."
- Ayana Bakrie -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Venus Earthly Rose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sabtu 23 Juli 2016
Berbicara denganmu selalu membuatku merasa biru, Andra. Aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya, namun ku rasa kini aku mulai paham artinya. Arti dari rasa biru yang ku rasakan tentangmu. Rasa biru itu percampuran antara rasa kagum, bahagia, dan kesedihan yang mendalam, ketiganya bercampur menjadi satu, setiap aku bertukar kabar denganmu atau ketika aku memikirkanmu. Rasa kagum itu muncul karena aku yang selalu takjub karenamu, tentang bagaimana kamu menghadapi semua yang terjadi dalam hidupmu, bagaimana caramu berdamai dengan masalahmu, bagaimana Tuhan menciptakanmu yang begitu sempurna bagiku, dan bagaimana kamu terus teguh melaksanakan prinsip yang menurutmu benar. Aku kagum karena semua itu.
Sedangkan rasa bahagia itu, muncul karena aku memang bahagia bisa mengenalmu, bisa melihatmu saat itu, bisa akrab denganmu, bisa memiliki nomor ponselmu, bisa bertukar kabar denganmu setiap hari, bisa menyukaimu. Semua itu membuatku merasa bahagia. Mengenalmu memberiku banyak hal baru. Bagiku, kamu merupakan salah satu karunia yang dihadirkan Tuhan dalam cerita hidupku.
Lalu, tentang kesedihan yang mendalam itu, ku rasa karena semakin hari rasa sukaku kepadamu semakin bertambah. Padahal kita jauh berbeda dan takkan pernah bersama. Karena aku yang semakin menyukaimu dan jatuh cinta sendirian. Karena aku sadar perasaanku kepadamu ini seharusnya tak ada. Karena meski adapun, dan kini semakin bertambah, kita takkan mungkin bersama pada akhirnya. Namun sungguh, aku mensyukuri semua itu. Bagaimana aku tak menyukaimu jika kamu memang sebaik itu, Andra. Untuk saat ini, aku biarkan saja perasaanku tumbuh, tak masalah, kamu takkan tahu, lagipula hanya aku yang jatuh cinta di sini, hanya karena kamu bersikap sebaik itu kepadaku. Andra, semoga Tuhan melindungi setiap langkah kakimu dan memudahkan semua urusanmu.
Aku bertanya kepada Brian apa yang ia rasakan ketika chatting dengan Andra. Dia bilang rasanya biasa saja, seperti chatting dengan temanmu, rasanya juga sama seperti chatting denganku. Saat aku bertanya apa dia juga merasa biru, dia bilang tidak, padahal aku sudah menjelaskan tentang apa arti biru yang ku maksud. Dia bilang dia juga belum pernah merasakan biru yang ku maksud saat ia bersama dengan pacar-pacarnya. Yahh, dia Brian, si pujangga buaya. Namun kata Brian, dia ingin merasakan rasa biru yang ku maksud suatu hari nanti. Dia juga bertanya apakah aku sedang merasakan rasa biru kepada seseorang, tentu saja aku jawab tidak. Aku berbohong. Aku bilang jika aku melihat penjabaran rasa biru itu di internet, maka dari itu aku menanyakannya. Brian tak perlu tahu tentang perasaanku kepada Andra. Tak perlu. Bahkan Andra juga tak perlu tahu tentang perasaanku kepadanya.
Hari ini di sekolah aku melihat sesuatu yang seharusnya tak ku lihat ku rasa. Steven menyukai Eve. Aku yakin akan hal itu. Steven memang membantah saat ku bilang dia menyukai Eve, namun matanya berkata sebaliknya. Tatapan matanya kepada Eve menunjukkan perasaannya. Aku bilang kepada Steven jika bahasa mata yang ia pancarkan mengatakan jika ia suka pada Eve dan Steven tak bisa membantah. Dia membuatku berjanji agar aku tak mengatakan kepada Eve jika dia menyukainya. Pada akhirnya Steven mengakui jika ia memang menaruh hati kepada Eve sejak kelas sepuluh.
Awalnya aku tak terlalu memperhatikan karena Steven memang agak tertutup tentang perasaannya. Padahal kami sudah akrab sejak kelas sepuluh. Dulu, Eve di kelas sepuluh MIPA dua. Kelasnya Bersampingan dengan kelas kami. Eve ramah, aku mengenalnya sejak kelas sepuluh meskipun kami tak begitu akrab. Jika ku tarik mundur ke belakang, Steven memang tak pernah mau berkumpul denganku jika ada Eve. Kami sering kemana-mana bersama, kadang hanya berdua, aku dan Steven, kadang juga kami ketambahan teman-teman kami yang lain. Selama ini Steven tak pernah mengungkapkan perasaannya, dia tak pernah bilang dia suka kepada siapa. Kini saat kelas sebelas, perasaan Steven kepada Eve bisa ku lihat dengan jelas. Aku dan Eve duduk di bangku urutan nomor dua dari depan, pojok paling kiri, sedangkan Steven duduk di depanku. Saat ia menengok ke belakang untuk berbicara denganku dan juga Eve. Aku melihat tatapan itu. Bahasa mata.
Aku bertanya kepada Steven tadi sore lewat chatting, apa ia merasa biru kepada Eve. Dan ia bilang iya. Dia merasa biru kepada Eve. Ia sangat kagum kepada Eve karena selain cantik, Eve sangat pandai melukis dan lembut sifatnya. Ia bahagia karena ia bisa sekelas dengan Eve, ditambah lagi Eve akrab denganku sekarang, itu artinya dia juga akan semakin akrab dengan Eve. Sedangkan ia juga sedih, karena Eve seorang Katolik, sedangkan Steven Protestan. Apalagi Steven juga merasa tak pantas untuk Eve, dia yang secantik itu takkan mau kepada Steven yang biasa-biasa saja. Tentu saja ku bantah. Steven baik, dia tampan, semua laki-laki tampan dengan ciri khas dan keunikan mereka masing-masing, Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Aku tak tahu harus berkomentar apa tentang perbedaan mereka, aku tak tahu banyak tentang agama selain agamaku sendiri. Ku rasa aku harus memperluas pengetahuanku tentang hal ini. Eve dan Steven sama namun berbeda. Lalu bagaimana denganku dan juga Andra. Jelas sekali, aku beragama Islam sedangkan Andra beragama Katolik. Ah, ku rasa aku berpikir terlalu jauh.
Aku lalu memutuskan untuk bertanya kepada Andra tentang hal ini, mengingat dia juga seorang Katolik. Andra bilang, menurut apa yang ia ketahui, Protestan, atau yang biasa langsung disebut Kristen dan Katolik merupakan dua agama yang menyembah Tuhan yang sama, namun memiliki prinsip iman yang berbeda. Menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK), pernikahan tersebut bisa dilakukan. Namun, harus diselenggarakan di Gereja Katolik dan disaksikan oleh Imam Katolik. Di samping itu, ada sakramen, aturan, dan tradisi lain yang harus diperhatikan. Misalnya saja kedua mempelai bisa melaksanakan pernikahan Ekumenis setelah mendapatkan dispensasi uskup. Nantinya, janji nikah akan diberikan oleh Imam Katolik secara langsung. Menurut ajaran Gereja Katolik, pernikahan adalah suatu sakramen yang diatur dalam hukum kanonik. Maka, jika seorang Katolik ingin menikah dengan seorang Kristen yang bukan Katolik, mereka harus mengantongi izin dari gereja untuk melakukannya. Aturan ini berlaku untuk mempelai wanita maupun pria yang beragama Katolik. Istilahnya sering disebut sebagai Dispensasi Pernikahan Campuran. Proses perizinan ini bisa melibatkan berbagai pertimbangan. Apabila mempelai mengadakan perkawinan yang diteguhkan oleh pendeta, maka bentuknya hanyalah peresmian.
Nantinya, perkawinan yang sifatnya Sakramentalis, pendeta biasanya akan membawakan doa-doa lain. Kemudian, pastur dan pendeta akan membicarakan bersama-sama terkait aturan gereja yang mengatur soal pernikahan. Kedua orang tua mempelai juga harus mencari solusi terbaik untuk anak-anaknya, baik saat pemberkatan ataupun resepsi. Misalnya pemberkatan di Gereja Katolik, resepsi di Aula Sinode, dan doa serta berkat santapan oleh pendeta. Pernikahan mereka disebut sebagai pernikahan ekumenis. Saat dinyatakan sah sebagai suami-istri, mempelai yang beragama Katolik tetap Katolik dan Protestan tetap Protestan. Namun, pihak Protestan tidak boleh menerima komuni. Sedangkan pihak Katolik tetap tercatat namanya sebagai anggota Gereja Katolik karena ia mempertahankan iman dan ajaran gerejanya. Apabila mereka memiliki keturunan, anaknya akan dibesarkan, dididik, dan disekolahkan secara Katolik. Mereka juga harus dibimbing agar senantiasa taat dan patuh menjalankan aturan-aturan Katolik. Sementara pihak Protestan harus menerima konsekuensi bahwa ia tidak dapat menerima komuni. Ini menurut penjelasan Andra. Mungkin untuk sebatas pacaran ia bilang tak masalah, namun konsekuensinya saat pernikahan nantinya. Misalnya mereka putus dan tak jadi menikah, ia rasa akan sulit untuk mencari seseorang yang seagama dan langsung menikah. Ia bahkan bilang apakah mereka akan ikhlas menikah dengan orang lain jika selama ini yang mereka cinta bukan orang itu. Dan kami masih terlalu jauh untuk memikirkan tentang hal itu. Ucapannya semakin membuatku sadar akan perbedaan paling besar di antara kami. Batas di antara kami begitu tinggi. Iya, ku harap perasaanku kepadanya akan cepat menghilang.