Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 26 Tetap Keras Hati
Keesokkan harinya, melihat tidak ada tanda-tanda Launa meminta maaf padanya Bara jadi uring-uringan sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, belum terlalu larut bagi seorang Bara. Berkali-kali ia menghela napas kasar, seraya menatap langit-langit kamar.
Pura-pura ngambek dan mendiamkan Launa nyatanya bukan ide yang baik. Baru juga sehari, tapi Bara seakan tidak sanggup jauh dari Launa. Mereka masih terlalu baru, bahkan cinta Launa masih abu-abu, bukan hanya abu-abu, tapi hitam pekat alias tidak ada, sepede itu Bara mengharapkan maaf dari wanita itu. Rupanya Bara lupa bahwa wanita itu keras kepala.
“Huftt kenapa perasaanku jadi tidak nyaman.”
Bara bermonolog disertai tindakan yang sukses mengundang perhatian penghuni rumah yang lain. Pasalnya, sejak tadi ia mondar mandir masuk keluar kamar dengan wajah bingungnya.
Sudah menjadi hal biasa, jika sang kakak uring-uringan begini, masalahnya pasti tak jauh-jauh dari seorang wanita. Jovita tidak ingin terlalu usil, terserah kakaknya saja, selagi itu tidak mengganggu hubungannya dengan Garry.
Bara yang kian ketar ketir memilih melangkah cepat dan berlalu keluar tanpa pamit pada Jovita yang kala itu duduk sendirian di ruang tamu.
Deru mobil memecah suasana malam, Bara melaju dengan kecepatan sedang karena ia tidak punya cita-cita berakhir di jalan raya. Tujuan Bara hanya satu, Launa.
Tanpa menghubungi lebih dulu, tanpa memberikan aba-aba, bahkan hanya berbekal insting, Bara sudah berdiri di depan pintu Iva. Karena ia yakin pasti Launa ada di sana. Sedikit gugup karena memang langkah Bara seakan tidak ada istirahatnya.
Cukup lama Bara menunggu, rasanya tidak mungkin jam segini sudah tidur. Karena biasanya, semakin dewasa seseorang, jam tidurnya akan semakin larut. Andai memang Launa sudah tidur, berarti wanita itu benar-benar menata pola hidupnya dengan baik.
Bara tak akan berhenti mengetuk hingga pintu itu terbuka, persetan andai dianggap mengganggu oleh Iva. Hingga ketika diketukan terakhir senyum Bara mulai terbit tatkala pintu itu terbuka dan mengundang salah paham serta kepercayaan diri dari pemilik rumah itu.
Melihat kedatangan Bara, Iva tersenyum dan mengira Bara rela datang selarut ini ke rumahnya hanya untuk menemuinya. Senyum Iva sudah selebar itu, namun detik berikutnya memudar kala Bara melayangkan pertanyaan yang seketika membuat panas hati Iva.
“Ada di dalam.”
“Panggilkan, tapi jangan bilang saya datang, nanti saja dia tau sendiri.” Titah Bara yang langsung Iva anggukki. Dengan langkah gontai, Iva berjalan memasuki kamarnya untuk memanggil Launa yang kebetulan belum tidur juga.
Tak lama usai Iva masuk ke kamarnya, ia keluar dengan membawa Launa yang kini mengekor di belakang wanita itu dengan wajah masam.
“Ada apa? Kenapa bapak tau saya di sini?” Ketus Launa yang tampak tak suka.
“Insting saja.” Jawab Bara sesingkat mungkin disertai senyum tipis yang terukir dari wajah tampannya. Ekspresi wajah Bara tak lekang dari perhatian Iva, cara Bara menatap Launa sangat berbeda sekali dengan cara Bara menatap dirinya.
Sedikit banyak dapat Iva simpulkan, pria yang kepadanya Iva menyimpan beribu impian itu tengah jatuh hati, tapi bukan padanya melainkan pada sepupunya. Tak tahan terus berada di sana, dengan wajah lesuhnya Iva pamit masuk kembali dengan alasan ngantuk tak terbendung. Tak peduli meski Launa memaksa agar dia tetap di sisi mereka agar tidak ditemani setan sebagai orang ketiga, Iva menolak sekeras itu. Mana mungkin dia sanggup berada lama-lama di sana, menyaksikan pria yang dia sukai berdekatan dengan wanita lain.
“Ada keperluan apa?” Ketus Launa pasca Iva berlalu.
“Boleh aku masuk?”
Belum dapat izin tapi dia sudah masuk sendiri, Launa menghela napas pelan. Setidaknya perlu waktu untuk saling mengenal, namun pria ini datang padanya seakan Launa miliknya.
“Makan gorengan? Jam segini makan gorengan?”
Dugaan Bara bahwa Launa adalah wanita yang menata pola hidupnya dengan benar nyatanya salah besar. Pria itu sampai terkejut kala melihat sisa gorengan masih berantakan di meja ruang tamu tak lupa dengan snack yang berteberan di sana sini.
“Kenapa memangnya?”
“Aneh saja makan jam segini, bukan lagi waktunya. Cemilannya juga astaga.”
Repot sekali, pria ini baru ia kenal, tapi cara Bara memperlakukannya persis perlakuan Danu dan ayahnya. Bara menggeleng pelan, lalu kemudian membersihkan sofa yang bahkan sulit untuk ia duduki itu.
“Siapa bapak ngurusin hidup saya segala, lagian itu juga bukan gorengan saya tapi gorengan Iva. Kalau snack baru iya itu punya saya. Kalau mau protes, bukan cuma sama saya, sama Iva juga tuh.” Gerutu Launa yang merasa Bara tidak adil.
Jawaban yang berhasil membuat Bara menggeleng sembari berkacak pinggang. Andai saja Launa tahu bahwa yang ia pedulikan di sini hanya Launa seorang.
“Aku pedulinya cuma sama kamu, hatiku sudah di design khusus untuk hanya peduli pada satu orang.” Jawab Bara hingga membuat hati Iva kian terbakar. Bagaimana tidak? Wanita itu tidak benar-benar tidur, ia bahkan sengaja berdiri di balik pintu kamarnya yang ia buka setengah itu hanya untuk mencuri dengar pembicaraan mereka.
“Apa tidak ada sedikit pun perasaan pak Bara untukku?” Batin Iva dengan mata yang mengembun lalu kemudian memilih menghindar dan mengunci rapat pintu kamarnya.
Sementara di sisi lain, Launa tidak nyaman akan keberadaan pria yang kini memilih duduk di sisinya itu. Seketika Launa memijat pelipisnya, dan tak lama kemudian. “Hoeek.”
“Heuh?” Bara seketika tercengang melihat reaksi Launa yang mendadak mual saat ia dekati.
“Saya nggak suka bau parfum bapak, jauh-jauh sana.” Tak pernah Bara sangka, bau parfum barunya ternyata mengganggu indera penciuman Launa.
“Jangan-jangan kamu benar-benar hamil Launa, kenapa tidak periksa saja sih.”
Hamil? Mendadak Launa kembali merinding mendengar kalimat itu. Sekuat itu dia meyakinkan bahwa keberadaan setitik nyawa dalam rahimnya tidak ada, nyatanya perasaan itu kembali goyah dan ragu.
“Ya Tuhan, apa tidak berdosa andai aku menolak keberadaannya di rahimku? Aku harap dugaanku salah, karena sesungguhnya aku sangat tidak ingin menikah dengannya.”
“Kita periksa ya.” Ucapan Bara seketika membuyarkan lamunan Launa.
“Tidak mau.” Jawab Lauan bersedekap dada, tetap pada pendiriannya.
“Sayang.”
“Heuh?” Launa menatap tak suka ke arah pria itu seakan tak sudi dipanggil sayang olehnya.
“Maaf, maksud aku, Launa.” Ucap Bara membenarkan ucapannya.
“Kalau kamu terus menundah, bagaimana kamu bisa tau? Bagaimana kalau nanti sudah membesar? Bukan kah akan lebih repot nantinya, lebih baik kamu jujur pada orang tua sejak awal dari pada nanti mereka mengetahuinya sendiri.”
“Lagi pula, andai kita bisa tahu dari sekarang, bukan kah itu bagus. Kita bisa cari jalan keluar tanpa harus membuat kecewa orang tuamu.”
Saran Bara nyatanya tidak hanya masuk kuping keluar kuping saja, Launa mencerna setiap kata yang ia dengar dengan raut wajah yang tampak berpikir. Bara sudah besar kepala dan merasa senang akan reaksi Launa, dalam pikiran Bara sepertinya Launa akan menjawab “aku setuju.” Sudah sebesar itu keyakinannya, matanya bahkan berbinar menanti jawaban dari Launa hingga…
“Aku tidak mau.” Jawab Launa seketika membuat binar di mata Bara meredup. Keras sekali pendirian Launa, Bara sampai bingung sendiri apa yang membuat wanita ini keras hati dan tidak mau memeriksakan diri.
sorry tak skip..