Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Ayah, aku sudah minta izin di kantor untuk pergi ke Kota P. Ayah mau ikut?" tanya Hasna duduk di sofa ruang tamu bersama ayah Ahmad.
"Ayah merasa kurang sehat nak, gimana kalau kita berobat dulu." jawab Ayah mengeluh pada putri keduanya.
"Ayah sakit? Sakit apa ayah?" tanyanya khawatir, meski tidak nampak tapi pertanyaannya membuat ayah yakin jika putrinya mengkhawatirkannya.
"Hanya capek biasa nak, perut ayah kadang panas dan jantung ayah berdetak kencang." jawab ayah jujur, ayah selalu diam pada isterinya berbeda jika sama anaknya.
"Kalau begitu besok kita ke Puskesmas untuk periksa ayah." ujar Hasna yakin, dia bangkit menyiapkan berkas yang diperlukan di Puskesmas.
"Hasna sudah tanya teman Hasna disana, Hasna akan siapkan semua berkasnya. Ayah tinggal ikut saja!" imbuhnya semangat mengajak ayah berobat demi kebaikan ayah.
"Iya nak." jawab Ayah singkat. Sebenarnya ayah Ahmad merasa kurang enak badan sejak menikah dengan isteri barunya ~ Mami Titik.
"Mungkin ayah terlalu lelah disini, terlalu kerja berat sehingga banyak keluhan ayah. Dulu ayah selalu baik-baik saja." batin Hasna saat dia berada di kamar hendak shalat isya.
Usai sholat, tidak lupa Hasna mendoakan kedua orang tuanya, dirinya, dan kedua saudaranya. Mami Titik dan kedua saudara tirinya ~ skip.
Paginya usai sarapan, Hasna menemani ayah berobat ke Puskesmas. "Maaf kak, sebaiknya bawa ayahnya ke rumah sakit kota. Karena disini peralatan tidak lengkap! Jika di Puskesmas, hanya bisa memeriksa sekedarnya, bagus jika dilakuka rontgen." jelas perawatnya.
"Kalau mau saya akan buatkan rujukannya kak supaya mudah." imbuhnya sambil menulis. Hasna diam saja mencerna setiap ucapan Perawat tersebut. Usai dibuatkan rujukan, Hasna menerimanya lalu pulang.
"Bagaimana kata perawatnya nak?" tanya ayah saat diperjalanan. Hasna menarik nafas dalam lalu berkata.
"Kita bicarakan di rumah ayah." ujarnya pelan, ayah hanya mengangguk setuju. Setibanya di rumah ayah berkata.
"Biasa kalau ayah sakit, Mamimu membuatkan minuma herbal seperti daun binahong yang direbus, atau daun sirih merah, ceplukan, yang rumputan lah." jujur ayah pada putrinya.
Mereka duduk di teras rumah Mami Titik, rumah sedang kosong. Anak-anaknya sekolah, sedangkan Mami Titik pergi bertetangga. "Ya Allah ayah, kenapa gak bilang Hasna." ujar Hasna heran.
"Hanya kadang sesak sedikit, panas, terus sembuh kok." jawabnya santai. Hasna menghela nafas berat.
"Aku gak mau sampai ayah lambat di obati seperti ibu dulu." jeritnya dalam hati. "Okey, besok kita ke rumah sakit di kota MI ayah." ujar Hasna lagi.
"Gak usah nak, ayah sudah enakan. Kita ke rumah kakak kamu saja!" ujarnya menenangkan, dia tersenyum seolah semua baik-baik saja. Hasna mengangguk mantap tapi pikirannya berkelana keras.
"Aku akan kasih tahu kakak, tapi gimana kalau dia malah kepikiran? Apalagi sudah melahirkan." batin Hasna bingung. Lama dia berpikir, lalu dia masuk ke dalam kamar untuk mengemas barangnya.
"Kapan kita mau ke Kota P ayah?" tanyanya menghampiri sang ayah yang masih di teras merenung.
"Bagus kalau pas tujuh hari setelah melahirkan. Biasanya akan dibuatkan akikah, atau syukuran." jawab ayah mantap. Hasna mengangguk lalu masuk ke kamar lagi.
"[Kak, kapan mau acara akikah?]" tanya Hasna melalui pesan singkat. Dia menunggu beberapa menit lalu dibalas.
"[Rencana pekan depan de, kumpul uang dulu]" balas Hana. Hasna merasa kasihan dengan sang kakak. "Semoga bahagia kak." Doa Hasna tulus.
"[Baiklah, aku akan datang saat acara akikah ya kak]" balas Hasna lalu dia menyampaikan ke ayah jika bulan depan baru akikah.
"Ya sudah kalau begitu nak. Ayah mau berobat di kampung dulu! Ke orang pintar." ujar ayah. Ternyata Mami sudah datang dan mami yang sarankan hal tersebut.
Hasna mengiyakan saja! Beberapa kali ayah berobat kampung. Sebelum akhirnya mereka berangkat ke kota P. "Di rumah harus dibersihkan, ada peninggalan yang belum tuntas." jawab Mbah Tomo.
"Maksudnya Mbah?" tanya Hasna penasaran.
"Jadi masih ada sisa makhluk bersarang disana yang harus disuruh pergi." jawabnya menatap Hasna, dia diam mencerna ucapan orang tua tersebut.
"Lakukan yang terbaik Mbah, karena suami saya sakit-sakit." sahut Mami Titik cepat. Hasna hanya diam saja, akhirnya segala pengobatan dilakukan dan ayah masih tetap lemah.
"Ya sudah, kita berobat ke dokter yuk yah!" ajak Hasna. Ayah diam sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Hasna.
"Kita mau ke Kota P, gimana kalau berobat disana saja nak, disana kan lebih kota daripada disini." ujar sang ayah memberi saran sekalian melihat cucu pertamanya.
"Baiklah jika itu mau ayah." gumam Hasna lirih. Mereka bersiap untuk berangkat ke Kota P, tidak lupa membawa oleh-oleh dan memesan angkutan umum.
Kini tiba saatnya mereka berangkat. "Jam berapa mobilnya menjemput?" tanya Mami. Mereka menunggu di teras rumah Mami Titik.
"Katanya jam delapan Mi." jawab Hasna jujur, mereka sudah sarapan. Cukup lama mereka menunggu sambil berbincang ringan.
Sebelum ayah Ahmad berangkat, Mami mau mengirimkan uang pada cucu dari suaminya. Dia menjual kambingnya untuk dia kirim kepada cucunya.
"Yah, kambingnya sudah laku sepuluh juta. Ini satu juta buat Hana dan anaknya, ini satu juta buat ayah pegang kesana." ujarnya menyerahkan uang dua juta kepada ayah. Ayah menerimanya tanpa protes, tapi dalam hati ayah kecewa.
"Kambing selama ini saya yang carikan pakan, saya hanya dikasih satu juta. Dia mau pake apa itu delapan juta! Padahal Hasna kalau gajian selalu bawakan dia keperluan dapur." batin ayah. "Astaghfirullah ya Allah. Ampuni hamba." imbuhnya penuh sesal.
"Cukup kan yah?" tanya Mami karena melihat suaminya diam saja. "Enak saja mau minta banyak, itu kan kambing saya. Kalian juga numpang disini." gumamnya tersenyum sinis dalam hati.
Ayah tetap diam hingga berangkat, dia tidak mau bicara kalau tidak penting. Selama ini ayah yang mencarikan pakan kambing, bahkan ayah rela ke kebun hingga sering sakit-sakitan.
Dulu saat bersama ibu Ramlah, ayah selalu dibantu ibu. Ibu Ramlah orang yang rajin dan pekerja keras. Dia sabar, penyayang, dan cerewet ketika anak-anaknya salah.
"Kami pamit Mam." ujar Hasna menjabat tangan mami Titik takzim. Mami Titik pun menyambutnya dengan baik. Anak-anaknya sedang bersekolah.
"Bismillah." gumam ayah dan Hasna ketika masuk ke dalam mobil angkutan umum yang menjemputnya. Perjalanan sekitar delapan sampai sembilan jam.
Setibanya di Kota P tengah malam, Hana dan Hasyim belum tertidur. Hasyim sengaja menunggu mertuanya datang. Kalau Hana sedang menyusui sang buah hati.
"Alhamdulillah sampai juga." gumam Hasna pelan turun dari mobil, mana hujan lagi. Usai barang diturunkan Hasna menemui sang kakak. "Rindu." ujarnya lirih hingga tak terdengar. Mereka berpelukan sejenak.
"Ayo istirahat." ujar Hana mengantar keluarganya ke kamar tamu. "Terima kasih de sudah datang." imbuhnya. Hasna hanya mengangguk saja dengan senyuman yang bahagia bercampur haru.
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/