Chen Miao Miao, gadis kaya yang hilang sejak kecil, ditemukan kembali oleh keluarganya di usia 17 tahun. Namun, kebahagiaannya hancur karena kelicikan Chen Xiao Wan, anak angkat yang merebut kepercayaan keluarga.
Dalam kecelakaan tragis, orang tua Miao Miao memilih menolong Xiao Wan terlebih dahulu, karena kelicikannya. ketika kedua orang tuanya kembali untuk menolong Miao Maio, mobil tersebut tiba-tiba meledak.
Mama dan Papa nya meninggal karena kesedihan nya, ketiga kakak nya tewas dengan tragis dan Xiao Wan menikmati harta keluarga mereka.
Takdir membawa Miao Maio kesempatan kedua ketika Papa dan Mama nya menjemputnya dari panti asuhan, membawa ingatan masa depan kematian keluarga nya.
Tanpa sepengetahuan Miao Miao, keluarga dan jodohnya kini dapat mendengar kata hatinya. Dengan kesempatan ini, bisakah ia melindungi keluarganya dan membalas dendam pada Xiao Wan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbagi Kamar? Ogah!
Xiao Yan berteriak histeris, tangisannya memecah keheningan di ruang keluarga. “Mama! Papa! Kakak!” panggilnya sambil memegang tangan yang terkena teh panas, suaranya penuh kepanikan.
Semua anggota keluarga Chen tersadar dari lamunan mereka. Chen Changmin langsung bangkit dari kursinya, diikuti oleh Fang Hua dan ketiga kakak laki-laki Miao Miao. Mereka menghampiri Xiao Yan dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Xiao Yan! Ya ampun, tanganmu! Jangan panik, Nak, Mama di sini!" ucap mama Fang dengan memegang tangan Xiao Yan dengan hati-hati, mencoba menenangkan tangisannya.
"Zhi Hao, cepat ambil kotak P3K di lemari bawah tangga!" perintah.papa Chen pada anak sulungnya.
Chen Zhi Hao segera berlari ke arah yang ditunjukkan, kembali dengan kotak P3K di tangannya. Mereka mulai mengoleskan salep dingin ke tangan Xiao Yan, mencoba meredakan rasa sakitnya. Fang Hua terus mengusap kepala Xiao Yan, mengucapkan kata-kata lembut.
Fang Hua memberikan kata-kata ketenangan. "Sudah, Xiao Yan, tenang. Tidak apa-apa, sebentar lagi pasti sembuh. Jangan menangis, ya."
"Tanganmu tidak apa-apa, Yan Yan. Lihat, sudah diobati. Jangan menangis lagi." ucap Chen Li Ming dengan nada suaranya penuh perhatian.
Chen Xiang Yan berusaha menenangkan sang adik "Kita di sini untukmu, Xiao Yan. Tidak ada yang akan membiarkanmu terluka lebih parah."
Di tengah keramaian itu, Xiao Yan menundukkan kepala, menyembunyikan senyum licik di balik tangisannya. Dalam hati, ia merasa puas.
Xiao Yan berucap dalam hati."Hahaha, lihat saja. Mereka semua begitu panik untukku. Perhatian mereka hanya untukku. Miao Miao pasti panas dan iri sekarang. Bagus, ini baru permulaan."
Namun, saat pandangan mereka beralih ke Miao Miao, gadis itu terlihat biasa saja, sama sekali tidak menunjukkan emosi apapun. Sebaliknya, ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dan menghela napas panjang. Lalu, sebuah suara muncul dari dalam hatinya.
Miao Miao berkata dalam hatinya "Hah, kalian semua memang bodoh. Tidak heran akhirnya mati satu per satu. Ah, sudahlah, biarkan saja. Ini salah mereka sendiri yang lebih percaya anak angkat daripada anak kandung."
Keluarga Chen kembali terdiam. Mereka semua mendengar suara itu, suara hati Miao Miao yang begitu dingin dan menusuk. Pikiran mereka dipenuhi kebingungan dan ketakutan.
Papa Chen Changmin berkata dalam hati "Apa... Apa dia baru saja menyumpahi kami mati? Miao Miao, apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
Mama Fang Hua berkata dalam hati. "Tunggu, apakah benar dia merasa seperti itu? Miao Miao... Mengapa hatimu terasa begitu jauh dari kami?"
Chen Zhi Hao berkata dalam hati "Ini tidak mungkin... Apa yang dia alami sampai berpikir seperti itu?"
Namun, tidak ada yang berani membahas suara itu. Mereka semua memilih untuk fokus kembali pada Xiao Yan yang masih merengek.
"Kita harus membawa Xiao Yan ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut. Cedera seperti ini tidak boleh dibiarkan." ucap Mama Fang Hua dengan suara tegas.
Namun Xiao Yan langsung menggeleng, tangisannya bertambah keras. "Tidak, Mama. Aku tidak mau ke rumah sakit. Aku tidak mau pergi!" Tangannya yang masih terasa panas menggenggam erat lengan Fang Hua.
Chen Changmin:l berkata dengan lembut "Yan Yan, ini untuk kebaikanmu. Kita hanya ingin memastikan lukamu tidak terlalu parah."
Namun, Xiao Yan tetap bersikeras menolak. Akhirnya, Fang Hua mengalah. "Baiklah, kalau begitu kita obati di sini saja. Tapi jika nanti makin parah, kamu harus setuju untuk pergi ke rumah sakit, ya?"
Xiao Yan mengangguk kecil, masih terisak. Fang Hua memeluknya dengan lembut, sedangkan Chen Changmin memandang putri kandungnya yang duduk diam di sofa. Sekilas, pandangan Miao Miao dan ayahnya bertemu. Namun, Miao Miao segera mengalihkan tatapannya, tidak ingin menunjukkan perasaan apa pun.
Chen Zhi Hao dan Chen Li Ming, kakak pertama dan kedua, berpamitan dengan keluarga. "Kami harus ke kantor sekarang. Ada banyak pekerjaan yang menunggu," ujar Zhi Hao sambil mengenakan jasnya.
Chen Xiang Yan, si kakak ketiga, menyusul, "Aku juga harus pergi. Sudah janji bertemu teman di kafe."
Keduanya mendapat izin dari Fang Hua dan Chen Changmin. Namun sebelum melangkah keluar, mereka melirik Miao Miao yang masih duduk dengan ekspresi datar di sofa. Mereka tampak bingung dengan sikap adik perempuan mereka yang baru kembali. Setelah bertukar pandang, mereka memutuskan pergi tanpa berkata apa-apa lagi.
Fang Hua menghela napas panjang. "Miao Miao, ayo Mama antar ke kamarmu," katanya sambil tersenyum lembut.
Namun sebelum mereka sempat bergerak, Xiao Yan tiba-tiba menyela. "Mama, bagaimana kalau Miao Miao tidur di kamarku saja? Kami kan saudara, pasti lebih seru kalau kita berbagi kamar. Kita juga bisa lebih dekat."
Fang Hua terdiam sejenak, mempertimbangkan ide itu. "Itu terdengar seperti ide yang bagus, Xiao Yan," gumamnya.
Tapi Miao Miao dengan wajah sedih berkata, "Mama, Papa... aku ingin punya kamar sendiri. Di panti asuhan, aku selalu tidur satu kamar dengan tiga orang lainnya. Selama ini aku tidak pernah punya kamar sendiri. Aku hanya ingin merasakan bagaimana rasanya punya kamar pribadi..."
Nada suara Miao Miao yang lirih membuat Fang Hua dan Chen Changmin terenyuh. Wajah mereka menampilkan kesedihan yang mendalam. Fang Hua mengangguk dengan lembut. "Baiklah, sayang. Kamu akan punya kamar sendiri. Mama akan mengantarmu sekarang."
Chen Changmin juga mendukung keputusan itu, "Kita ingin kamu merasa nyaman di rumah ini, Miao Miao. Ini rumahmu."
Sementara itu, Xiao Yan yang tidak puas menyembunyikan rasa kesalnya dalam hati. Xiao Yan berkata dalam hati "Dasar gadis sombong! Beraninya menolak tawaran baikku. Lihat saja nanti, Miao Miao!"
Fang Hua memimpin langkah ke tangga dengan Miao Miao di sisinya. Namun sebelum mereka sampai ke tangga, Miao Miao berhenti sejenak dan menoleh ke arah sofa, tempat Chen Changmin dan Xiao Yan masih duduk. Ia memandang mereka dengan tatapan tajam, dan sebuah suara terdengar di hati mereka.
Miao Miao berkata dalam hati. "Heh, kau pikir aku sebodoh dulu? Kau mau menjebakku lagi seperti waktu itu, ya? Menuduhku mencuri kalung palsumu supaya aku dihukum di gudang gelap oleh Papa dan Mama. Cuih, dasar anak pungut."
Fang Hua yang memegang tangan Miao Miao membeku. Wajahnya menunjukkan keterkejutan. Chen Changmin di sofa juga tampak bingung, mencoba memahami apa yang baru saja ia dengar.
Namun, Fang Hua memilih tidak menanggapi. Ia menggenggam tangan Miao Miao lebih erat, lalu melangkah lagi menaiki tangga sambil tersenyum. "Ayo, Nak. Mama akan menunjukkan kamar barumu."
Setibanya di kamar, pintunya terbuka memperlihatkan ruangan yang luas dan megah. Langit-langit tinggi, dinding bercat lembut dengan hiasan elegan, serta tempat tidur besar dengan seprai mewah. Jendela besar memperlihatkan taman belakang yang indah.
"Ini kamarmu, Miao Miao. Mama harap kamu menyukainya. Kalau ada yang kurang, bilang saja pada Mama." Mama Fang Hua mengucapkan kata-kata itu dengan senyum tulus.
Miao Miao menatap ruangan itu dengan ekspresi kosong, lalu bergumam, "Terima kasih, Mama." Namun di dalam hatinya, ia berkata lain. Miao Miao berkata dalam hati "Hmph, rumah megah ini tidak akan menghapus rasa sakit yang pernah kalian berikan. Haruskah aku membantu kalian? Atau tidak? buatkan saja lah, jika mereka berubah akan aku bantu, jika tidak ya sudah. Yang penting aku tak boleh mati lagi."
Fang Hua merasakan suara hati itu lagi. Ia kaget apa maksud anaknya ini, kematiannya? Namun iaa gelis fikirannya. Senyumnya tetap terpasang, tapi ada sesuatu di matanya yang berubah, perasaan tak nyaman yang sulit dijelaskan.
"Baiklah, Mama akan turun dulu. Istirahatlah, sayang," ucap Fang Hua. Ia bergegas meninggalkan ruangan dengan langkah tergesa, seolah melarikan diri dari sesuatu yang tidak dapat ia pahami.
Miao Miao berdiri di tengah kamar yang kini menjadi miliknya. Matanya mengamati setiap sudut ruangan, mulai dari tempat tidur besar di tengah kamar hingga lemari besar yang membentang seperti dinding di salah satu sisinya. Ia berjalan pelan menuju walk-in closet, menyeret koper kecil yang ia bawa dari panti. Dengan tenang, ia membuka koper itu dan mulai mengeluarkan pakaian-pakaian sederhana miliknya, lalu menggantungnya satu per satu di gantungan lemari.
Ia menghela napas panjang, merasakan udara dingin menyentuh kulitnya. Dalam hati, ia berpikir bahwa kehidupan barunya harus ia jalani dengan cara yang berbeda. Masa lalu yang menyakitkan tidak akan mengikatnya lagi. Kali ini, ia bertekad untuk membangun kebahagiaan dengan caranya sendiri.
Namun, saat pandangannya kembali tertuju pada lemari besar yang hampir kosong itu, hatinya terasa sedikit getir. Lemari ini begitu besar, cukup untuk menampung pakaian-pakaian mewah, tapi kosong melompong. Seolah menggambarkan sesuatu yang dulu hilang dalam hidupnya. Tidak ada barang mahal, tidak ada gaun indah seperti yang pernah ia bayangkan sebagai anak seorang kaya. Ia tersenyum pahit, mengingat dirinya di masa lalu yang begitu mudah terbuai dengan hal-hal duniawi.
Miao Miao menutup lemari itu, membiarkan keheningan kembali menyelimuti ruangan. Ia berjalan ke kamar mandi yang berkilau bersih, lalu menyalakan air hangat untuk membersihkan tubuhnya. Wajahnya yang semula tegang mulai melunak ketika air mengalir membasahi kulitnya. Setelah selesai, ia mengenakan piyama sederhana yang ia bawa dari panti, lalu kembali ke tempat tidur.
Ia berbaring di atas kasur empuk yang terasa begitu nyaman, berbeda jauh dari ranjang keras di panti asuhan. Matanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong, pikirannya melayang ke masa lalu. Ia bergumam dalam hati, tekadnya semakin kuat. Kehidupan kedua ini, aku tidak akan membiarkan siapapun menginjakku lagi. Kebahagiaan yang dulu aku dambakan, kali ini akan aku ciptakan sendiri.
Miao Miao menutup matanya perlahan, membiarkan dirinya tenggelam dalam tidur siang yang tenang, untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama.
---
📢
Jangan lupa untuk follow author dan tekan tombol like serta tinggalkan komentar agar cerita ini bisa terus berlanjut! Dukungan kalian sangat berarti dan menjadi semangat bagi author untuk terus berkarya. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Jangan lupa juga cek karya lainnya, ya! Selamat membaca dan menikmati kisah seru ini. 📝