Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku,"
tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah lamarannya ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 31
Keduanya tampak mesra dan tidak lagi jaim-jaim bahkan mereka tidak ragu lagi memperlihatkan kemesraan mereka di depan orang-orang.
Baruna tidak risih berjalan dengan Adinda meski pakaian Adinda kotor karena belum sempat membersihkan pakaiannya apalagi mengganti pakaiannya.
“Makasih banyak Mbak,” ucapnya Baruna ketika mengambil kunci dari salah satu resepsionis hotel tersebut.
“Mas kita makan di hotel saja yah, capek soalnya kalau harus keluar dari hotel,” usulnya Adinda.
“Hemph! Capek atau nggak sabar bertemu dengan lele dumbonya?” Tanyanya Baruna sambil tersenyum nakal.
“Ish apaan sih Mas, selalu saja ngomong itu, aku malu loh entar ada orang yang nguping pembicaraan kita,” Adinda memalingkan wajahnya ke arah lain.
Baruna hanya terkekeh melihat tingkah lucu istrinya kalau lagi sedang malu-malu. Baruna berjalan ke arah lift bersama dengan Adinda. Sesekali terdengar candaan dari keduanya.
“Kamu saja yang duluan masuk,Mas mau ngecek kerjaan dulu,” pintanya Baruna.
“Apa enggak mau mandi bareng gitu,” Adinda menaik turunkan alisnya.
“Seriusan ngajak mandi bareng nih atau jangan-jangan hanya ngeprank lagi,”balasnya Baruna.
Adinda berjalan ke arah kamar mandi,” ya udah kalau enggak mau.”
Adinda berjalan cepat karena niatnya hanya iseng dan ingin menggoda suaminya saja.
Baruna secepat kilat menyimpan ponselnya ke atas meja kemudian berlari cepat mengejar istrinya.
“Aahh tidak!!” Teriak Adinda ketika berhasil dipeluk oleh suaminya.
“Kenapa sekarang teriak-teriak ha!? Tadi berani nantangin sekarang malah ketakutan,”
Baruna mendorong lembut tubuhnya Adinda hingga menempel ke kaca pembatas kamar mandi dengan toilet.
“Yang nantangin siapa, yang takut siapa,”
“Aku cuma main-main kok, aku gak ada niat…”
Baruna mencium sekilas bibirnya Adinda,” “Kita ambil air wudhu dulu sayangku, terus shalat sunnah berjamaah,”
Setelah mereka membersihkan tubuhnya, mereka mengambil air wudhu terlebih dahulu keduanya shalat berjamaah sunnah sebelum melaksanakan ibadah sebagai pasangan suami istri.
Dengan kerendahan hati, Baruna memanjatkan segala doa terbaik untuk kebahagiaan dan keberkahan rumah tangganya. Kedua pasutri itu melangitkan doa-doa terbaik sepenuh hati.
Kedua tangannya Baruna terangkat ke atas, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang–orang yang bertakwa,”
Adinda mengaminkan segala doa yang terucap dari bibir suaminya.
“Ya Allah berilah untuk hamba pada anak–anak yang Sholeh dan sholehah, janganlah Engkau timpakan marabahaya kepada mereka, berilah mereka taufik untuk taat kepada-Mu dan karuniakanlah hamba rezeki berupa bakti mereka,”
“Amin ya rabbal alamin,”
Baruna mengecup keningnya Adinda sambil membaca doa,” Dengan nama Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Tuhanku, jadikanlah ia keturunan yang baik bila Kau takdirkan ia keluar dari tulang punggungku.”
Keduanya saling berhadapan duduk di atas sajadah. Baruna mengecup punggung tangan istrinya dengan penuh kasih sayang. Baruna menatap istrinya dengan tatapan penuh cinta dan mendamba.
“Hari ini aku berjanji dengan segenap hati aku, dengan ketulusan hatiku untuk selalu menjaga kamu dan menjadikan kamu satu-satunya di hidupku!”
Adinda menitikkan air matanya mendengar kejujuran suaminya yang tak pernah dibayangkan kalau suaminya begitu tulus mencintai dan menerimanya sebagai pendamping hidupnya. Baruna menyeka air matanya Adinda.
“Suamiku, ketika kamu mencintaiku, maka cintailah aku apa adanya jangan pernah kamu menginginkan kesempurnaan dariku karena kesempurnaan adalah ketika kamu bisa mencintaiku tanpa syarat.”
“Mas aku ganti pakaian dulu,” Adinda merapikan kembali perlengkapan shalatnya yang barusan mereka pakai.
“Jangan lama-lama suamimu ini sudah nggak sabar sayangku,”
Adinda hanya mengerlingkan matanya kemudian berjalan ke arah kamar mandi sambil menenteng sebuah paper bag yang berisi pakaian khusus dibelikan oleh suaminya.
Adinda mengangkat baju itu hingga tepat di depan matanya,’ OMG! Baju minim bahan lagi! Tapi, demi membahagiakan suami dapat pahala gede juga mau tidak mau harus aku pakai, agar suamiku tidak melirik ke wanita lain.”
Adinda berjalan ke arah pintu tapi ternyata suaminya sudah menghampirinya.
“Mas aku baru mau keluar, tapi mas sudah masuk,”
Baruna memperhatikan penampilan istrinya yang begitu menggodaku imam, naluri kelelakiannya langsung terpancing ingin menerkam istrinya.
“Masya Allah kamu cantik banget istriku, suamimu ini sangat menyukai kalau kamu berpakaian seperti ini,”
Kedua bola matanya berbinar-binar saking bahagianya dipuji oleh sang suami tercinta.
“Makasih banyak Mas atas pujiannya…”
Ucapannya Adinda terpotong karena Baruna langsung melumat bibirnya Adinda dengan kedua tangannya satu persatu melepaskan kain penutup tubuhnya termasuk baju lingerie yang tipis menerawang.
Hingga hanya menyisakan cup pengaman dua buah bukit yang begitu mon*tok, ke*nyal dan berisi. Bentuk tubuh yang sintal, langsing bak jam pasir itu, tetapi bagian dada dan bokong padat dan mo*ntok.
“Ahh! Argh sayang!” Lenguhan Adinda lolos begitu saja karena mendapatkan sentuhan dari suaminya yang mampu membuatnya men*desah manja.
Kain penutup cup itu sudah dilempar jauh oleh Baruna hingga hanya menyisakan kain segitiga berwarna biru langit.
Kedua bola matanya Baruna berkabut melihat pemandangan yang begitu indah di depan matanya. Kulit putih bersih tanpa cacat bak pualam itu semakin mempercantik penampilan Adinda sore itu.
“Sayang milikku manis banget buat suamimu begitu candu,” racaunya Baruna di sela kegiatannya mendaki gunung melewati lembah curang yang mulai sedikit basah becek dan lembab.
Baruna mulai meng**isap dan mere**mas puncak gunung Himalayanya milik Adinda. Sedangkan Adinda dibuat merem melek tubuhnya bergetar hebat dengan sentuhan jari jemarinya yang besar milik Baruna.
Baruna tersenyum genit melihat tubuh istrinya yang mulai terbiasa dan nyaman dengan apa yang dilakukannya saat itu. Adinda me*remas rambutnya Baruna menahan gelenyar aneh yang tiba-tiba menyeruak di sekujur tubuhnya.
Baruna sudah cosplay menjadi bayi besar dan tak ada rasa puasnya mencicipi satu persatu milik istrinya yang memerah itu.
“Ahh sayang ahh hemph,” lirih Adinda yang mengatupkan bibirnya karena malu ketika suara desahannya meluncur lagi.
“Berteriak saja istriku tidak ada yang bakal dengar suaramu,”
Setelah puas mengeksplor bagian puncak gunung, dia menuruni lereng gunung menuju lembah ilalang yang ditumbuhi rerumputan dan semak belukar. Baruna mendudukkan istrinya di atas kloset duduk.
Adinda melakukan apapun diinstruksikan oleh suaminya. Jari jemarinya ke*luar ma*suk kedalam gua surgawi Adinda dengan perlahan dia melakukannya.
“Ahh sakit ahh enak Mas aahh,” racaunya Adinda yang tidak bisa mengontrol ucapannya sendiri.
Baruna menggendong tubuh istrinya keluar kamar mandi karena dia tidak ingin melanjutkan di dalam tempat yang kurang pantas untuk melakukan hubungan pertama kalinya ataupun yang kesekian kalinya.
“Bersiaplah sayangku lele dumbonya suamimu akan memasuki gua terdalam,”
“Mas pelan-pelan yah, aku takut,” cicitnya Adinda yang kembali merapatkan kedua pahanya.
“Mas akan pelan-pelan kok jadi jangan ditutup dibuka saja, awalnya memang sedikit sakit tapi lama-lama kamu malah minta nambah,”
Baruna sudah bersiap sedia memasukkan bagian inti terdalam tubuhnya Adinda. Berulang kali Baruna mencobanya, tapi karena ini adalah pengalaman pertamanya sehingga Baruna sedikit kesulitan membobol pertahanan Adinda yang dijaga ketat.
Maklumlah Om Kapolsek kesulitan menjebol gawang lawan tanding karena Adinda yang masih tersegel sehingga harus berjibaku dan berjuang ekstra kesabaran dan butuh perjuangan keras untuk menaklukkan milik istrimu.
“Punyamu sempit legit menggigit sayangku,” Baruna memperhatikan miliknya Adinda yang begitu indah dengan bau dan warna khasnya.
Adinda wajahnya sudah seperti kepiting rebus diperhatikan seperti itu oleh seorang pria apalagi dengan terang-terangan Baruna memuji miliknya yang paling penting dan terindah dalam hidupnya.
“Arghh!!” Teriakan keduanya bersamaan pertanda mereka sama-sama mencapai puncak klimaks.
Untungnya Adinda meski ini pengalaman pertamanya tapi cukup lihai dan mampu mengimbangi permainan suaminya yang akhirnya berbuka puasa dengan menu utama jilid dua.
Nafas keduanya ngos-ngosan saling memburu peluh keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya setelah kegiatan adu mekanik yang mereka lakukan.
Baruna membantu menyeka peluh keringat bercucuran di wajahnya Adinda. Dia bersyukur dan gembira karena dialah orang pertama yang memiliki istrinya seutuhnya.
Baruna mengecup sepintas lalu bibirnya Adinda,”makasih banyak sayang kamu menjaganya dengan baik dan mempersembahkan hanya untuk suamimu seorang.”
Baruna melihat ada bercak darah di sekitar lele dumbonya dan juga di atas seprei berwarna putih itu.
kedua pipinya Adinda bersemu merah layaknya buah tomat yang matang di pohonnya.