Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Arnav turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam taman sore hari itu. Di saat dia merindukan Gita, dia sering ke taman. Ya, sudah 17 tahun berlalu tapi dia masih saja belum bisa melupakannya.
Siapa yang duduk di bangku itu?
Tanpa sengaja Arnav menabrak ibu-ibu yang sedang membawa barang belanjaan di dalam tas anyaman yang membuat barang belanjaannya berjatuhan di atas paving.
"Maaf Bu, saya tidak sengaja." Arnav membantu memungut barang-barang yang jatuh itu lalu dia masukkan lagi ke dalam tas dan dia berikan pada pemiliknya lagi. "Sekali lagi saya minta maaf."
"Iya, tidak apa-apa."
Arnav meluruskan pandangannya dan melihat bangku itu telah kosong. Dia kini duduk di bangku itu dan menatap anak-anak yang berlarian di taman itu dengan kedua orang tuanya.
Gita, kamu apa kabar? Lama sekali kita tidak bertemu. Aku sangat bodoh masih memikirkan kamu yang jelas-jelas sudah melupakanku.
Beberapa saat kemudian ada panggilan masuk dari assistant pribadinya. "Hallo, iya aku akan segera ke sana sekarang."
Kemudian Arnav berdiri dan berjalan menuju tempat parkir. Tanpa sengaja dia bertemu dengan keponakannya yang sedang bersama dengan anaknya yang masih berumur tiga tahun. "Wulan, kamu sama siapa?" Arnav menggoda anak yang sedang berjalan sambil berpegangan stroller lalu dia menggendongnya.
"Kamu tiga tahun udah punya adik saja. Lama tidak ke rumah. Nenek buyut kangen loh." tanya Arnav.
"Iya, Om, Masih sibuk. Om sama siapa ke sini?"
"Jalan-jalan. Sendirian." Arnav menertawakan dirinya sendiri. "Maklum masih belum punya cucu. Kamu mau ikut Opa ke rumah?"
"Tidak mau," jawab anak yang berumur tiga tahun itu sambil turun dari gendongan Arnav dan berlari menghampiri ayahnya.
"Ya sudah, aku duluan ya. Aku buru-buru." Arnav meninggalkan keluarga kecil itu karena dia sudah ditunggu oleh kliennya.
Dia kini masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobil itu menuju restoran. Mereka akan membicarakan bisnis sekaligus makan malam bersama.
Beberapa saat kemudian dia sudah sampai di depan restoran mewah itu. Dia menghubungi assistant-nya yang sudah sampai di lokasi. "Kamu dimana?" tanya Arnav sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran itu.
"Meja VIP di lantai dua. Oke." Arnav segera berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Dia tersenyum menyapa klien yang sudah duduk bersama assistant-nya. "Maaf, saya sedikit terlambat Bu Ulfa." Arnav bersalaman dengan Ulfa lalu assistant yang menemaninya.
"Tidak apa-apa Pak Arnav, saya tahu Anda sangat sibuk sekali."
"Saya sudah membaca proposal pengajuan Anda dan saya tertarik memberi sponsor di drama yang akan Ibu produksi," kata Arnav.
"Saya yakin drama ini akan laku keras dan viral. Drama dengan mini series ini juga akan dilakukan syuting di kota ini. Pak Arnav bisa melihat jalannya syuting juga. Drama ini diambil dari salah satu novel best seller yang diambil dari kisah nyata," jelas Ulfa.
Arnav hanya tersenyum. Dia menandatangani beberapa surat persetujuan untuk pengeluaran dana sponsor pada drama di perusahaan produksi film milik Ulfa. "Maaf, saya tidak tertarik dengan drama romansa. Tapi semoga saja drama ini sukses di pasaran karena saya yakin drama maupun film dari perusahaan Anda selalu menjadi trending topik."
"Iya. Semoga saja. Ini pertama kalinya saya mendapat dana sponsor sebesar ini dari Anda. Semoga Anda juga semakin sukses."
"Iya, terima kasih. Kebetulan sekali ada brand-brand baru di perusahaan saya dan saya sedang fokus promosi melalui media digital. Tahu sendiri zaman sekarang semua orang tidak lepas dari gadget."
Kemudian mereka lanjut mengobrol sambil menikmati makan malam bersama.
...***...
Arnav sampai di rumahnya jam delapan malam, tapi putranya belum juga pulang ke rumah. Dia sengaja menunggu Arvin di teras rumahnya.
Setelah satu jam, akhirnya dia melihat Arvin masuk ke dalam gerbang rumahnya dan menghentikan motornya.
"Arvin, kamu darimana? Kata nenek kamu belum pulang sejak pergi tadi pagi. Kamu juga bolos les."
Arvin tak menjawabnya. Dia melepas helmnya dan melewati papanya begitu saja.
"Arvin! Papa bertanya sama kamu." Arnav mengikuti langkah Arvin dan menahan tangannya.
"Papa, aku capek belajar terus. Tanpa belajar aku sudah bisa. Besok aku sudah mulai sekolah dan kembali menjadi Arvin ketua OSIS dengan berbagai tugas di sekolah." Arvin melepas tangan papanya lalu masuk ke dalam kamarnya.
"Arvin, Papa hanya ingin yang terbaik buat kamu."
"Yah, aku mengerti. Aku harus dapat nilai yang terbaik di sekolah agar aku bisa masuk oxford university lalu meneruskan perusahaan Papa dan membuka cabang di luar negeri. Aku harus menghindari kegiatan yang tidak bermanfaat seperti balapan dan main musik tidak jelas."
Kalimat itu seperti mencabik hati Arnav. Apa yang dia lakukan hanya untuk masa depan Arvin, tidak ada yang lainnya. Dia tahu, di usia 18 tahun adalah masa-masa pemberontakan pada orang tua. "Lalu, kamu mau apa? Mau kehidupan kamu yang bebas?"
"Aku tahu Papa ingin menunjukkan pada Mama kalau Papa berhasil mendidikku dengan suksesnya masa depanku. Tapi Papa tidak pernah mengerti perasaanku."
"Papa sangat mengerti perasaan kamu."
"Mengerti apa? Sekarang aku kangen Mama. Dimana Mama? Mengapa Papa tidak pernah mengizinkan aku bertemu Mama?" Arvin duduk di dekat meja belajarnya tanpa mau melihat Papanya yang sudah tersulut emosi.
"Mama kamu sudah bersama pria lain. Dia pasti sudah bahagia. Jangan kamu datang dan merusak kebahagiaannya."
"Aku yakin, Papa juga masih memikirkan Mama. Setiap hari Papa masih melihat foto Mama. Aku bukan anak kecil lagi yang bisa Papa bohongi dengan kebahagiaan palsu!"
"Arvin!" Arnav membuang napas kasar. Daripada dia terus beradu argumen dan dia lepas kendali, lebih baik dia keluar dari kamar putranya.
Arvin menutup pintu kamarnya setelah papanya pergi. Dia mengambil foto yang dia simpan. Foto itu diambil di hari ulang tahunnya yang pertama. Di dalam foto ada kedua orang taunya yang sedang tertawa lebar bersama dirinya.
"Apa benar Mama meninggalkan aku dan Papa demi pria lain? Aku harus mencari tahu keberadaan Mama dan memastikan semuanya. Aku tidak mau Papa terus berpura-pura baik-baik saja di depanku dan menuntutku mengikuti kemauannya demi menutupi hatinya yang hancur."
💕💕💕💕
Like dan komen ya ...