Aulia, gadis sederhana yang baru saja bekerja sebagai office girl di kantor megah milik CEO ternama yang dikenal kaku dan sulit didekati, tiba-tiba menjadi pesuruh pribadinya hanya karena kopi buatan Aulia.
Hayalannya menjadi karyawan yang baik dan tenang hancur seketika akibat bosnya yang tukang suruh-suruh hal yang tidak-tidak semakin membuatnya jengkel.
Sifatnya yang ceria dan kelewat batas menjadi bulan-bulanan bosnya. Akankah ia mampu bertahan demi uang yang berlimpah? Atau...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terlambat
...****************...
Aulia terbangun dengan jantung nyaris copot saat ia melihat jam di ponselnya.
07:30 Am.
"Astaga, telat. Mampus aku!"
Ia melompat dari kasur, buru-buru mencuci muka dengan asal-asalan, mengenakan seragamnya dengan cepat dan menyerobot sebungkus roti di mejanya. Hari kedua dan dua sudah hampir terlambat? Busa-busa malah dipecat sebelum sempat jadi penyihir kopi beneran!
Dengan kecepatan cahaya, Aulia keluar dari kostan dan berlari menuju halte bus.
"Ah, brengsek!" makinya spontan saat melihat bus yang biasa ua naik sudah melaju pergi tepat di depan matanya.
Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari kencang.
Sepanjang jalan, orang-orang menatapnya dengan heran bahkan ada yang usil memberinya semangat.
Seorang gadis dengan seragam khas office girl, keringat bercucuran, rambut berantakan dan ekspresi panik sungguh bukan pemandangan yang biasa di pagi hari.
Setelah lari hampir 15 menit tanpa henti, akhirnya ia tiba di kantor dengan napas ngos-ngosan.
"Mampus kaki aku!" serunya memelas namun tetap berlari menuju lift.
"Tunggu!" teriaknya saat melihat pintu lift hampir tertutup. Akhirnya pintu lift kembali terbuka saat ia berhasil menyelipkan tangannya dan masuk.
"Terima kasih." ucapnya tanpa melihat orang yang didalam lift.
"Anjirlah, Cape banget." keluhnya sambil membenarkan pakaiannya. Aulia mendongak dan terpaku ketika matanya melihat bayangan seseorang.
Aldiano Variz.
CEOnya yang dingin, kaki dan katanya sedikit kejam itu berdiri tegak dengan setelan jas hitamnya yang sempurna. Ia menoleh pelan saat Aulia tengah membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan.
Aulia sadar betapa kacaunya dirinya saat ini—keringat uang bercucuran, wajah memerah dan napas yang masih ngos-ngosan. Tapi bukannya jaim, dia malah nyengir.
"Selamat pagi, Pak Bos. Panas ya hari ini?" katanya sok santai sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan satu tangan.
Aldiano tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap datar, tapi matanya sedikit menyipit seolah menilai sesuatu.
"Kenapa kau berkeringat seperti habis perang?" tanyanya.
Aulia mengusap keringat di dahinya dengan lengan tanpa ragu.
"Lari, Pak. Saya telat jadi sekalian olahraga pagi aja."
Hening.
Namun Aldiano tetap menatapnya.
Krrukk..
Dengan cepat Aulia memegang perutnya yang berbunyi. Aulia membeku. Begitu juga dengan Aldiano.
Aulia perlahan melirik Aldiano sedikit canggung.
"Hm, suara apa tadi ya, Pak? Kayaknya bukan dari saya," katanya dengan wajah polos.
"Atau mungkin liftnya yang bunyi? Teknologi zaman sekarang aneh-aneh ya pak?" lanjut Aulia dengan cengiran lebar mencoba menyelamatkan harga dirinya.
Aldiano tidak bereaksi. Ia hanya menatap lurus ke depan .
"Pastikan kopi pagiku tetap sama," katanya sebelum melangkah keluar.
...****************...
Setelah berhasil menyelamatkan harga dirinya di lift tadi, Aulia langsung menuju pantry untuk menjalankan tugas baru—membuat kopi untuk bosnya.
Tangannya sudah mulai terampil. Kopi hitam pekat itu menguatkan aroma harum saat ia menuangkannya ke dalam cangkir.
"Ini dia, kopi sihir edisi kedua," gumamnya sambil tersenyum kecil.
Dengan langkah santai, ia membawa cangkir kopi ke ruang CEO di lantai 20. Begitu sampai di depan pintu, ia mengetuk pelan lalu masuk setelah mendengar suara berat dari dalam.
Aldiano duduk di belakang mejanya menatap layar laptop dengan ekspresi serius. Sekretarisnya, Teddy berdiri di sisi lain ruangan dengan wajah seperti biasa—datar dan tanpa emosi.
"Pak Bos, kopi spesialnya datang!" seru Aulia ceria lalu meletakkan cangkir itu di atas meja dengan hati-hati.
Aldiano mengangkat pandangannya menatapnya sejenak. Lalu tanpa berkata apa-apa, ia mengambil cangkirnya dan menyeruput kopi itu dengan pelan.
Aulia memperhatikannya dengan penuh minat. Apakah reaksinya bakal sama seperti kemarin?
Aldiano meletakkan cangkirnya, ekspresinya tetap netral. "Tidak berubah." katanya.
"Apanya yang gak berubah, Pak?" tanya Aulia menuntut jawaban.
"Kopinya, rasanya tetap ada."
Aulia tersenyum lebar sambil memegang dadanya lega.
"Baguslah, berarti saya gak kehilangan sihir saya." katanya dengan bangga.
Melihat itu, Teddy memutar matanya kecil sementara Aldiano hanya menatapnya tanpa komentar.
"Kalau begitu saya cabut dulu ya, Pak Bos! Banyak kerjaan." ujar Aulia dengan semangat sebelum berbalik dan keluar dari ruangan itu.
Begitu pintu tertutup, ia menghela napas panjang.
"Fiuh.. Satu tugas selesai!"
.
.
.
Next👉🏻
Dalam dunia kerja, tidak ada adaptasi dengan dikasih waktu berkeliling. Perusahaan manapun waktu adalah uang, dan mereka tidak mau yang namanya rugi.
kalo diterima itu artinya sudah siap langsung bekerja. perkara tidak tahu, biasanya diminta untuk bertanya pada senior/pegawai yang sudah lama bekerja. itu logik bukan hujatan ya.
Tolong riset dulu ya biar logik ceritanya
dibandingkan temui, pilih kata 'menghadap' karena ini lingkungan kerja. Ada SOP jelas yang harus diperhatikan dan ditaati pegawai.
"Silahkan langsung menuju lantai lima belas. Kamu menghadap ke Pak Edwin bagian HRD," jawabnya bla bla
"Permisi. Saya Aulia, Office Girl yang baru. Mau lapor dulu nih, biar dibilang rajin," ujarnya