"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Rasa Fian
Kenzo datang membesuk Sonia di rumah sakit, istri Sean itu belum sadarkan diri.
"Istri saya kenapa ya dok? Saya tidak yakin kalau dia hanya kelelahan saja, dia sangat sering begini."
"Kita harus memeriksanya secara mendalam, baru bisa dilihat Ibu Sonia mengidap penyakit apa." Jelas dokter.
"Berikan yang terbaik untuk istri saya, saya tidak mau istri saya kenapa-napa."
"Baik Bapak Sean, kami akan melanjutkan pemeriksaan pada Ibu Sonia secara mendalam." Sonia di pindahkan ke ruang rawat VIP, Sean menatap wajah pucat Sonia yang saat ini terbaring lemah dengan infus dan oksigen yang menempel di tubuhnya.
"Kok ya tega kau Sean, dulu menyiksa wanita secantik ini, coba dari awal aku tau kalau kau menikahinya hanya untuk menyiksa dia, sudahku pastikan saat akan menikah, dia kubawa lari." Kata Kenzo yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Sean.
"Jangan pernah berpikir untuk membawa lari istriku."
"Sekarang memang tidak terpikir tapi suatu saat nanti jika kau menyakitinya lagi, maka aku akan membawanya lari."
"Aku tidak akan menyakitinya lagi." Sonia perlahan membuka matanya.
"Aku lapar Sean." Kata Sonia masih dengan suara yang lemah.
"Mau martabak lagi?" Tanya Kenzo, Sonia tersenyum padanya.
"Lagi nggak mau makanan manis."
"Kamu mau apa? Ini tadi ada makanan dari rumah sakit." Sonia melihat makanan itu dan mengangguk, "makan ini aja." Pinta Sonia.
"Aku suapin ya, kalau makanannya nggak enak kamu bilang aja, nanti aku cari di luar." Ujar Sean sambil mengambil makanan itu dan menyuapkan nya pada Sonia. Sonia memakan makanan itu hingga bersisa setengah, "aku dah kenyang." Sean memberikan minum dan membantu Sonia untuk rebahan lagi.
"Kok aku pusing banget ya Sean, kepalaku sakit." Keluh Sonia sambil sesekali memejamkan matanya, "aku panggilin dokter dulu, bentar ya." Sean akan pergi keluar namun dihalangi Kenzo.
"Disini saja, temani istrimu biar aku yang panggilkan dokter." Kenzo keluar untuk memanggil dokter, Sean bingung harus bagaimana saat ini, dia menitikkan air mata melihat Sonia kesakitan.
"Saaakiittt Seaannnn, kepalakuu sakittt ya Allahh." Sonia bahkan sampai berteriak, Sean yang semakin cemas hanya bisa memeluk erat istrinya.
"Aku harus ngapain Sonia sayang, bentar lagi dokter datang kok." Sean hanya bisa berkata seperti itu. Keringat Sonia sudah mengalir di wajahnya karena menahan sakit.
Sekarang Sean mengerti kenapa selama dia menyiksa Sonia, istrinya itu selalu menahan suara dan rintihan, karena Sonia tidak ingin suaminya bersedih dan merasakan sesal.
Sean tak bisa menahan tangisnya, dia hanya bisa memeluk erat Sonia tanpa berbuat apa-apa hingga Sonia mulai tenang dan tertidur, sakit di kepalanya mulai berkurang.
Sean yang melihat Sonia tenang malah semakin khawatir, dia mencoba untuk membangunkan Sonia.
"Sayang, jangan tutup mata dong, buka matamu Sonia, Son." Panggil Sean dengan menepuk pelan pipi Sonia.
"Aku udah nggak papa sayang, kepalaku udah nggak sakit lagi." Jawab Sonia yang masih memejamkan matanya. Sean membaringkan Sonia dan tak lama dokter pun datang, Sonia diperiksa.
"Tolong dokter, saya ingin tau kenapa dengan istri saya."
"Baik pak, kami akan memeriksanya dan hasil pemeriksaan akan membutuhkan waktu." Sean mengangguk, dia kembali menatap Sonia dengan perasaan yang tak karuan.
"Maafkan aku sayang, haruskan aku tidak pernah memperlakukanmu dengan kasar," sesal Sean dengan air mata yang masih terus mengalir dan membasahi tangan Sonia. Sean merasa kalau kondisi Sonia seperti akibat dari kelakuannya yang selalu menyiksa Sonia.
"Jangan kayak gini sayang, aku baik-baik aja kok, cuma sakit kepala doang." Kata Sonia sambil menatap sendu wajah Sean.
"Cuma kamu bilang? Sakit kepalamu itu nggak seperti sakit kepala biasa Sonia."
"Aku mau pulang, aku nggak betah di sini."
"Enggak, kali ini kamu harus dengerin aku, kamu harus di rawat dan diperiksa lebih dalam lagi."
"Tapi kan— "
"Nggak ada tapinya."
"Son, nurut aja sama Sean, kasian liat dia nangis mulu dari tadi."
"Makasih ya Ken," ucap Sonia yang membuat Kenzo heran.
"Makasih? Buat apa?" Tanya Kenzo.
"Buat semuanya, kamu udah bantuin suami aku dalam berbagai macam hal."
"Sellow sayang, aku lakuin semua ini buat kamu." Sean menatap tajam Kenzo dan melempar Kenzo dengan botol minuman yang masih ada isinya.
Kenzo menyambut dengan senang hati, "wah Mas Sean ganas kalo lagi marah." Ledek Kenzo.
"Sekali lagi kau panggil sayang pada istriku, akan kucabut lidahmu."
"Wiiihhh sadis Mas Sean." Sonia dan Kenzo tertawa, Sean ikut tersenyum melihat istrinya tertawa seperti itu.
Tok tok tok
Sean, Kenzo, dan Sonia mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu, terlihat Anna dan Endro datang bersama menjenguk Sonia. Sean menatap mereka berdua dengan tatapan tak suka.
"Ngapain kalian kesini?" Tanya Sean ketus.
Sonia menggenggam tangan Sean dengan kuat, Sean melihat kalau Sonia sangat takut melihat Endro, dia semakin bingung ada apa antara Endro dan Sonia.
"Kami kesini mau melihat menantuku, aku dengar dari pelayanmu di rumah, Sonia sakit makanya kami ke sini." Jawab Endro dan meletakkan buah-buahan yang dia bawa di atas meja.
"Kenapa kau mendatangi rumahku?" Tanya Sean tak suka.
"Kenapa? Aku ini papamu, wajar aku datang ke rumah anakku sendiri."
"Jangan banyak basa basi, tujuan sebenarnya kalian datang ke sini apa?"
"Sean, kami hanya ingin menjenguk Sonia saja, tidak lebih." Kini Anna lah yang buka suara.
"Sonia baik-baik aja, mending kalian berdua pergi dari sini, ngerusak suasana kami aja." Usir Kenzo.
"Jaga bicaramu Ken, kau lupa siapa aku." Kata Endro.
"Siapa kau memangnya?" Kenzo terlihat tak suka dengan Endro.
Endro tampak menahan emosinya, dia berjalan mendekati Sonia tapi Sonia memalingkan wajahnya dan terus menggenggam kuat tangan Sean.
Sean menghalangi Endro.
"Pergi dari sini sebelum aku menghajarmu." Endro tak bisa membela diri, dia memutuskan untuk pergi bersama Anna yang sedari awal memang datang bersamanya.
"Apa kau tidak bisa mencari perempuan yang seusia denganmu? Aku jijik melihatmu." Ujar Sean dengan penuh rasa benci pada Endro. Endro hanya tersenyum sinis pada Sean dan menatap Sonia yang masih memalingkan wajahnya.
"Katakan padaku jika kau sudah bosan dengannya." Balas Endro yang membuat Sean ingin memukul wajah papanya itu, Sonia menahan dengan menggenggam tangan Sean, dia tau kalau Sean saat ini sangat emosi.
"Biarkan saja mereka pergi." Kata Sonia. Endro dan Anna keluar dari ruangan itu, Kenzo mendekati Sean.
"Aku yakin jika Endro sedang merencanakan sesuatu dengan Anna." Kenzo menaruh kecurigaan pada Endro.
"Aku juga merasakan hal yang sama." Sahut Sean.
"Yang terpenting jaga Sonia dengan baik."
"Pasti karena target mereka adalah istriku." Sonia hanya bisa menangis saat ini, Sean dan Kenzo mencoba untuk menenangkan Sonia.
"Jangan nangis sayang, kamu tenang aja, aku akan selalu menjagamu." Kenzo berkata dengan lembut yang membuat Sonia melongo, Sean memukul kepala Kenzo dengan kesal.
"Kurang ajar."
"Santai bro, kita kan selalu berbagi."
"Gila kau, kalau berbagi istri aku tidak mau bajingan."
"Haha berbagi dalam menjaga Sonia, bego."
"Untuk hal itu aku bisa sendiri, aku tidak perlu berbagi denganmu."
"Udah ngapain ribut sih, kayak anak kecil aja." Ujar Sonia.
...***...
Fian menjalani kehidupannya di Hungaria dengan begitu damai, dia melanjutkan pendidikan di sana dan mencoba untuk menjalani bisnis bersih seperti Sean, Sean memberikannya sebuah perusahaan dan itu dikelola dengan baik oleh Fian.
Fian baru saja selesai kuliahnya, sebelum kembali ke rumah dia mampir dulu di restoran halal milik seorang gadis asal Indonesia, restoran itu sederhana namun ramai pengunjung, kebanyakan pengunjung restorannya adalah orang muslim yang memang tujuannya mencari makanan halal.
"Saya ingin bertemu Vivi, apa dia ada?" Tanya Fian pada salah seorang karyawan restoran itu.
"Ada di belakang."
"Terima kasih." Fian menuju ke tempat yang ditunjuk oleh karyawan tadi. Fian melihat Vivi sedang berjalan keluar dan mereka pun berpapasan.
"Fian, kok nggak bilang kalau mau ke sini?" Sambut gadis cantik dalam balutan hijab cokelat muda itu. Vivi berasal dari keluarga yang bisa dibilang tergolong kaya namun tak sekaya dirinya dan Sean.
"Aku baru pulang kampus sih, kepikiran aja mau mampir dan ketemu kamu."
"Yuk duduk dulu, aku bikinin minum ya." Vivi membuatkan minuman untuk Fian.
Semenjak di Hungaria, Fian menata kembali hidupnya dan rutin berobat agar dirinya terlepas dari pengaruh narkoba.
Selama proses itu dia bertemu dengan Vivi dan saling berkenalan, Vivi sangat ramah dan baik, mereka akhirnya dekat, ditambah lagi sama-sama dari Indonesia dan Jakarta pula.
Vivi menyajikan beberapa cemilan untuk Fian, mereka duduk berdua dan saling ngobrol ringan sampai akhirnya Vivi bertanya keadaan Sonia pada Fian, pasalnya Fian sering menceritakan Sonia pada Vivi.
"Tadi sih Bang Sean bilang Sonia masuk rumah sakit."
"Sakit lagi ya?"
"Iya, mereka lagi melakukan pemeriksaan mendalam, aku berharap Sonia baik-baik aja."
"Semoga aja ya, kasian juga Kak Sonia kalau kenapa-napa."
"Iya, kamu besok sibuk nggak?" Tanya Fian.
"Hm enggak sih, besok kayaknya aku cuma kuliah pagi dan itupun cuma satu mata kuliah aja."
"Mau keluar nggak besok? Aku mau ngajak kamu jalan."
"Kamu ngajakin aku berkencan ya?"
"Ya kalo kamu mikirnya begitu sih boleh aja."
"Oke, besok aku kabarin kamu kalo udah selesai ngampus ya."
Mereka melanjutkan obrolan tipis dengan saling tertawa. Fian menatap wajah Vivi yang terlihat begitu cantik di matanya, hijab yang dia gunakan menambah nilai kecantikan Vivi. Setelah setengah jam ngobrol di resto Vivi, Fian pun pamit ingin pulang dulu.
"Besok aku tunggu ya Vi."
"Iya besok aku kabari kok, kita ketemunya dimana ya?"
"Aku jemput aja di kampus besok."
"Oke"
...***...
Keesokan harinya Fian menunggu Vivi di depan kampus, dia sudah bersiap untuk pergi jalan dengan Vivi. Sekitar 25 menit menunggu akhirnya Vivi keluar dan langsung menuju mobil Fian, dia tersenyum manis pada Fian yang membuat Fian semakin jatuh hati padanya, Vivi memasuki mobil mewah milik Fian itu.
"Maaf ya buat kamu nunggu lama." Ucap Vivi segan.
"Nggak kok, santai aja."
Fian mengendarai mobilnya menuju Pulau Margaret, salah satu taman terbesar dan tertua di Budapest, taman luas ini memiliki beberapa fasilitas olahraga, hiburan, dan restoran yang siap menyambut anak-anak ataupun orang dewasa yang ingin bersantai.
Fian dan Vivi sampai di sana, mereka berjalan-jalan menelusuri taman sambil menikmati keindahan sungai Danube.
View yang bagus ini Fian gunakan untuk mengungkapkan perasaannya pada Vivi, dia tidak ingin terlambat mengungkapkan nya dan berujung penyesalan.
"Vi, aku mau ngobrol serius sama kamu." Kata Fian.
"Iya ada apa Fian?" Fian mengeluarkan sebuah cincin berlian dan memberikannya pada Vivi.
"Aku suka sama kamu Vi, dari pandangan pertama, kamu mau nggak menjalin hubungan denganku?" Kata Fian, Vivi tampak berfikir sejenak.
"Apa nggak terlalu cepat ya? Kita kan baru kenalan."
"Aku udah memantapkan hati sama kamu Vi, sudah lama sebenarnya namun aku tahan, aku pikir sekarang saat yang tepat." Vivi tersenyum dan berusaha mengontrol hatinya.
"Maaf Fian, aku pikir dulu ya, ini terlalu cepat untukku." Tolak Vivi dengan lembut tanpa membuat Fian tersinggung, Fian tertunduk lesu dan kembali menyimpan cincin itu.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.