Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 26
Selepas berhasil melahap sesuatu demi mengisi perut, Leta memutuskan untuk kembali merebahkan diri, merasakan jika dirinya belum sepenuhnya memulihkan diri. Bahkan rasa mual, panas di perut, pusing serta akal sehatnya yang seperti terombang ambing di lautan masih menderanya.
Terkadang wajah Gio saja masih nampak persis wajah si kancil... menggodanya usil hingga membuat Leta ingin tertawa.
Rasa pening itu, sedikit lebih baik ketimbang semalam. Berulang kali Leta membaui nafasnya, termasuk pagi ini, bukan nafas naga bangun tidurnya melainkan aroma alkohol yang ia khawatirkan masih menempel dan tercium oleh para orangtua di rumah.
Gio kembali menyerahkan sebotol air mineral sisa semalam, "gimana, udah mendingan kan? Udah bisa jawab bener kalo nanti ditanya ibu?" tanya Gio yang sudah bangun sejak tadi menunggu Leta bangun.
Masih sempat-sempatnya gadis itu berdecak mengelak, "emang kapan aku jawab ngasal kalo ditanya! Ndak inget, kalo cewek itu maha benar?!" jawabnya memancing anggukan Gio, fix! Leta sudah kembali sadar sepenuhnya, sudah bisa menjawab sewot penuh ucapan jumawa begitu.
"Masih pusing ndak? Kita balik sekarang, Ta...aku cuma sewa sehari aja. Kalo mau lanjut rebahan, istirahat mending di rumah aja...gratis. Sayang uangku, lagi dihemat-hemat ini, kamu malah nyuruh boros!" oceh Gio memantik desisan Leta yang telah bangkit menuju kamar mandi.
"Pelit!" hardik Leta.
"Oalah...bukan pelit. Untuk saat ini seperaknya tuh lagi dicari bener-bener buat hal yang lebih bermanfaat. Kamu ndak tau, nyewa penginapan ini sehari sama dengan uang jajanmu seminggu."
Leta memilih beranjak ke arah toilet untuk membasuh wajahnya hingga basah daripada mendengar omelan Gio yang persis omelan ibu, demi mendapatkan sedikit kesegaran lalu kembali dengan wajah kuyupnya.
"Nafasku masih bau neraka, mas..." ujarnya parau, sedikitnya kepala Leta masih terasa mengambang persis ee, sehingga membuat si empunya mesti ngetuk-ngetuk kepalanya beberapa kali.
Gio mendengus sumbang, baru dikasih segelas aja sudah oleng berat seharian, pemuda itu merogoh saku sweternya, mengeluarkan beberapa bungkus permen mint kembalian semalam.
"Nih." Buat sweter, pake aja punyaku, kita tukeran..." usul Gio melepas sweternya akhirnya diangguki Leta.
Ibu dan bapak tentu saja langsung mencecar mereka dengan berbagai pertanyaan, tak terkecuali bu Wulan. Leta hampir semaput menjawabnya padahal Gio masih anteng memasang wajah kalemnya seperti tak sedang berbohong dan berskenario.
Leta mendaratkan pandangan ke arah Gio, suhu! Kalem banget mukanya padahal lagi bikin dosa!
Hari ini akhirnya Leta ijin tak masuk dengan alasan sakit, masuk angin! Sementara Gio sendiri masuk kuliah seperti biasanya.
.
.
.
Mus memakai motor Leta saat ke kampus atas permintaan Gio, untuk nantinya ia antarkan ke rumah bersama Gio.
"Rompis ndak masuk, tah?" tanya Mus mengedarkan pandangan ketika ia bertemu Gio di selasar ruang kelas menuju kelas mereka.
Gio menggidikan bahunya, "kayanya masih nginep di kantor polisi."
Hingga ponsel dalam saku Gio bergetar hebat, tanda panggilan masuk dari nomor tak tersimpan.
Selama percakapan itu Gio memilih mencari tempat yang sedikit sepi, meskipun Mus mengekor dan ikut mendengarkan apa yang Gio ucapkan dengan seksama.
"Maaf, bukan tante. Saya tidak begitu. Justru saya sudah punya istri..."
Dia, mengaku adik dari ibu Rompis itu mengabarkan jika Rompis ditangkap semalam dan sedang ditahan di panti rehabilitasi.
Namun bukan itu yang menjadi masalahnya, karena dari situlah terkuak jika malam kemarin itu adalah malam dimana diadakan party s3kkkssnya para pelangi, dan Rompis merupakan pengidap h0mmoo s3kkk suuualll.
Dari kasus semalam jugalah, para polisi menguak sarangnya para pengidap penyakit pelangi di beberapa club malam dan kost-kost'an, yang riskan dengan obat-obatan terlarang dan penularan penyakit HIV.
Jelas keluarga besar dari ibunya tau sekarang, awalnya mereka tak percaya dan terpukul akan aib memalukan yang selama ini ditutup-tutupi oleh almarhumah dan Rompis.
Gio mengangguk dalam perbincangan, "ada beberapa teman kampus, tapi Gio ngga tau banyak, tante." Lirih Gio yang di dengar Mus.
(..)
"Iya. Semoga Rompis bisa lebih baik jika diobati oleh ahlinya..." sebagai penutup, Gio hanya bisa mendo'akan Rompis sebagai bentuk penolong paling mujarab. Sebaik-baiknya yang kini bisa Gio lakukan adalah mendo'akan Rompis setelah ia merasa cukup gagal dan tak bisa membawa Rompis secara baik-baik.
"Gimana---gimana, Yo? Sopo iku?" tanya Mustofa penasaran.
"Tantenya Rompis, adek almarhumah ibunya." Gio memasukan kembali ponsel ke dalam saku dan melanjutkan langkahnya lagi.
"Ha, si Rompis gimana kabarnya?" tanya Mus penasaran.
"Di rehab. Polisi akhirnya tau kalo tempat semalam adalah salah satu sarangnya kaum pelangi. Ada beberapa barang bukti alat s33 kks yang mereka temukan, beserta obat-obatan terlarang. Kasusnya kini melebar, dan pihak keluarga dari orang-orang semalem akhirnya kena panggil termasuk Rompis, karena salah satunya terindikasi mengidap HIV."
Mus sedikit terkejut dengan mengangkat alisnya, ia menggeleng prihatin, "kacau kamu, Yo...kalo sampe semalam kamu ada di ruangan yang sama, sama Rompis."
Gio mengangguk setuju, untung saja ada Leta yang berulah...untung saja semalam Leta mengikutinya dan mabuk jadi ia tak sempat mengikuti kemauan Rompis untuk bergabung dengan mereka tepat di hari pesta s3kksssnya mereka.
Gio tau, kemanapun Leta pergi sudah pasti ada kong-kalingkong dengan si raja kingkong, mas Rangga dan antek-antek polisinya, Allah benar-benar memuluskan rencananya secepat ini.
"Lagipula, kalo si Rompis bawa-bawa namamu, sudah ada Leta yang bakalan mematahkan argumen si Rompis. Bener-bener tepat perhitunganmu, Yo... buat menguak semuanya..." Mus menepuk-nepuk pundak Gio seraya cengengesan.
Gio tak memberikan ekspresi lebih saat ini, karena jujur...ia pun sempat tak menyangka dengan serba kebetulannya semalam.
"Sek...tapi dia ndak akan anggep kalo semua ini ulahmu kan? Secara mas'e polisi?" tanya Mus khawatir. Gio menggeleng, "seharusnya sih engga."
"Iyo engga. Tapi kalo nuduh ini ulah Leta?" tanya Mus lagi.
Gio mengangguk, "mungkin. Skenarionya kasus penggerebekan semalam itu, adalah bentuk amukan dan kecurigaan seorang istri terhadap suaminya..." kata Gio yang memantik gelak tawa Mus, "pake datengin polisi se-unit, dahsyat amukan seorang istri!"
"Tapi, utangmu karo Rompis gimana?" tanya Mus masih menyisakan rasa penasaran dan khawatirnya.
"InsyaAllah bulan ini bisa kulunasi. Jadi aku ngga harus ngikutin semua maunya sesuai perjanjian lagi."
Mus mengurut dadanya lega, "makanya to, Yo...punya kemauan kok ya.. sampe nekat buat ngutang begitu...nyatanya yang diutangin macan, ular derik...kuapokmu kapan?!!" oceh Mus kini memancing tawa Gio.
Bubur kacang ijo plus ketan item ditambahin roti tawar, adalah makanan yang ampuh mengisi kekosongan perut Leta di kala gadis ini sakit. Maka itu yang disajikan bu Wulan untuk putrinya.
"Bisa sampe masuk angin begini, cuma beli martabak...kok bisa?!" tanya nya masih merasa janggal dengan alasan Gio dan Aletta. Jujur saja ia merasa jika putri dan menantunya itu berbohong.
Leta yang awalnya ingin melahap bubur kacang, mendadak kenyang makan kegugupan.
"Semalem aku sama mas Gio----"
"Ngaku sama ibu, kamu sama Gio abis ngapain? Darimana?!" cecar ibu Wulan.
.
.
.
.
.
love❤❤ buat teh sin😘😘😘😘