Silva, Marco dan Alex menjalin persahabatan sejak kelas 10. Namun, saat Silva dan Marco jadian, semuanya berubah. Termasuk Alex yang berubah dan selalu berusaha merusak hubungan keduanya.
Seiring berjalannya waktu, Alex perlahan melupakan sejenak perasaan yang tidak terbalaskan pada Silva dan fokus untuk kuliah, lalu meniti karir, sampai nanti dia sukses dan berharap Silva akan jatuh ke pelukannya.
Akankah Silva tetap bersama Marco kelak? Atau justru akan berpaling pada Alex? Simak selengkapnya disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pendekar Cahaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26 (Mengisi Kekosongan)
Sesuai dengan saran dari Hilda, Silva pun menghubungi Marco terkait hal yang terjadi baru saja dirumahnya. Tak butuh waktu lama menunggu, Marco menjawab panggilannya.
Tanpa basa basi Silva langsung menceritakan semuanya pada kekasihnya, tanpa ada yang dia tutupi. Silva tadinya berpikir kalau Marco akan marah, seperti halnya dia. Namun, diluar dugaan, Marco tidak marah sama sekali. Dia menanggapi dengan santai dan tidak memikirkan semua hal yang tadi dikatakan oleh Silva.
"Kok kamu santai gitu sih, yang" kata Silva kebingungan.
"Buat aku, kamu selalu setia sama aku aja itu udah cukup buat aku, aku gak butuh orang-orang tahu kalau aku pacar kamu, yang terpenting kita selalu saling menyayangi, udah cukup" jawab Marco.
Silva senyum-senyum sendiri mendengar jawaban Marco dan membuat dirinya beruntung bisa jadi kekasih Marco karena kebaikan hatinya yang jarang dimiliki oleh lelaki.
"Makasih yah, sayang, kamu itu emang cowok yang spesial, beda dari yang lain" kata Silva yang masih saja senyum-senyum sendiri.
"Kayak martabak aja pake spesial segala, ada ada aja kamu, yang" balas Marco. Selang beberapa menit, percakapan mereka di telpon pun berakhir dan Silva mengakhiri panggilannya.
.....
Tak terasa sudah sebulan Marco bekerja sebagai supir pribadi Zea. Sampai sejauh ini, Marco bekerja dengan sangat baik dan Zea sendiri sangat puas dengan kinerja Marco.
Hari ini Marco menerima gaji pertamanya melalui tangan Zea langsung. Sebelum berangkat kerja pagi tadi, ayahnya Zea sudah menitipkan uang gaji Marco padanya dan akan dia serahkan langsung pada Marco.
"Ze, kamu kok repot-repot kesini sih, kan aku bisa kerumah kamu buat ambil gaji aku, ini malah kamu yang bawain kesini" Marco merasa tidak enak hati.
"Gak apa-apa, santai aja lagi, Co, lagian aku juga sekalian jalan-jalan dan gak ada salahnya aku sekalian mampir dan ngasi gaji pertama kamu ini deh" kata Zea dengan santai.
"Oh iya, Co, ibu kamu mana? Kok aku gak lihat dari tadi" Zea mencari-cari keberadaan ibunya Marco.
"Ibu aku pergi dari rumah, udah dari kemarin perginya, gak balik-balik lagi, aku udah coba nyari dan nanya ke tetangga, tapi, gak ada yang tahu, aku coba telpon nomernya gak aktif, gak tahu kemana" terang Marco dengan raut wajah bingung.
"Kok bisa? Apa ada masalah? Apa kamu sama ibu kamu lagi berantem yah, sampai ibu kamu pergi dari rumah?" Tanya Zea lebih lanjut. Marco memberikan jawaban dengan menggelengkan kepalanya. Dia menceritakan apa yang terjadi kemarin. Menurutnya, tidak ada kejadian dimana Marco dan ibunya bertengkar.
"Mana sekarang ibu aku meninggalkan hutang lagi sama rentenir, jumlahnya itu gak sedikit, bulan lalu sih Silva udah bayaran cicilannya, tapi, bulan ini belum karena aku aja baru gajian hari ini kan" terang Marco dengan raut wajah sedih.
"Terus rentenir itu gak mau dicicil lagi kayak bulan lalu, harus dilunasi bulan ini, kalau gak, rumah ini bakal disita, aku mau tinggal dimana coba kalau rumah ini sampai disita sama mereka" lanjut Marco. Zea merasa kasihan melihat Marco bersedih seperti itu.
"Gini aja, Co, gimana kalau kamu tinggal dirumah aku, kebetulan ada kamar kosong dirumah, kamarnya sih gak begitu besar, karena kamar itu dulunya ditempati sama supir lama aku, kamu bisa tempati kamar itu kalau kamu mau" Zea memberikan usul.
"Gak deh, Ze, kamu udah banyak bantu aku, aku bisa kerja jadi supir kamu aja udah cukup buat aku, aku gak mau ngerepotin, gak enak juga sama ayah kamu" Marco menolak halus tawaran Zea.
"Udah, gak apa-apa, lagian biar lebih gampang juga kalau misalkan aku mau kemana-mana, kamunya gak repot, kamu terima aja yah, aku gak mau mendengar kata penolakan dari kamu, apapun alasannya" Zea sedikit memaksa agar Marco mau menerima tawarannya. Marco pun pasrah dan akhirnya mau menerima tawaran Zea.
Marco membereskan semua bajunya yang ada dalam lemari dan dimasukkan kedalam tas. Zea juga turut membantunya dan tidak perlu waktu lama, semua bajunya yang ada di dalam lemari sudah dimasukkan kedalam tas besar miliknya.
Zea dan Marco keluar dari rumah. Marco menitipkan kunci rumahnya pada tetangga yang sudah sangat dia percaya.
"Aku titip kunci rumah ini yah, mbak, siapa tahu aja nanti ibu aku pulang, mbak tinggal kasi aja ke beliau" kata Marco sambil menyerahkan kunci rumah miliknya pada tetangganya yang bernama Sasha.
"Iya, Marco" jawabnya singkat dan menerima kunci rumah tersebut.
Zea dan Marco pun pergi. Marco memasukkan tas miliknya kedalam mobil Zea atas permintaan Zea sendiri. Marco mengendarai motornya sedangkan Zea mengemudikan mobilnya. Mereka berdua pun beriringan dengan Zea yang berada di depan Marco.
Sekitar 30 menit kemudian, mereka pun sampai dirumah Zea. Meskipun tadi Zea sempat was-was, takut kalau ada polisi, namun, ternyata tidak ada dan hal itu yang membuatnya menjadi lega.
"Nah, ini dia kamarnya, Marco, kamu bisa tempati kamar ini" kata Zea saat sudah berada di depan kamar yang dimaksud.
"Makasih yah, Ze" Marco meletakkan tas miliknya kedalam kamar tersebut. Setelah meletakkan barang miliknya, Marco menyusul Zea ke ruang tengah.
"Terus sekarang kita ngapain nih?" Tanya Zea saat Marco sudah berada diruang tengah.
"Kamu punya PS atau apa gitu?" Tanya Marco.
"PS4 sih yang aku punya, tuh disitu" Zea menunjuk lemari disamping meja televisi.
"Kayaknya seru tuh kalau kita main PS, buat mengusir kebosanan, gimana" usul Marco.
"Hmm, boleh juga tuh, ayo deh kalau gitu" Zea menyetujui dan langsung memasang PS4 miliknya.
Setelah siap, mereka berdua pun mulai bermain game FIFA 2022, yang juga game yang Zea kuasai. Selama bermain Zea tampak sangat serius dan terlihat sangat kompetitif. Zea memang memiliki karakter yang selalu serius dalam melakukan sesuatu, apapun itu.
"Wihh.... Hebat juga kamu, Ze, bisa menang lawan aku, pasti kamu udah sering yah mainkan game ini" Marco menebak.
"Iya, Co, hampir tiap hari malah, kalau ada waktu luang pasti main game ini atau gak Tekken 7, kadang juga GTA 5" jawab Zea.
"Oh iya, Ze, gimana soal kompetisi tennis itu, kapan dimulainya?" Tanya Marco.
"3 hari lagi, Co, cuma aku sih santai aja, aku udah sering latihan kok, paling nanti jelang pertandingan aku latihan ringan lah, biar pas tanding bisa langsung In dalam pertandingan" jelas Zea, sambil tetap fokus pada game yang dimainkan.
Hampir 30 menit lamanya mereka bermain game dan Zea yang menang meskipun Marco sempat menang 1 pertandingan, selebihnya Zea memenangkannya.
"Kok aku jadi laper yah, abis main game tadi" Zea memegangi perutnya.
"Ada makanan apa di dapur?" Tanya Marco.
"Gak ada apa-apa, ART aku kak gak ada, dia beberapa Minggu yang lalu berhenti karena harus ngurus suaminya yang sering sakit-sakitan" jawab Zea.
"Kita pesan online aja, kamu mau makan apa?" Zea langsung meraih handphonenya dan membuka aplikasi pesan antar makanan.
"Terserah kamu aja, aku sih ikut kamu" kata Marco. Zea pun memesan makanan yang menurutnya pas untuknya dan juga untuk Marco. Sambil mengobrol ringan diruang tamu dan menunggu makanan pesanannya datang.