NovelToon NovelToon
Antara Dua Sisi

Antara Dua Sisi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Pelakor
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.

Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aturan

Paula menatap tajam ke arah Draven yang sejak tadi hanya terdiam dan tampak tidak bersemangat sepanjang pertemuan itu. Sorot matanya seolah berkata, apa kau serius ingin melanjutkan semua ini? Namun, Draven tetap tak bereaksi, terjebak dalam pikirannya sendiri, lebih memikirkan ibunya dan hidup yang seakan-akan sudah direncanakan untuknya tanpa persetujuan.

Setelah makan malam selesai, keluarga Paula dan Draven saling berpamitan. Elvin memutuskan untuk berpisah lebih awal dari keluarganya, memilih pergi ke mal untuk membeli beberapa kebutuhan OSIS yang harus disiapkan keesokan harinya. Ia melangkah cepat, tidak ingin berlama-lama di suasana yang membosankan baginya.

Di sisi lain, Belle juga pergi ke mal yang sama untuk membeli keperluan harian di supermarket. Dengan hati yang masih dipenuhi rasa kehilangan, Belle mencoba mengalihkan pikirannya dengan aktivitas sederhana. Troli belanja di depannya penuh dengan barang-barang untuk apartemennya. Meski ia sibuk memilih barang, pikirannya terus melayang ke berbagai hal tentang ibunya, tentang kehidupannya di sekolah baru, dan tentang perasaan asing yang mulai muncul terhadap Draven.

Tak disangka, saat Belle berbelok di lorong, ia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Barang-barang di tangan pria tersebut hampir terjatuh. Belle mengangkat wajahnya, dan langsung terkejut ketika melihat siapa orang yang baru saja ditabraknya.

“Elvin?” Belle terkejut.

Elvin menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil. “Kamu... murid baru di sekolah, kan? Belle, ya?”

Belle tersenyum canggung, “Iya, benar. Kamu Elvin, kan? Ketua OSIS?”

“Betul. Eh, kebetulan banget ya kita bisa ketemu di sini.” Elvin tampak santai, meskipun ada sedikit keheranan di wajahnya, seperti sedang mencoba mengingat lebih banyak tentang Belle.

Belle hanya tersenyum sambil merapikan barang-barangnya di troli. “Iya, kebetulan.”

Mereka berdiri beberapa saat di lorong tersebut, sementara suasana mal mulai dipenuhi dengan orang-orang yang berbelanja. Ada rasa canggung yang samar terasa di antara mereka, namun juga ada kesadaran bahwa mereka sekarang berada di tempat yang sama, di kota yang sama, dan di sekolah yang sama.

“Elvin,” Belle memecah keheningan, “kamu sering ke sini?”

“Kadang-kadang. Sekarang lagi nyari perlengkapan buat OSIS. Kamu sendiri? Belanja kebutuhan apartemen, ya?” tanya Elvin sambil melirik troli Belle yang penuh.

Belle mengangguk, “Iya, lagi beli kebutuhan sehari-hari. Baru pindah, jadi masih adaptasi.”

Elvin tersenyum hangat, “Kalau kamu butuh sesuatu, atau ada yang bisa aku bantu di sekolah, jangan sungkan bilang aja, ya.”

Belle tersenyum kecil, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Elvin. "Makasih, Elvin. Aku akan ingat itu." Setelah berbasa-basi beberapa saat, mereka pun berpisah, melanjutkan aktivitas masing-masing.

Draven duduk di tepi tempat tidurnya, menunduk dengan pikiran yang berantakan. Pertemuan makan malam yang baru saja berakhir terus mengganggu pikirannya. Ia melirik ponselnya yang sudah beberapa jam tak disentuh, seperti sebuah pengingat bisu dari dunia yang sejenak ia abaikan. Dengan helaan napas panjang, Draven membuka sosial medianya. Satu pesan dari Belle akhirnya muncul, balasan yang ia tunggu sejak tadi. Matanya membesar, kaget sekaligus menyesal.

“Sial, aku lupa,” gumamnya pelan, menyadari betapa sibuknya ia dengan masalah keluarga, hingga tak menyadari pesan Belle sudah masuk. Belle... seseorang yang tak pernah ia ingin abaikan, justru terlupakan di tengah kekacauan hidupnya.

Tanpa pikir panjang, jari-jarinya segera mengetik.

“Belle, kamu di mana sekarang? Aku butuh alamatmu. Nomormu nggak bisa dihubungi, aku benar-benar khawatir.”

Pesan itu terkirim dalam hitungan detik, namun yang tersisa hanyalah keheningan. Draven duduk termenung, perasaan khawatir yang telah lama ia rasakan kian mencengkeram. Belle telah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar teman di pikirannya. Ia adalah cahaya yang perlahan menariknya keluar dari bayangan tanggung jawab keluarga yang berat. Bersama Belle, ada rasa kebebasan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Ponsel di tangannya terasa dingin, namun genggamannya semakin erat. Waktu berjalan begitu lambat di dalam kamar hotel yang sunyi. Setiap detik terasa berlarut-larut saat ia menatap layar ponselnya, berharap sebuah balasan segera muncul. Apa yang sedang terjadi pada Belle? Apakah ia memikirkan Draven seintens yang Draven memikirkannya?

Belle, yang sedang berada di lorong sayuran di supermarket, merasakan getaran di sakunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat balasan dari Draven. Setelah menatap layar sejenak, senyuman tipis tersungging di wajahnya. Dia mengetik dengan cepat:

"Aku berada di tempat yang tidak akan kamu duga."

Setelah mengirim pesan itu, Belle menaruh ponselnya kembali di sakunya, merasa puas dengan jawabannya yang misterius. Ia tahu bahwa Draven pasti akan kebingungan, tapi di sisi lain, ia merasa permainan ini sedikit menyenangkan di tengah kekacauan hidupnya.

Sementara itu, di kamar hotelnya, Draven membaca pesan Belle dan mengernyitkan dahi. "Apa maksudnya ini?" gumamnya pelan, merasa makin bingung dengan sikap Belle. Belle memang selalu terasa sedikit sulit dipahami, tapi kali ini, perasaan itu semakin kuat.

Draven segera mengetik balasan, rasa penasaran membuncah dalam dirinya. "Kamu di mana sebenarnya? Kenapa nggak bilang langsung?" tanyanya, berharap Belle tidak membuatnya menunggu terlalu lama lagi. Belle selalu punya cara untuk menguji kesabarannya, dan itu membuatnya semakin penasaran pada gadis itu.

***

Pagi itu, Draven sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Matanya masih berat, sisa-sisa lelah dari hari sebelumnya belum sepenuhnya hilang. Ketika ia baru saja hendak mengambil kunci motor, suara ayahnya, Lucas, memanggil dari ruang makan.

"Draven, sebelum kamu berangkat, jemput Paula dulu. Biar kalian bisa pergi ke sekolah bareng," ujar Lucas tegas, tanpa memberi ruang untuk penolakan.

Draven menghela napas panjang, menahan rasa kesalnya yang kembali muncul. Sejak kecil, hidupnya selalu penuh dengan tuntutan dan perintah yang tidak bisa ia tolak, terutama dari ayahnya. Draven sangat ingin memberontak, tetapi ia tahu itu hanya akan memperumit keadaan.

"Baik, Ayah," jawab Draven singkat, suaranya terdengar lesu.

Lucas menatap anaknya sejenak, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu lagi, tetapi akhirnya hanya mengangguk puas. "Ingat, Draven, keluarga ini selalu punya tanggung jawab besar. Jangan buat masalah," kata Lucas sebelum kembali fokus pada surat kabar di tangannya.

Draven memaksa dirinya tersenyum tipis, tetapi dalam hatinya ia hanya ingin menghindar dari semua ini—dari tuntutan keluarga, dari hubungan yang tidak pernah ia inginkan dengan Paula. Namun, seperti biasa, ia menuruti perintah ayahnya. Dengan langkah berat, Draven menuju garasi dan menghidupkan motornya.

Sesampainya di rumah Paula, ia melihat Paula sudah berdiri di depan gerbang, tampak anggun dengan seragam sekolahnya. Paula melambaikan tangan, senyum mengembang di wajahnya, tetapi Draven hanya memberikan senyum kecil yang terasa dipaksakan.

"Good morning!" sapa Paula ceria. "Terima kasih sudah jemput aku, Draven."

"Ya, nggak masalah," jawab Draven singkat, berusaha menyembunyikan perasaannya. "Ayo, kita berangkat."

Mereka melaju di jalanan kota menuju sekolah, suasana di antara mereka terasa canggung. Draven tak banyak bicara, pikirannya masih melayang ke Belle tentang pesan misterius yang ia terima dari Belle semalam.

1
Leviathan
sedikit saran, perhatikan lagi struk katanya iya Thor.

ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..

contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.

jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam

atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.

intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus
Lucky One: Makasih ya saran nya/Heart/
total 1 replies
safea
aku baru baca dua chapter tapi langsung jatuh cinta sama tulisan kakaknya💜
safea
suka banget sama tata bahasanya, keren kak! oh iya sedikit saran dari aku, tolong penempatan tanda bacanya diperhatikan lagi yaa
Lucky One: Makasih saran nya ya..
total 1 replies
Anggun
hadir saling support kak
🔵@🍾⃝ ͩAᷞғͧɪᷡғͣ DLUNA
Saran aja kak, itu tulisannya bisa di bagi lagi menjadi beberapa paragraf agar yang membaca lebih nyaman..
Lucky One: okey, makasih ya feedback nya
total 1 replies
semangat kak /Determined/ tapi kok rasanya kayak baca koran ya, terlalu panjang /Frown/
Lucky One: Makasih feedbacknya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!