Ini kisah tentang kakak beradik yang saling mengisi satu sama lain.
Sang kakak, Angga Adiputra alias Jagur, rela mengubur mimpi demi mewujudkan cita-cita adik kandungnya, Nihaya. Ia bekerja keras tanpa mengenal apa itu hidup layak untuk diri sendiri. Namun justru ditengah jalan, ia menemukan patah hati lantaran adiknya hamil di luar nikah.
Angga sesak, marah, dan benci, entah kepada siapa.
Sampai akhirnya laki-laki yang kecewa dengan harapannya itu menemukan seseorang yang bisa mengubah arah pandangan.
Selama tiga puluh delapan hari, Nihaya tak pernah berhenti meminta pengampunan Angga. Dan setelah tiga puluh delapan hari, Angga mampu memaafkan keadaan, bahkan ia mampu memaafkan dirinya sendiri setelah bertemu dengan Nuri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Alan betah sekali kalau urusannya berbau tentang Nuri. Mumpung di rumah Nuri masih ada orang tua wanita itu, tentu saja menjadi kesempatan bagus buat Alan memperjuangkan cinta. Alan sering kali menginap dengan tujuan banyak berbincang-bincang pada orang tua Nuri agar bisa dibantu mendapatkan hati anak gadisnya. Singkatnya, Alan mau pakai jalur orang dalam buat menaklukkan hati Nuri.
Di ruang tamu, seperti biasanya mereka bercengkrama hangat sebelum beranjak tengah malam. Mereka memang kerap seperti ini sedari Alan dan Nuri masih kecil. Banyak yang Alan ucapkan sebagai topik pembicaraan mereka, hingga malam ini, perdana dia memberanikan diri mengutarakan niat sejujurnya Alan yang rajin menyambangi kelurga Nuri.
"Waladalah, rupanya kamu beneran suka sama Nuri. Sudah bapak duga. Pantas saja kelakuan mu terlalu aneh kalau hanya disebut sebagai teman." Ayah Nuri menanggapi pengakuan Alan. Ternyata orang tua Nuri merasakan gelagat Alan yang mencurigakan.
"Sejak kapan kamu naksir sama Nuri, Lan?" Ibunya Nuri gantian bertanya.
"Sudah lama bu. Alan tidak tahu persis kapan pertama mulai suka, yang pasti semenjak sekolah SMA, Alan sudah punya rasa ini untuk Nuri."
"Oalah cah bagus, lama sekali ya. Kenapa baru sekarang bilangnya? salah-salah kamu bisa telat nanti diserobot orang. Lagian kenapa tidak langsung bilang saja sama yang bersangkutan?!"
"Sudah bu, tapi Nuri selalu menganggap kalau Alan cuma bercanda."
"Khehehehe," bapaknya Nuri tertawa, membuat Alan memandangnya heran.
"Lha ya iya lah Nuri menganggap kamu bercanda, kalau bapak lihat-lihat kalian berdua ngobrol, kamu itu pembawaannya seperti tidak serius, seperti bercandaan saja gitu lho." Terang bapak menurut pengamatannya.
Alan terdiam karena memang merasa omongan bapaknya Nuri ada benarnya. Dia tidak terbiasa berbicara serius pada Nuri, karena takut dicap aneh tiba-tiba omongannya jadi kaku. Makanya Alan sekarang berusaha meminta bantuan untuk diberi pengertian kepada Nuri kalau Alan beneran suka.
Niat sudah diutarakan, hasilnya tergantung orang tua Nuri mau atau tidaknya dimintai tolong oleh Alan.
"Gini aja, bapak bantu ngomong ke Nuri kalau kamu sebenernya suka sama dia. Sisanya bapak serahkan kepada anak itu, karena soal perasaan bapak tidak bisa ikut campur. Bagaimana? deal kan?"
"Setuju Pak. Mudah-mudahan kalau Nuri tahu perasaan Alan serius, dia bisa belajar nerima perasaan Alan."
Kira-kira seperti itu sedikit banyaknya obrolan penting Alan dengan orangtuanya Nuri. Ruang tamu yang sempat serius kembali mencair diterpa gurauan. Tidak lama, Nuri si tokoh yang dibicarakan tadi pulang, mengucap salam lalu dengan nafas ngos-ngosan menemui mereka buru-buru seperti mengejar waktu.
"Wees, besti Nuri udah balik. Darimana aja--
Bruk.
...***...
Malam yang sama.
Angga tidak membuang-buang waktu lagi, sehingga begitu tahu dapat lampu hijau, ia mendatangi rumah Nuri malam itu juga dengan memboyong Ibunya dan juga paman. Bibi tidak ikut lantaran menjaga bapak di rumah, padahal beliau yang berjasa memberi informasi agar Angga dan Nuri tahu perasaan satu sama lain. Walaupun begitu, bibi tetap senang akhirnya misi yang dibantu juga oleh Aji berakhir sesuai ekpetasi.
"Mas, memangnya harus malam ini juga ya?" Nuri yang kelabakan saat tahu Angga ingin melamarnya malam ini juga, bertanya memastikan dengan perasaan gugup.
"Iya, lebih cepat lebih baik. Kamu mau bareng sama kami?" Tanya Angga di sela-sela Nuri yang masih speechless.
"Eng.. gak lah Mas, masa aku bareng sama kalian. Aku butuh persiapan juga, minimal ngasih tahu orang tua soal kedatangan Mas Angga dan keluaga. Kalau begitu gak pakai lama lagi dan tanpa mengurangi rasa hormat, aku pamit pulang dulu ya."
"Iya, hati-hati ya sayang."
"Iiiih Mas Angga!" Nuri tambah kaget sama panggilan sayang dari Angga. Meskipun mata Nuri mendelik, tapi bibir gadis itu cengar-cengir tak terkontrol. Angga malah medekati Nuri yang sudah mau masuk ke dalam mobil. Bertambah lama lah waktu mereka mengadakan pertemuan.
"Hati-hati ya Bu Polwan. Nanti pas ketemu tikungan, ambil jalan yang ke kanan. Itu lebih cepat sampai ke rumah kamu."
Nuri mengangguk tak berdaya dengan perhatian Angga, lalu Angga pun melepaskan kepergian Nuri.
Sepeninggal Nuri ditelan belokan, keluarga Angga masih sibuk mana yang mau dibawa buat seserahan. Acara sangat mendadak, karena Angga kalau berkeinginan itu ya begini, harus detik itu juga terlaksana. Kalau dibantah suka jadi bumerang buat keluarga. Pernah kejadian Angga keinginannya dibantah, alhasil Angga tidak pernah meminta-minta lagi keinginannya itu, meskipun keluarga berkali-kali menawarinya.
Sampai di rumah Nuri, wanita itu lebih dulu tiba dua puluh menitan sebelum rombongan kelurga Angga datang. Nuri mengucap salam, berjalan cepat dengan nafas memburu seperti mengejar waktu. Di ruang tengah ia menemukan orangtuanya sedang berbincang dengan Alan.
"Wees, besti Nuri udah balik. Darimana aja--
Nuri spontan memeluk Alan. Orangtuanya Nuri melongo menyaksikan pelukan persahabatan mereka. Nuri teramat senang, sehingga dia merasa wajib memberi tahu Alan hal yang sudah membuatnya berbunga-bunga.
"Alaaaaan. Akhirnya.. aku senang banget sumpah."
Alan tersenyum lebar di pelukan Nuri.
"Senang kenapa nih? bagi-bagi lah senangnya."
"Aku sudah menemukan orang yang cinta sama aku, dan yang terpenting aku pun memiliki rasa yang sama seperti dia." Kalimat ambigu Nuri membuat Alan gede rasa.
"Senang kenapa kamu nduk? coba ceritakan sama Bapak dan ibumu ini." Bapak bertanya, sekaligus terlepasnya pelukan Nuri dan Alan.
"Ah iya, aku sampai lupa mau kasih tahu sama Bapak dan Ibu. Bentar lagi mau ada tamu yang datang. Mereka keluarganya Mas Angga, mau ngomong penting. Pokoknya aku mau persiapan dulu."
Alan, Bapak, dan Ibu seketika terdiam mencerna perkataan Nuri. Ada yang sakit di sini, Alan tentu orangnya. Tetapi Alan masih optimis, mungkin saja kedatangan keluarga Angga hanya bersilaturahmi. Ya, Alan memupuk pikirannya seperti itu. Mungkin saja keluarga Angga hanya mengucapkan terimakasih atas dedikasi Nuri terkait kasus Balong.
.
.
.
Bersambung.