Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. LOML 13.
"Selamat pagi, Nona,"
Pria itu menyapa sembari membungkukkan sedikit badannya.
"Oh, kau sudah datang?" sambut Rose tersenyum.
"Selamat pagi, Adrian. Masuk!" sambungnya sembari membuka pintu.
Pria itu mengangguk sopan, mengikuti langkah Rose masuk ke dalam ruangan Nayla dan menutup pintu di belakangnya.
"Duduklah!" Rose kembali berkata.
"Baik," sahut Adrian.
Pria itu duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan, sementara kedua matanya menelisik isi ruangan dengan tatapan kagum.
Ruang kerja yang hanya memiliki satu meja kerja lengkap dengan komputer, sebuah lemari besar tempat menyimpan beberapa berkas yang berkaitan dengan karya Nayla, serta satu rak buku berukuran sedang terisi penuh dengan buku dari beberapa penulis yang berbeda.
Pandangan pria itu terhenti pada Rose yang tengah mengambil sesuatu dari laci meja kerja, lalu menghampiri dirinya dan duduk di sofa di sisi berseberangan.
"Baiklah," Rose memulai.
"Aku tidak perlu menjelaskan dari dasar tentang pekerjaan apa yang harus kamu lakukan,"
Pria itu mengangguk, memperhatikan Rose meletakan laptop beserta beberapa kertas, lalu menyodorkan sebuah dokumen pada dirinya.
"Bacalah isi perjanjiannya, dan tandatangani jika kamu setuju," ujar Rose.
"Maaf?" sambut Adrian bingung.
"Apakah Anda menerima saya tanpa tahap uji coba terlebih dahulu?"
"Dia menerimamu tanpa perdebatan panjang, jadi kamu bisa langsung bekerja tanpa tahap uji coba," jawab Rose.
"Tentu saja kamu tidak akan melakukan semua pekerjaan seorang diri selama aku masih berada di sini. Kamu tetap perlu mempelajari beberapa hal yang berkaitan dengan naskah yang dia buat,"
"Dan itu berbeda dengan komik," Rose menambahkan.
"Saya mengerti," sahut Adrian.
Pria itu menunduk, mulai membaca isi dari perjanjian tertulis yang ada di tangannya tanpa suara. Hingga ia merasa isi dari perjanjian itu sangatlah sederhana, namun memiliki tanggung jawab besar.
Isi perjanjian yang menyatakan bahwa dirinya harus menutup rapat identitas Nayla dari publik, baik ketika masih bekerja ataupun ketika dirinya berhenti bekerja suatu saat nanti.
"Saya menerimanya," ujar Adrian.
Rose tersenyum, memberikan data tentang Nayla pada Adrian begitu pria itu menandatangani surat perjanjian kontrak tanpa keraguan.
"J-J-Jadi,,, Nyloes adalah wanita?" tanya Adrian dengan kedua mata melebar.
"Ya, pelajari tentang jadwalnya, deadline yang dia miliki, dan urus semua pertemuan yang harus dia hadiri," Rose berkata lagi.
"Kamu juga perlu menemuinya sore ini ke Apartemenya,"
"A-Apa?!?" Adrian terpekik kaget.
"Saya?" imbuhnya menunjuk diri sendiri.
"Ya. Kau perlu menemuinya karena dia tidak ke kantor hari ini," terang Rose.
"Akan kuberikan alamat Apartemen beserta kode aksesnya nanti,"
"Saya mengerti," sambut Adrian.
Rose mulai meminta Adrian untuk melakukan pekerjaan dasar terlebih dahulu. Di luar dugaan, pekerjaan yang di berikan Rose dapat diselesaikan dengan cepat oleh pria itu. Bahkan, pria itu turut membantu pekerjaan yang sedang Rose kerjakan.
Hingga, ketika hari berganti sore, Rose keluar dari ruangan Nayla selama beberapa saat, lalu kembali lagi dengan sebuah paper bag besar di tangannya.
Wanita itu meletakkan paper bag itu ke atas meja, membuat Adrian bisa melihat sekilas isi dari paper bag itu yang berisi beberapa buku.
"Ini,,,, Apa?" Adrian bertanya ragu.
"Buku karyanya dari lima edisi bulan lalu beserta copy naskah asli, dan kerangka mentahnya," jawab Rose.
"Sebanyak ini?" tanya Adrian tak percaya.
"Ya, dan setelah ini pekerjaan seperti ini yang harus kau lakukan," sambut Rose terkekeh geli.
Adrian menelan kasar salivanya dengan kedua mata melebar sempurna, tidak pernah membayangkan jika dirinya bisa melihat langsung copy asli dari buku favoritnya.
...%%%%%%%%%%...
## Apartemen Nayla.
"Unghhh,,,,,"
Nayla mengerang singkat sembari merentangkan kedua tangannya keatas untuk merengangkan tubuhnya. Pandangannya tertuju pada layar komputer yang berisi naskah baru, lalu mengedarkan pandangan pada ruang kerja pribadinya diakhiri hembusan napas panjang.
Wanita itu beranjak dari duduknya ketika mendengar suara bel Apartemennya berbunyi, melangkah keluar dari ruang kerja dan menuju pintu utama.
"Selamat sore, Nona,"
Seorang pria segera membungkukkan badan setelah pintu terbuka, menghadirkan kerutan tajam di dahi Nayla.
"Kau Adrian?"
Nayla bertanya tepat setelah pria itu mengangkat wajah. Wajah yang ia kenali dari data yang diberikan Rose padanya.
"Benar, Nona," sambut Adrian.
"Masuk!" ucap Nayla.
"Terima kasih, Nona," sambut Adrian tersenyum.
'Aku tak percaya sekarang aku benar-benar bertemu dengan Nona Nyloes,' batin Adrian tersenyum senang.
"Apa yang ingin kau minum?" tawar Nayla
"Ehh,,, Maaf?"
Adrian menggeleng pelan, mengembalikan kesadarannya sendiri ketika suara Nayla terdengar.
"Tidak perlu, Nona," jawab Adrian.
"Saya datang untuk mengantarkan ini." imbuhnya sembari menunjukkan paper bag di tangannya.
"Apakah Rose yang memintamu untuk melakukannya?" Nayla bertanya lagi.
"Benar, Nona," jawab Adrian.
"Duduklah!" pinta Nayla.
"Di mana saya harus meletakkan ini, Nona?" Adrian bertanya.
"Di meja saja. Aku bisa memindahkannya sendiri," jawab Nayla.
Adrian menurut, meletakkan paper bag besar yang ia bawa di atas meja, lalu duduk di sofa. Sementara pandangannya mengikuti Nayla yang mengambil minuman kaleng untuk diberikan pada dirinya.
"Minumlah!" ucap Nayla.
"Tapi_,,,"
"Ini tidak beracun," potong Nayla cepat.
"Terima kasih," sambut Adrian.
Nayla duduk di sofa berbeda, membuat keduanya duduk saling berhadapan sekaligus memberi pria itu waktu untuk meneguk minuman yang baru saja ia berikan.
"Jadi, apakah kau menyetujui perjanjian kontraknya?" tanya Nayla.
"Benar, Nona," sahut Adrian.
"Kau sudah memikirkannya?" tanya Nayla lagi.
"Saya sudah memikirkannya," jawab Adrian.
"Lalu, apa yang dikatakan Rose padamu?" tanya Nayla.
"Nona Rose mengatakan bahwa saya bisa mulai bekerja besok," jawab Adrian.
Nayla mengangguk setuju.
"Lakukan saja apa yang dia katakan, dia jauh lebih tahu tentang pekerjaanmu. Dan satu hal lagi," ujar Nayla.
"Apa itu, Nona?" sambut Adrian.
"Jangan bersikap formal padaku! Aku tidak menyukainya," ucap Nayla.
"Tapi, Nona_,,,"
"Kau bisa bersikap formal hanya ketika diperlukan. Tapi, jika itu di kantor tanpa acara resmi, di ruanganku, ataupun disaat tidak ada siapapun seperti sekarang, kamu tidak perlu bersikap formal," potong Nayla.
"Tapi, Nona, bagaimana saya melakukan itu, Anda adalah_,,,"
"Tidak ada atasan atau bawahan jika kau bekerja padaku," Nayla kembali memotong kalimat yang akan diucapkan pria di depannya.
"Tapi saya_,,,"
"Perlu penyesuaian?" potong Nayla lagi.
Pria itu mengangguk sebagai jawaban.
"Tak masalah, kamu memiliki banyak waktu," ucap Nayla.
"Jadi, Anda sungguh-sungguh menerima saya bekerja?" tanya Adrian memastikan.
"Bukankah kau sudah menandatangani kontraknya?" Nayla balas bertanya.
"Terima kasih, Nona," sambut Adrian tersenyum senang.
"Pulanglah! Ini sudah malam," ucap Nayla.
"Baik. Kalau begitu, saya undur diri," sahut Adrian.
"Ah,,, katakan pada Rose, aku tidak ke kantor besok, dan minta padanya untuk tidak menghubungiku sebelum aku yang menghubunginya lebih dulu," ucap Nayla.
"Baik, Nona," sahut Adrian.
Adrian beranjak dari duduknya, membungkukkan badan sebelum ia berlalu pergi meninggalkan Apartemen Nayla dengan kegembiraan yang ia rasakan.
...%%%%%%%%%%...
Suara khas dari lonceng cafe terdengar diikuti sosok pria bertopi dan bermasker melangkah masuk dan segera duduk di salah satu kursi kosong sampai seorang pelayan cafe menghampiri pria itu dengan buku menu di tangannya.
. . .. .
. . . . .
To be continued....