NovelToon NovelToon
Between Hate And Love

Between Hate And Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.

Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gerry Keluar?

“Apaan sih, tiba-tiba datang begitu,” gumam Dira sinis, matanya melirik Levin yang baru saja masuk. Levin hanya menghela napas berat, tatapannya tertuju pada Vanya yang masih terbaring lemah. Di balik wajahnya yang tenang, jelas terlihat amarah yang terpendam.

“Besok kamu jangan ke sekolah dulu, biar Kakak yang urus masalah ini,” ujar Levin kepada Vanya dengan suara tegas namun lembut, sebelum berbalik dan keluar dari kamar tanpa menunggu jawaban.

Begitu Levin keluar, Dira mengerutkan kening. "Dia mau apa? Emang dia bisa beresin masalah ini?" batinnya penuh tanya, tak yakin dengan apa yang akan dilakukan Levin.

Di luar rumah, Levin menepi ke sudut jalan yang sepi, merogoh ponselnya, dan segera menghubungi seseorang. Suaranya terdengar tegang ketika panggilan tersambung. “Gue butuh bantuan lo banget buat selesain masalah ini. Apa pun yang lo mau, nanti gue kasih deh,” ujarnya cepat, memohon.

Suara seorang pria di seberang menjawab dengan nada heran, “Ada apa sih, Levin? Tumben lo minta bantuan gue kayak gini.”

Levin menghela napas dalam, berusaha meredakan kegelisahan yang menyelimuti hatinya. “Ini soal Vanya. Dia kena masalah yang lumayan besar, dan ini harus segera diberesin. Gawat kalo sampai ketahuan Nyokap gue. Gue tahu lo jago di bidang IT, lo kan programmer hebat. Bantuin gue, ya,” ucap Levin dengan nada putus asa, berharap pria di seberang bisa membantunya keluar dari situasi ini.

Setelah mendengarkan penjelasan panjang Levin tentang masalah yang menimpa Vanya, pria itu tertawa kecil di ujung telepon. “Vanya, adik lo yang cantik itu, ya? Yaudah, gue bantuin deh. Gue cuma butuh minimal akun media sosial dan nomor HP-nya. Gue bisa urus dari sana.”

Levin terdiam sejenak. “Aduh, gue nggak tahu detail nomor HP atau sosmed dia sekarang. Besok aja kita ketemuan, gimana? Lo udah di Jakarta, kan?” tanyanya, nada suaranya sedikit lebih tenang.

“Iya, gue udah pindah sama keluarga gue dari Bali. Rencana mau stay di Jakarta sih,” jawab pria itu santai. Levin mengangguk meski tahu pria itu tak bisa melihat. “Bagus. Oke, besok kita ketemu, ya. Jangan telat.”

Setelah percakapan itu berakhir, Levin menatap lurus ke depan, pikirannya masih dipenuhi rasa bersalah dan kekhawatiran. "Ini harus beres… apa pun caranya." Levin menutup teleponnya, bersiap menghadapi hari yang lebih berat esok.

...****************...

Pagi itu, suasana kelas sebelas D terasa berat. Kegaduhan tak biasa menyelimuti kelas, tapi kali ini bukan karena kegembiraan, melainkan kabar buruk yang menyebar cepat. Para murid terlihat gelisah, beberapa berkumpul dalam lingkaran kecil, berbisik-bisik dengan wajah muram. Dira yang baru saja masuk ke kelas kebingungan melihat atmosfer yang berbeda dari biasanya.

Dia melangkah menuju meja Dinda, berharap bisa mendapatkan penjelasan. “Ada apa kok ribut banget?” tanya Dira penasaran, tapi nada suaranya tetap hati-hati, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Dinda yang duduk dengan tangan terlipat di meja, menatap Dira tajam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sorot matanya penuh kemarahan dan kekecewaan. Sebelum Dira sempat bertanya lagi, seorang murid dari seberang kelas menjawab dengan suara pelan namun jelas, “Gerry keluar dari sekolah.”

Kata-kata itu membuat Dira terdiam. “Keluar? Maksud lo apa?” tanya Dira, suaranya meninggi karena tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

Dinda tiba-tiba berdiri, melemparkan tatapan penuh kebencian pada Dira. “Ini semua gara-gara lo, Dir! Lo egois banget sama masalah lo sendiri. Lo cuma mikirin diri lo sendiri, dan lihat sekarang, lo ngerugiin orang lain juga!” bentak Dinda, suaranya pecah karena marah.

Dira tertegun, merasa beban di dadanya semakin berat. “Gue... nggak nyangka ini bisa sejauh ini...” ujarnya pelan, masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

Tapi Dinda tak memberi kesempatan. “Capek, gue sama lo! Gue udah sering banget ngingetin lo buat nggak berurusan sama Naomi. Gue udah bilang, tapi lo selalu nganggep enteng! Dan sekarang? Lihat akibatnya! Gara-gara lo, Gerry nggak bisa balik lagi ke sekolah ini!”

Suasana di kelas semakin hening, semua mata tertuju pada Dira dan Dinda. Kemarahan Dinda semakin memuncak, dan tanpa berkata apa-apa lagi, dia mengambil tasnya dan keluar dari kelas, meninggalkan Dira yang masih tertegun di tempat.

Dira menatap kosong, dadanya terasa sesak. Dia tahu masalah ini sudah terlalu jauh, dan kini Gerry jadi korban. Perasaan bersalah menekan, membuatnya terhuyung. Dalam hati, dia hanya bisa bertanya-tanya, “Apa yang sudah gue lakukan?”

Suara ribut di kelas perlahan mereda, tapi perasaan bersalah itu terus menggerogoti Dira, menyadari bahwa apa yang terjadi pada Gerry mungkin tak bisa diperbaiki lagi.

Dira berlari keluar dari kelasnya, perasaannya campur aduk, dipenuhi oleh rasa bersalah yang mendesak di dadanya. Napasnya terengah-engah, pikirannya terus berputar, “Semua salah gue, maafin gue, Gerry…” batinnya berteriak penuh penyesalan. Dia terus berlari, menembus kerumunan murid yang sedang bersiap untuk memulai pelajaran pagi.

Ketika tiba di kelas sebelas A, Dira tak bisa lagi menahan emosinya. "Brak!" Dira menggebrak meja Naomi dengan keras, membuat seluruh kelas tersentak. Naomi yang tengah asyik mengobrol dengan teman-temannya hanya tersenyum sinis, tidak terkejut sama sekali.

“Maksud lo apa bikin Gerry keluar dari sekolah ini?!” teriak Dira, suaranya menggema di seluruh ruangan, memecah kesunyian yang baru saja muncul.

Naomi, yang tampak menikmati kemarahan Dira, hanya tersenyum lebar, menatap Dira dengan tatapan menantang. “Aduh, Dira... Ya tinggal tuntut gue aja, kayak yang lo bilang waktu itu, kan?” ujarnya dengan nada mengejek, seolah memprovokasi Dira untuk bertindak lebih jauh.

Dira menggigit bibirnya, otaknya seakan buntu. Dia kehilangan kendali, tak tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba, suara tegas Levin memecah ketegangan. “Stop sudah!” Levin masuk ke kelas dengan ekspresi serius, segera berdiri di antara mereka, melerai pertengkaran yang nyaris pecah. “Dira, mending lo keluar dari sini. Bel sudah bunyi, balik ke kelas lo,” ucap Levin dengan nada tegas, berusaha meredakan situasi.

Naomi langsung menghampiri Levin, wajahnya penuh kemenangan. “Aduh, ayang, makasih ya udah belain aku,” katanya manja sambil menggandeng tangan Levin. Tatapan Dira membeku, amarahnya membara melihat mereka bersama. Dia menggenggam erat tangannya, tapi akhirnya mengalah. Tanpa berkata sepatah kata pun, Dira berbalik dan berjalan keluar dari kelas sebelas A, meninggalkan Naomi dan Levin di belakang.

Dengan hati yang semakin kacau, Dira segera merogoh ponselnya dan mencoba menghubungi Gerry. Namun, setiap kali dia menekan tombol panggil, tidak ada jawaban. Teleponnya terus berdering tanpa hasil, membuat Dira semakin putus asa.

“Apa gue kabur aja ya? Mungkin lebih baik gue langsung ke rumah Gerry, bicara sama dia langsung,” pikir Dira, ragu di antara rasa bersalah dan keinginan untuk memperbaiki segalanya.

Namun, bayangan kelas dan pelajaran hari itu menyelinap di pikirannya. “Tapi, hari ini pelajaran Miss Morin…” Dira menghela napas panjang. “Ya udahlah, nanti aja abis pulang sekolah gue ke rumah Gerry.”

Dengan langkah berat, Dira kembali ke kelasnya, berusaha menenangkan diri, meski rasa bersalah terus menghantui setiap langkahnya.

1
and_waeyo
Semangatt nulisnya kak, jan sampai kendor❤️‍🔥
Lucky One: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!