Pernikahan kekasihnya dengan seorang Panglima membuat Letnan Abrileo Renzo merasakan sakit hati. Sakit hatinya membuatnya gelap mata hingga tanpa sengaja menjalin hubungan dengan putri Panglima yang santun dan sudah mendapat pinangan dari Letnan R. Trihara. R. Al-Ghazzi.
Disisi lain, Letnan Trihara yang begitu mencintai putri Panglima pun menjadi patah hati. Siapa sangka takdir malah mempertemukan dirinya dengan putri wakil panglima yang muncul di tengah rasa sakit hatinya yang tak terkira. Seorang gadis yang jauh dari kata santun dan kekanakan.
KONFLIK TINGGI, HINDARI jika tidak tahan dengan cerita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Sebuah rasa terpendam.
Sejenak melupakan permasalahan, Bang Hara menghampiri junior nya.
"Ono opo Ken??"
Sontak Bang Katana kaget melihat seniornya berada di rumah sakit tentara.
"Abang?? Kenapa Abang disini??" Bang Katana balik bertanya saking kagetnya.
"Adikmu nyemplung ke sungai. Kakinya sampai pinggang terkilir parah, harus di rawat sambil memantau anakku di dalam perut. Kamu sendiri ada apa?? Siapa perempuan itu??"
Bang Katana tidak bisa lagi menutup keadaan genting. Cepat atau lambat pasti Bang Hara akan mengetahui keadaannya juga.
"Dia... Diaaa........."
"Dia siapa?? Bicara yang benar, Ken..!!!" Lagi-lagi emosi Bang Hara meninggi.
"Sebenarnya dia hamil, Bang." Jawab Bang Katana.
Rasanya Bang Hara habis kesabaran, tangannya menarik lengan Bang Katana dan hendak menghajarnya.
"Bisa-bisanya kau ceroboh seperti ini. Apa kau tidak punya pikiran????? Otakmu di letakan dimana, Ken?????????" Bentak Bang Hara
"Sabaar Bang.. sabaaarr..!!!"
"Sabar.. sabar.. itu anak orang lu buntingin." Ucap geram Bang Hara.
"Nggak Bang, Ya Allah... Saya baru saja mau menghadap Abang..!!!!" Pekik Bang Katana menghadang kemarahan seniornya.
Bang Hara melonggarkan cengkeramannya kemudian menatap mata juniornya. "Ada apa?"
...
Pandangan mata Bang. Hara tertuju pada gadis yang sempat di tolong juniornya. Hela nafasnya berat tak sampai hati melihat wanita yang terbaring lemah di dalam sana.
"Lalu apa yang ingin kamu lakukan??" Tanya Bang Hara.
"Saya akan menikahi dia Bang. Saya tidak tega juga melihatnya. Mantan suaminya saja yang kurang ajar. Dia sudah resmi bercerai dan menerima dokumen cerai, tapi di saat masa Iddah nya usai, mantan suaminya malah menodai dia hingga hamil." Jawab Bang Katana.
"Abang tidak melarang tapi juga tidak mendukungmu. Kamu sudah dewasa untuk memutuskan segala hal yang menurutmu baik. Hidupmu adalah hak mu." Kata Bang Hara.
"Dan...ijin..!!" Pratu Putra menyusul Bang Hara hingga sampai ruang rawat wanita yang baru saja di tolong Danton.
"Kenapa Put???"
"Ijin.. Ibu kesakitan, Dan."
Bang Hara pun meninggalkan ruang rawat wanita itu dengan langkah cepat dan segera menemui Rintis.
:
"Wanita mana yang Abang temui?? Kenapa bisa hamil empat bulan??" Rintis sesenggukan sampai harus di bantu selang oksigen untuk bernafas.
"Jangan nangis dulu..!! Dengar kata Abang, Neng..!!!" Bang Hara sampai frustasi karena lagi-lagi harus menerima kesalah pahaman dan rasa cemburu sang istri.
"Abang nggak usah bohong, Titis sudah tau kalau Abang hamilin perempuan itu."
"Siapa yang bilang?? Biar Abang sobek mulutnya..!!!!" Bentak Bang Hara.
"Ifa yang cerita." Jawab Rintis lantang.
Seketika Pratu Putra panik dan menatap tajam ke arah Latifah.
"Allahu Akbar..!!" Bang Hara menepuk keningnya. Rasanya sungguh berat mengurai keadaan yang rumit ini. Dari posisinya ia melirik Pratu Putra dengan jengkel.
Jika saja sang istri tidak memintanya untuk satu kamar rawat dengan Latifah, pasti ia sudah memisahnya sejak tadi. Namun keputusannya untuk menyetujui permintaan sang istri adalah hal yang salah. Dengan adanya kejadian ini, Bang Hara mulai mantap untuk memisahkan duo racun yang berbahaya itu.
"Saya akan pindahkan Latifah ke kamar sebelah, semua menjadi tanggungan saya..!! Dan tolong kali ini kamu jaga betul istrimu. Saya tidak mau ribut lagi dengan istri saya."
"Ijin Danki, biar istri saya di kamar yang semestinya saja..!!" Pinta Pratu Putra.
"Kamu mau saya perang dingin lagi dengan istri?????" Sambar Bang Hara.
"Siap.. tidak berani Dan."
"Sudah, nanti biar saya yang bilang dengan perawatnya..!!"
Rintis yang malas bicara pun akhirnya tidak menggubris akan hal itu.
...
Malam hari, Rintis sudah tidur pulas. Agaknya obat dari Bang Rojak berkerja dengan baik. Bang Hara pun bisa sedikit bernafas lega.
Tak lama Bang Abri datang bersama Rena untuk menjenguk Rintis yang baru saja mengalami kecelakaan.
"Bini aman, bro?" Sapa Bang Abri.
"Alhamdulillah sudah bisa tidur, sejak tadi Rintis terus mengeluh sakit. Kakinya terkilir sampai pinggang." Jawab Bang Hara.
"Sabar, jangan di marahi terus. Di beritau saja pelan-pelan. Kadang memang bumil suka menguji kesabaran kita." Kata Bang Abri kini mulai bijak menyikapi hidup.
"Bocah ya tetap saja bocah. Mana bisa di ubah menjadi wanita dewasa." Sindir Rena dengan wajah malas dan sinis melihat Rintis.
"Diam..!!! Bicara apa kamu ini, dek."
"Memang kenyataannya, kan?? Mana ada sikap dan sifatnya menunjukan kedewasaan???? Istri seorang perwira namun tidak memberikan contoh yang baik. Dia ini lebih pantas menjadi tuna gra**ta." Ucap Rena mengejek.
Bang Hara sudah bereaksi namun sahabatnya menarik lengan Rena dengan kuat.
"Apa kau bilang?? Tuna gra**ta???? Jika ada predikat itu saat ini, maka kamu adalah orangnya. Bicaramu sudah ngawur. Kau hanya bisa melihat keburukan orang tanpa melihat keburukan mu sendiri." Gigi Bang Abri sampai bergemeretak saking geramnya. "Saya berusaha memperbaiki diri sebagai manusia, berusaha mengajakmu berjalan di jalan yang lurus namun kamu lebih memilih jalan berbatu."
Kini Bang Hara menarik lengan sahabatnya, seberapa pun besarnya amarah, ia tetap tidak tega melihat Rena menangis.
"Itulah pentingnya adab daripada pendidikan. Kau di sekolahkan tinggi untuk menjadi orang yang berguna. Apa yang membuatmu berubah jadi seperti ini???" Bang Hara sampai tak habis pikir dengan jalan pikiran Rena.
Seketika Rena menitikkan air mata. "Aku tidak bisa melupakanmu, aku masih mencintaimu. Bisakah kita seperti dulu lagi?"
"Tidak bisa. Kamu sudah memilih Abri dan saya juga sudah memiliki Rintis."
"Tidak mungkin secepat itu Abang melupakanku. Aku tau Abang sangat mencintaiku." Agaknya Rena masih belum bisa menerima kenyataan.
"Benar, tapi semua itu sudah berlalu bersama pengkhianatanmu. Kamu sendiri yang menghancurkan harapan yang sudah kita bangun. Sekarang kita punya kehidupan masing-masing. Kamu punya Abri dan saya punya Rintis."
"Sungguhkah Abang mencintai dia??? Gadis seperti ini yang Abang inginkan??" Sekali lagi Rena memastikan dalam perasaannya yang memberontak.
"Saya sangat mencintai istri saya melebihi apapun, melebihi rasa sayang saya padamu.. dulu." Jawab tegas Bang Hara.
Sesaat kemudian Bang Hara melihat ada tetes air mata di pipi Rintis. Ia pun tidak ingin Rena ataupun Bang Abri melihat kelemahan sang istri. Bang Hara pun beralih posisi agar Bang. Abri dan Rena tidak melihatnya.
"Saya mohon maaf atas kejadian ini, Har." Bang Abri segera menarik tangan Rena dan membawanya keluar dari ruang rawat Rintis.
~
"Kamu bisa membuka mata..!!"
Mau tidak mau Rintis membuka matanya. Benar saja, kedua bola mata Ibu Danki memerah membendung air mata.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba nangis?" Tanya Bang Hara.
"Maaf, titis sudah menjadi istri yang buruk." Kata Rintis terdengar begitu sedih.
"Kata siapa??"
"Mbak Rena bilang begitu, Mbak Rena juga masih mencintai Abang." Rintis memalingkan wajahnya, ia tidak ingin Bang Hara melihat tetes air matanya.
"Cemburu kau, dek???" Bang Hara mencoba mengarahkan pandang mata sang istri tapi sang istri menolaknya.
"Apa Titis harus selalu membayangkan kemesraan Abang sama Mbak Rena??????" Gerutu kesal Rintis. "Rintis nggak mau di duakan, kita pisah saja..!!"
"Kemesraan yang mana???? Siapa yang mau menduakanmu???" Bang Hara segera naik ke atas tempat tidur lalu memeluk Rintis penuh kasih. "Sejauh-jauhnya Abang dekat dengan Rena, tidak pernah sekalipun Abang melewati batas yang ada. Namun sungguh, di saat bersamamu.. semua di luar batas kesanggupanku, Abang begitu menginginkanmu. Mungkin terdengar naif tapi.. Abang jatuh cinta pada pandangan pertama." Jawab Bang Hara kemudian mengeratkan pelukannya pada sang istri. "Abang selalu berharap kamu bisa membalas cinta Abang juga."
Rintis seakan tak sanggup membalasnya, tangan Bang Hara yang mengusap perutnya dengan lembut membuat hatinya luluh berhamburan.
"Rasa itu mungkin ada tapi Titis menyadari, mungkin Titis tidak pantas untuk Kapten Trihara yang luar biasa. Titis menolak cintamu, Bang. Kini Rintis sadar dan sudah sangat sadar. Benar kata Mbak Rena, carilah wanita sepadan yang bisa mengimbangi siapa diri Abang. Titis tidak cukup baik. Kita berpisah saja ya, Bang..!!" pinta Rintis.
.
.
.
.
semoga lancar persalinan ya.. sehat ini dn baby ya.. 🤲🏼😍