Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Entah sudah berapa lama kami duduk dan berbincang, oh tidak aku hanya mendengarkan dan mereka herdua yang berbicara. Mereka sama sekali mengabaikanku bahkan tidak mengajakku berbicara, menyebalkan.
Aku merasa tenggorokanku kering. Aku mengambil gelas berisi teh hangat dan meneguknya hingga tandas. Karena rasa gondok aku bahkan merasa begitu haus.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Mas Adi dengan lembut.
Aku mendengus dalam hati. Bisa-bisa si Bucin itu bahkan tidak peka dengan aku yang sudah merasa gondok dan mulai ingin mencakar di mana pun.
"Enggak Mas."
"Tapi kamu baru aja minum segelas teh dalam sekali teguk, nggak biasanya."
"Aku haus aja Mas." Aku gondok Mas. Kalian malah seperti pasangan yang lagi kencan. Aku cuma duduk diam bak sapi ompong. Aku
membatin. Si Friska juga enggak tahu diri, sudah
tahu istri Mas Adi ada di sini, eh dia malah mengabaikan kehadiranku.
Aku ingin mencakar wajah seseorang.
"Oh ya udah, kalau masih haus ini minum punyaku," ucap Mas Adi sembari menyodorkan gelasnya.
Aku ingin pergi dari sini Mas. "Kamu udah punya pasangan?" tanya
Mas Adi.
"Aku udah nikah Di," jawah Friska. sembari mengangkat tangannya dan menunjukan jarinya yang telah dilingkari cincin. Entah kenapa, melihat wanita itu. menunjukkan cincin nikahnya hal itu membuatku bernafas lega. Setidaknya perempuan itu tidak berstatus single ataupun janda karena itu status yang agak membahayakan posisiku.
"Oh ya? Kamu nikah sama siapa?" tanya Mas Adi dengan nada kepo.
Lagi-lagi aku mendengus dalam hati. "Nikah sama anaknya teman papa,
biasalah perjodohan."
Nada bicara si Friska itu seperti tidak bahagia dan hal itu membuatku was-was.
"Ah begitu, nikahnya kapan? Kok aku nggak diundang?"
Jadi Mas Adi berharap diundang? Nggak tahu malu. Eh kenapa aku jadi emosi sih?
"Nikah di Austria. Kita nggak ngundang banyak orang." jelas Friska. Entah berapa lama mereka bicara dengan begitu asik dan mengabaikan
seorang bumil yang sudah super
gondok di sini. Namun tak lama
kemudian Friska Pamit pergi karena
suaminya sudah menjemput..
Namun sebelum pergi dia mengambil kesempatan untuk meminta nomor
ponsel Mas Adi di depanku tanpa
meminta izin padaku yang notabene adalah istri dari mantan kekasihnya.
Tidak tahu malu memang.
Kami sampai di rumah pukul 9 malam, aku tidak menikmati lagi kegiatan kami di pasar malam karena sudah
terlanjur gondok.
Mami dan Papi mungkin sudah tidur
saat kami sampai di rumah karena keadaan begitu sunyi. "Kamu marah?" tanya Mas Adi saat
kami sampai di kamar.
Aku diam tak ingin membuka suara, sebab aku masih sangat kesal.
"Fira," panggil Mas Adi dengan nada lembut.
Aku tak menggubris. Aku malah memilih pergi mengganti pakaian. Mengabaikan lelaki itu, tadi dia mengabaikan ku juga kan.
Namun saat aku baru selesal mengganti pakaian, aku langsung memekik saat merasakan tubuhku begitu saja terhempas di tempat tidur.
Mas Adi pelakunya. "Apa yang kamu lakukan Mas?" tanyaku mencoba melepaskan diri.
"Menidurimu."
Ucapan frontal itu keluar dari bibir Mas Adi membuatku langsung melotot.
"Tidak Mas. Kam gila."
Aku memberontak mencoba untuk melepaskan diri. Kemarin kami baru saja melakukan kewajiban kami sebagai pasangan suami istri. Dan
sekarang dia meminta lagi? Tidak.
Apa dia lupa kalau aku sedang
hamil? Kan tidak baik terlalu sering
berhubungan saat hamil. Namun Mas Adi menangkap tanganku dan menariknya ke atas kepala.
"Mas!"
Aku berteriak histeris saat Mas Adi mencoba menjangkau tubuhku yang memang sudah berbalut piyama.
"Lepaskan aku, Mas."
"Kalau begitu jangan marah lagi," tutur
Mas Adi.
Oh jadi Mas Adi mengancam dengan
cara seperti ini, dia benar-benar gila.
"Enggak aku tetap marah. Lepas Mas!"
Aku berteriak dan tetap bersikukuh.
"Kenapa? Kamu cemburu sama Friska
hmm?"
"Enggak, aku nggak cemburu. Lepas
Mas."
Hingga tiba-tiba pintu kamar kami
didobrak.
"Adil"
Kali ini bukan suaraku, Aku dan Mas
Adi menoleh pada pintu kamarnya
yang sudah terbuka lebar.
"Kamu sudah gila? Ini pelecehan
namanya."
Mami datang dan langsung mendorong tubuh Mas Adi dari atas tubuhku
hingga pria itu terjungkal jatuh ke
lantai.
"Nesa, kamu baik-baik saja?"
Mami membantuku bangun dan mencoba menenangkan. Sementara aku shock karena kedatangan Mami. Aku juga malu karena Mami sampai
masuk ke sini. Astaga.
"Enggak Mi, Aku enggak apa-apa,"
balasku dengan senyum canggung.
Mami juga tersenyum. Namun cuman. sesaat senyum itu terbit, setelahnya wanita itu menatap Mas yang masih
meringis kesakitan di lantai.
"Kamu keterlaluan Dil Kamu pikir apa
yang kamu lakukan ini sudah benar?
Kalau emang mau minta jatah, ya minta dengan lembut bukan malah memaksa sepert ini, kamu pikir mami nggak dengar teriakan Nesa? Kamu
lupa kalau istri kamu lagi hamil?"
Mami berucap dengan nada marah, sementara aku masih dilanda rasa
malu. Bagaimana tidak mertuaku hahkan memergoki kami dengan posisi tak etis. Semuanya karena Mas Adi.
Lelaki menyebalkan itu membuatku
gondok sekali. "Tapi Nesa istri Adi Mi," ucap Mas Adi tegas.
Lelaki itu bahkan tidak memiliki rasa malu sama sekali. "Dan kamu melakukan kekerasan pada
istrimu sendiri bodoh." "Aku tidak."
"Kamu iya Adi." Mama dan anak itu saling bersautan, aku sampai sakit telinga
mendengarnya. "Malam ini Mami tidur sama Nesa." Mas Adi melotot mendengar ucapan Mami. Aku malah senang sekali
melihat ekspresinya itu.
"Enggak ya Mi," tolak Mas Adi.
"Pokoknya kamu tidur di ruang kerja Papi. Titik! Mami nggak mau dengar
bantahan."
Aku mengulas senyum.
"Aku ngidam tidur bareng Mami Mas."
Ku dengar Mas Adi mendengus. "Alasan kamu," cibirnya.
Aku ingin tertawa terbahak-bahak
sekarang.