Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 30
Abyan tak melepaskan Lavina barang sejengkal pun dari pantauannya. Ke mana pun Lavina melangkah, maka Abyan akan membuntutinya. Hal itu jelas membuat Lavina menghela napas panjang.
“Aku gak bakal ke mana-mana, Mas. Jadi, duduk di kasur dan jangan ikutin aku ke kamar mandi,” tegas Lavina dengan mata yang melotot.
Abyan sontak saja memundurkan langkahnya dan menurut bagaikan anak kecil yang takut akan ibunya. Menunggu Lavina sabar sampai selesai dengan urusannya.
“Mas kenapa?” Lavina duduk di samping sang suami yang berada di tempat yang sama seperti sebelum dia ke kamar mandi tadi.
Bukannya menjawab pria itu malah menampilkan raut khawatir yang ditunjukkan pada sang istri. “Kamu baik-baik saja, kan? Jujur sama mas, ya, kalau kiranya ada hal yang bikin kamu gak nyaman,” katanya serius.
“Pasti mas khawatir sama pertemuan tadi, ya? Padahal aku gak apa-apa. Eh! Gak deh, aku sedikit cemburu tadi pas dia manggil kamu abang,” paparnya dengan memberikan gestur jari telunjuk dan jempolnya yang seperti ingin mencubit.
Abyan menghela napasnya dan tanpa aba-aba menarik tubuh yang lebih muda untuk dia peluk. “Maaf udah bikin kamu berada di situasi yang seperti sekarang. Tapi semuanya udah selesai sekarang, kan? Terima kasih sudah bantu mas menyelesaikan belenggu masa lalu itu, ya. Mas sayang sekali ke kamu.”
Lavina mengangguk pelan, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang suami. Perasaannya menghangat dan penuh haru, sebab suaminya kembali pulang padanya setelah sebelumnya takut akan suaminya memilih sang mantan.
Kali ini, dia akan egois demi mempertahankan rumah tangganya. Dia akan mencintai suaminya sama besarnya seperti yang dia terima dari sosok sang suami.
“Udah cukup, ya, Sayang. Kali ini kita mulai semuanya dari awal, ya.” Abyan memberikan kecupan halus di puncak kepala sang istri dan Lavina mengangguk menyetujui. “Bagaimana kalau agenda kita besok ke rumah sakit buat liat baby? Kamu mau?”
“Mau, Mas. Ayo kita liat Baby!”
****
Lavina tiada hentinya menatap gambar hasil usg yang menampilkan buah hatinya. Meski masih belum bisa mengetahui jenis kelamin sang anak, baik dia maupun Abyan sama-sama bersyukur dan bahagia anak mereka tumbuh dengan sehat di dalam sana.
“Mas pengen Baby-nya cewek apa cowok?” Lavina menoleh ke samping, di mana suaminya berada yang tengah mengemudikan mobilnya.
“Mas apa saja bebas. Gak terlalu mengharuskan cowok atau cewek. Mas cuma pengen Baby dan ibunya sehat-sehat terus. Karena kalian berdua harta paling berharga buat mas saat ini,” jawab Abyan sesekali melirik ke istrinya.
Mendengar hal itu Lavina mengangguk dengan senyuman yang semakin mengembang.
“Mas bener. Tapi kalau aku pengen baby-nya cowok apa tidak masalah?” tanya ibu hamil itu lagi harap-harap cemas.
“Tidak masalah, Lav. Keinginan seperti itu manusiawi. Hanya saja kalau misalnya nanti tidak sesuai keinginan. Jangan sampai kecewa, apalagi sampai kurang memberikan kasih sayang. Jangan sampai seperti itu, ya, Sayang.” Abyan memberikan wejangan dengan lembut, agar sang istri tidak tersinggung.
“Iya, Mas. Kalaupun nanti yang keluar cewek gak masalah, kok. Tapi, kamu jangan sampai terlalu fokus sama baby-nya nanti.”
Perkataan Lavina berhasil menimbulkan tanda tanya besar di kepala Abyan. Beruntung mereka tiba di halaman rumah Farhan, karena akhir pekan ini mereka akan menginap di sana. Abyan pun menatap Lavina dengan leluasa.
“Kalau mas boleh tahu, kenapa kamu bisa berpikiran mas bakalan lebih fokus ke baby-nya kalau yang keluar nanti baby cewek?” tanya Abyan tanpa mengurangi kelembutannya. Masih senantiasa sabar menghadapi segala bentuk hormon ibu hamil itu.
Lavina tak langsung menjawab. Wanita itu memikirkan kata yang akan dia susun dengan baik. Lalu, setelahnya dia menoleh, membalas tatapan teduh suaminya.
“Kalau baby-nya cewek pasti cantik, lebih cantik dari aku soalnya ayahnya ganteng. Terus ... nanti mas akan lebih suka sama baby-nya, dan aku dilupain karena udah gak cantik lagi. Belum lagi tubuhku mulai melar sekarang,” tutur Lavina makin lama makin memelan.
Kini Abyan paham. Istrinya sedang masuk ke dalam fase krisis percaya diri dan sebagai suami dia harus bisa lebih bersabar untuk memberikan dukungan agar nantinya Lavina tidak merasa insecure berlebihan atau terkena baby blues saat melahirkan nanti.
“Kamu tetap cantik, Sayang. Mau nanti kamu hamil lagi dan anaknya cewek lagi. Menurut mas kamu yang paling cantik. Kamu tetap jadi prioritas kedua buat mas, dan baru setelahnya baby,” ujar Abyan memberikan ketenangan.
Namun, bukannya tenang justru ibu hamil itu makin merengut. “Kok prioritas kedua? Yang pertama siapa?” sungutnya dengan mata yang memicing curiga.
“Ya mas sendiri, Sayang. Mas perlu prioritasin mas dulu supaya mas bisa kasih kamu kebahagiaan sepenuhnya, menjaga kamu seutuhnya, memberikan cinta sebesar-besarnya. Kalau mas lalai sama diri mas sendiri, bagaimana bisa mas ngasih hal itu semua ke kamu nantinya,” tutur Abyan dengan memberikan usapan pelan di tangan sang istri.
Tanpa banyak berkata lagi, Lavina merengek dan memeluk suaminya. Tak menyangka bahwa suaminya itu akan sebegitu bijak dalam memberikan pengertian padanya. “
“Mas punyaku pokoknya! Gak boleh diambil sama yang lain,” ucap Lavina tegas yang dihadiahi kelehan geli oleh Abyan.
***
Arumi berdecak saat mengetahui anaknya itu sudah mengambil tindakan tanpa berpikir panjang. Jika bukan karena bertemu dengan Aidan secara tidak sengaja kemarin. Mungkin dia tidak akan tahu akan kelakuan Lavina yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
“Semuanya udah selesai, kok, Ma. Jadi, mama gak perlu khawatir,” lontar Lavina dengan cengiran tak bersalahnya.
“Ya tetep aja kamu itu gak mikir panjang. Bagaimana kalau misalkan Abyan malah ninggalin kamu? Mana kamu sendirian gak ada yang nganter,” omel Arumi gemas sendiri ke putri semata wayangnya itu.
Lavina semakin terkekeh geli. “Mas Aby itu udah bucin ke aku. Jadi gak bakalan ninggalin aku gitu aja. Makanya aku bisa nekat buat mempertemukan mereka,” paparnya sangat percaya diri.
Mendengar hal itu, Arumi mendengkus. Akan tetapi, tak urung juga dia penasaran. “Terus ... gimana pertemuannya kemaren? Mama kepo, Dek.”
“Hadeh ... ujung-ujungnya pengen tahu juga.” Lavina merotasikan kedua bola matanya malas. Kemudian, dia kembali teringat akan pertemuan yang dia rencanakan kemarin. Yang pada awalnya sempat membuat dia cemburu.
*
*
Gimana nih?
Penasaran sama obrolan Abyan sama sang mantan gak?
Ayo cung tangan kalau mau! ☝️