Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Menghela nafas perlahan.
Bang Ratanca bersandar di kursi sofa sembari mengurut keningnya. Dinar pun langsung memeluk suaminya yang sedari tadi tidak banyak bicara namun penuh dengan banyaknya beban pikiran.
"Apa yang Abang takutkan?? Jika memang cinta itu hanya untuk Dinar, tidak perlu seresah ini..!!" Kata Dinar.
"Abang bukan takut akan kehilangan rasa cinta. Abang pastikan seluruh cinta di hati ini hanya milikmu saja, tapi menempatkan Airin dan kamu dalam satu rumah tidak akan mungkin, dek..!! Kamu akan tersakiti karena Airin. Airin mengalami trauma dan gangguan mental karena kejadian ini, yang dia ingat.. Abang adalah suaminya yang tengah bekerja dan tidak bisa segera pulang. Kau tau apa resikonya jika suami istri bertemu?????" Ucap Bang Ratanca menjabarkan keadaan yang akan di Dinar alami jika mereka hidup dalam rumah yang sama.
"Dinar hanya ingin tau, kenapa Abang menikahi wanita tersebut jika harus terjadi seperti ini?" Tanya Dinar.
Bang Ratanca memejamkan matanya dan membelai rambut sang istri. Perasaannya kembali tak karuan.
"Saat itu keluarga dan juga sudah banyak orang tau bahwa Airin adalah kekasih Abang. Tuduhan itu mengarah pada Abang. Anak buah Pak Buaran mencari Abang. Saat mereka tidak bisa menemukan Abang, mereka mengancam akan membunuh Bunda." Bang Ratanca menarik nafas panjang, ia berusaha kuat untuk mengingat masa lalunya.
Dinar mengusap dada Bang Ratanca yang semakin bergemuruh. Degub jantungnya tak terkendali.
"Abang datang ke rumah, pisau itu sudah berada di leher bunda dan menggoresnya. Mereka pun memaksa Abang menikahi Airin di saat Abang masih harus menghadapi ujian akhir."
"Abang menikahi Mbak Airin karena terpaksa atau karena Abang cinta?? Bukankan memang Mbak Airin memang kekasih Abang." Dinar belum sepenuhnya memahami alasan pernikahan itu bisa terjadi.
"Sebenarnya jika kehamilan Airin adalah murni perkosaan. Lillahi ta'ala Abang ikhlas melanjutkan hubungan dengan serius dan akan mengurus Nawang dengan benar seperti anak kandung Abang sendiri tapi masalahnya.. Airin terbujuk rayuan Langkit dan bersedia menyerahkan kehormatannya. Kau tau bagaimana sakitnya hati Abang??? Abang yang begitu mati-matian menjaga Airin, menahan tingginya hasrat yang tidak terbendung, tapi malah Airin melakukannya dengan Langkit." Jawab Bang Ratanca.
"Apa Bang Langkit tau??"
Bang Ratanca menarik nafasnya dengan berat. "Dia selalu mencari alasan untuk menghindar dan di setiap harinya Abang melihat tangis sesal Airin."
Flashback Bang Ratanca on..
"Aku mau berangkat kerja..!!"
"Tolong maafkan aku, Ran..!! Seumur hidup, aku tidak akan menuntut apapun darimu asal jangan ceraikan aku demi anak ini." Kata Airin malam itu, tepat seminggu setelah pernikahan mereka.
Airin bersimpuh di kaki Bang Ratanca karena telah mengkhianatinya. Tangisnya pecah menganak sungai.
"Aku masih tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Hanya karena ucap busuk laki-laki, kau bisa terhanyut dan melakukannya. Apakah sebegitu nyamannya rasa 'laki-laki' hingga kau tidak bisa menahan diri?????? Sekarang dia tidak peduli padamu dan meyakinkan hatinya yang buta kalau kau sering melakukannya denganku." Bentak Bang Ratanca.
"Aku minta maaf. Aku salah..!!"
"Sudahlah, kau istirahat saja. Makan yang banyak. Aku harus kerja, kau tau bagaimana Papamu. Kalau kau sampai mati kelaparan.. seluruh keluargaku akan menjadi taruhannya." Bang Ratanca pun segera pergi meninggalkan Airin yang masih menangis di ruang tamu.
Mbah Kung dan Mbah putri segera membantu Airin untuk berdiri.
\=\=\=
Airin menangis setiap hari. Hormon kehamilan membuatnya haus akan belaian sayang namun Bang Ratanca seakan tidak peduli dan tidak ingin tau lagi segala tentangnya.
Saat Bang Ratanca akan berangkat bekerja, Airin menghadang langkahnya.
"Apakah cinta untukku benar-benar sudah hilang?? Tidak adakah sedikit pun maafmu untukku??" Tanya Airin, wajahnya sembab karena terlalu banyak menangis.
"Saya tidak akan memaksa orang yang tidak ingin berjuang untuk berkomitmen dalam sebuah hubungan. Kelalaian sama dengan tamat." Jawab Bang Ratanca tanpa melihat ke arah Airin sedikit pun.
"Aku sudah bertobat, aku minta maaf. Manusia tidak ada yang sempurna kan, Ran??"
"Benar. Saya pun tidak sempurna dan saya hanya manusia biasa. Jika kamu melihat saya melakukannya dengan wanita lain hingga sampai terjadi seperti ini, apa yang akan kau lakukan???" Bang Ratanca balik memastikan perasaan Airin.
Airin menunduk dan tidak bisa menjawabnya. Tidak ada yang salah dari jawaban Bang Ratanca.
Flashback Bang Ratanca off..
"Langkit tau, tapi tidak pernah mau tau. Hingga akhirnya Nawang terlahir ke dunia. Abang kembali menghajarnya habis-habisan namun yang lebih menyakitkan, dia hanya ingin menutup permasalahan ini dengan membiayai Nawang sejumlah satu juta per bulan."
"Itu banyak kan, Bang." Kata Dinar yang belum sepenuhnya memahami arti kerasnya dunia padahal selama ini dirinya menyokong kehidupan Airin dan dan Nawang sebanyak tiga juta rupiah per bulan.
"Abang membiayai mereka juga?" Tanya Nadia dengan lugunya.
Bang Ratanca tersenyum tipis namun terasa pahit mendengarnya.
"Seiklasnya saja. Kau pahami status Abang, kan?" Jawab Bang Ratanca sembari membelai rambut Dinar. "Yang jelas dan yang pasti, untukmu Abang usahakan yang terbaik. Adil atau tidak, jahat atau baik.. biar Abang yang menanggungnya dengan Tuhan. Kamu cukup jadilah istri dan ibu yang baik, itulah kunci surgamu meskipun saat ini Abang belum menjadi imam yang sempurna untukmu."
.
.
.
.