Riana, seorang pecinta drama, terkejut saat terbangun di tubuh Zahra, karakter utama dalam drama favoritnya yang terbunuh oleh suami dan selingkuhannya. Dengan pengetahuan tentang alur cerita, Riana bertekad mengubah nasib tragis Zahra.
Namun, Hal yang dia tidak ketahui bahwa setelah dia terlempar ke Tubuh Zahra alur cerita yang dramatis berubah menjadi menegangkan. Ini lebih dari perselingkuhan, Ini adalah petualangan besar untuk menyelamatkan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Langkah-langkah tim Divisi Keseimbangan Realitas bergema di lorong-lorong sepi menuju Arsip Terlarang. Riana memimpin di depan, diikuti oleh Adrian, Kayla, dan Reyhan. Pengawas berjalan paling belakang, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang jarang terlihat.
"Apa sebenarnya Arsip Terlarang itu, Pengawas?" tanya Riana, memecah keheningan.
Pengawas menghela nafas. "Arsip Terlarang adalah gudang pengetahuan dan teknologi paling berbahaya yang pernah ditemukan Penjaga Realitas. Di dalamnya terdapat artefak dan informasi yang bisa menghancurkan—atau menyelamatkan—seluruh multiverse."
Mereka tiba di depan sebuah pintu besar dari logam hitam yang tampak menyerap cahaya di sekitarnya. Tidak ada gagang atau panel kontrol yang terlihat.
"Bagaimana cara kita masuk?" tanya Adrian, mengamati pintu itu dengan seksama.
Pengawas melangkah maju. "Hanya Nexus yang bisa membukanya." Ia menoleh pada Riana. "Letakkan tanganmu di pintu dan fokuskan energimu."
Riana mengangguk, menelan ludahnya gugup sebelum meletakkan telapak tangannya di permukaan pintu yang dingin. Ia memejamkan mata, memusatkan energi Prisma yang mengalir dalam dirinya. Perlahan, garis-garis keemasan mulai muncul di permukaan pintu, membentuk pola rumit sebelum akhirnya pintu terbuka dengan suara desisan pelan.
Ruangan di balik pintu itu luas dan remang-remang. Rak-rak tinggi berisi buku-buku kuno dan artefak aneh memenuhi setiap sudut. Di tengah ruangan, sebuah pedestal kristal menjulang, memancarkan cahaya lembut.
"Apa itu?" tanya Kayla, menunjuk ke arah pedestal.
"Itu adalah Kronik Realitas," jawab Pengawas. "Sebuah artefak yang merekam sejarah dan masa depan seluruh multiverse. Dan di dalamnya... terdapat petunjuk untuk mengakses Nexus Primer."
Tim mendekati pedestal dengan hati-hati. Riana mengulurkan tangannya, hampir menyentuh permukaan kristal ketika tiba-tiba seluruh ruangan berguncang hebat.
"Apa yang terjadi?" seru Reyhan, berusaha menjaga keseimbangan.
Alarm berbunyi nyaring, dan suara AI markas menggema. "Peringatan! Deteksi intrusi masif. Entitas Void terdeteksi di berbagai sektor markas."
Wajah Pengawas memucat. "Tidak mungkin. Bagaimana mereka bisa menembus pertahanan kita?"
Adrian cepat mengakses terminal terdekat. "Mereka... mereka datang dari mana-mana! Sepertinya efek domino dari perbaikan anomali di Andromeda telah membuka celah-celah dimensional yang memungkinkan mereka menyusup."
"Kita harus segera bertindak," ujar Riana tegas. "Pengawas, bagaimana cara menggunakan Kronik Realitas?"
"Kau harus menyatukan kesadaranmu dengannya," jawab Pengawas. "Tapi prosesnya bisa memakan waktu, dan dalam kondisi seperti ini..."
Suara ledakan terdengar dari kejauhan, diikuti suara pertempuran.
"Kalau begitu, kita akan melindungi Riana selama dia melakukannya," putus Kayla. "Adrian, Reyhan, kita harus membentuk pertahanan di sini."
Riana mengangguk pada teman-temannya sebelum berpaling pada Pengawas. "Aku siap."
"Baiklah," ujar Pengawas. "Letakkan kedua tanganmu di permukaan kristal dan buka pikiranmu. Tapi ingat, informasi yang kau terima bisa sangat membebani. Tetap fokus pada tujuanmu."
Riana menarik nafas dalam-dalam sebelum meletakkan tangannya di permukaan Kronik Realitas. Seketika, ia merasakan gelombang informasi membanjiri kesadarannya. Sejarah multiverse, masa depan yang mungkin terjadi, rahasia-rahasia realitas—semuanya mengalir deras dalam pikirannya.
Sementara itu, Adrian, Kayla, dan Reyhan bersiap di posisi masing-masing. Pengawas mengaktifkan sistem pertahanan tambahan di sekitar ruangan.
Tak lama kemudian, suara pertempuran semakin mendekat. Pintu Arsip Terlarang bergetar hebat saat entitas-entitas Void berusaha menembusnya.
"Bertahanlah, Riana," bisik Kayla, matanya terfokus pada pintu yang mulai retak.
Di dalam benaknya, Riana berjuang mengendalikan arus informasi yang diterimanya. Ia melihat sekilas-sekilas gambaran Nexus Primer—sebuah titik putih terang di tengah kekosongan absolut. Tapi bagaimana cara mencapainya?
Pintu akhirnya jebol. Entitas-entitas Void menyerbu masuk, bentuk mereka seperti bayangan yang solid. Adrian dan Kayla langsung menyerang, sementara Reyhan berusaha mempertahankan perisai energi di sekeliling Riana.
Pertempuran sengit terjadi di Arsip Terlarang. Adrian dan Kayla bergerak lincah, menggunakan kombinasi serangan fisik dan energi Prisma untuk melumpuhkan para penyusup. Reyhan berjuang mempertahankan perisainya, keringat membasahi dahinya karena tekanan energi yang luar biasa.
Di tengah kekacauan itu, Riana tetap terfokus. Perlahan tapi pasti, ia mulai memahami cara mengakses Nexus Primer. Namun, apa yang ia temukan membuatnya terkejut.
"Aku menemukannya!" seru Riana tiba-tiba, membuka matanya. "Tapi... ini tidak seperti yang kita bayangkan."
"Apa maksudmu?" tanya Pengawas, menghindari serangan sebuah entitas Void.
Riana memandang teman-temannya yang masih bertarung. "Nexus Primer... bukan sebuah tempat. Ia ada dalam diri kita semua. Kunci untuk mengaksesnya adalah... kesatuan."
Tepat saat Riana mengucapkan kata-kata itu, sebuah ledakan energi keemasan terpancar dari tubuhnya, menyapu seluruh ruangan. Entitas-entitas Void lenyap seketika, dan seluruh markas diselimuti cahaya hangat yang menenangkan.
Tim berkumpul di sekeliling Riana, takjub dengan apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adrian, masih waspada.
Riana tersenyum, sebuah pemahaman baru terpancar di matanya. "Kita baru saja mengaktifkan kekuatan Nexus Primer... bersama-sama. Dan ini baru permulaan. Kita punya banyak pekerjaan untuk menyelamatkan multiverse."