Kiss Me

“Hadiah apa Rey?” Tanya Arsen bingung, kenapa Arsen juga harus memberi hadiah pada adiknya itu.

“Hadiah karena aku sudah membawa orang yang kakak minta, mereka orang-orang yang menyuk— mpp…” ucapannya menghilang begitu saja saat mukutnya di bekap oleh telapak tangan Arsen.

Kakaknya itu langsung merangkul Rey dan masih menutup mulut adiknya yang sedang meronta itu, Arsen takut jika Anya mendengar ucapan Reyno karena dia sudah menyuruh Rey untuk menjauhkan pria yang berani mendekati istrinya.

“Kak Arsen udah pulang.” Panggil Anya saat melihat suaminya ada di depan kamar Rey, Anya baru datang bersama seorang pria.

Arsen tak menjawab, dia langsung berjalan meninggalkan tempat itu sambil menarik adiknya.

“Kak, sakit. Kenapa Kakak nutup mulutku?” Tanya Rey kesal, dia akhirnya ikut berjalan bersam dengan kakaknya menuju ruang kerja Arsen.

“Sudah ku bilang buat pria itu menjauh, kenapa dia masih nempel sama Anya?” Tanya Arsen kesal karena buktinya pria tadi pagi datang ke rumah ini bersama Anya.

Bagaimana dia tidak kesal, Arsen bahkan sampai enggan menjawab pertanyaan istrinya itu.

“Lah Kakak kan bilang kalau kakak mau buat perhitungan sama mereka.” Jawab Rey santai sambil masuk ke dalam ruang kerja Arsen, pria itu langsung duduk di atas sofa dengan santai.

Arsen menatap kesal ke arah adiknya. “Mereka?” Tanya Arsen dengan kening mengernyit.

“Iya, mereka orang-orang yang menyukai Anya. Total ada 8 orang yang aku bawa, Kakak udah janji mau kasih 10jt, jd Kakak bayar 80jt totalnya.” Ucap Reyno dengan mudahnya.

Seketika Arsen mengurut pangkal hidungnya yang tiba-tiba terasa sakit.

Tadi pagi Arsen memang langsung menghubungi Reyno untuk menjauhkan Anya dari para pria hidung belang, tapi Arsen tidak menyangka jika Reyno akan membawanya ke rumah.

“Tapi kenapa kamu bawa mereka ke rumah? Pria itu malah makin nempel pada Anya.” Keluh Arsen.

“Buat jadi bukti kalau mereka bener-benar menyukai Anya, kalau udah Kakak bayar nanti aku singkirkan mereka. Itu hanya sebagian kecilnya saja, aku rasa masih banyak pria yang menyukai Anya.” Jawab Rey dengan percaya diri membanggakan sahabatnya itu.

“Kamu tidak sedang berbohong padaku kan? Atau kamu sedang membodohiku?” Tanya Arsen dengan tatapan menyelidik.

“What? Kalau kakak tidak percaya liat mereka. Pria-pria itu selalu menatap Anya dengan tatapan memuja, mereka dengan suka rela membantu setiap tugas kampus Anya, bahkan mengajarkan istrimu kalau dia tidak mengerti dengan pelajarannya. Aku juga akan kirim bukti Chat dari mereka, jika mereka menjadikanku jembatan buat mendekati Anya. Terserah padamu percaya atau tidak—“

“Oke-oke kalau begitu keluar sekarang, aku tidak mau lagi mendengar omelanmu!” Titah Arsen buru-buru sebelum ia mendengar lebih jauh lagi.

Rey pun beranjak dari duduknya lalu berjalan ke arah pintu. “Kalau begitu di tunggu transferannya, agar aku bisa cepat menyingkirkan mereka. Oh ya satu lagi, di ponsel istrimu pasti banyak pria yang menghubunginya.” Ujar Rey dengan sengaja ingin membuat Kakaknya kesal, seketika Arsen melempar jasnya ke arah Reyno.

Reyno tertawa lalu menutup pintunya. “Bukannya membantu malah buat kepalaku makin pusing.”

Kening Arsen kembali mengernyit saat mendengar pintu ruangan itu terbuka. “Sudah ku bilang keluar!” Sentak Arsen.

Seketika langkah Anya terhenti. “Aku gak boleh masuk?” Tanyanya dengan raut wajah sedih.

Arsen menoleh lalu menghela nafasnya kasar. “Masuklah.” Jawabnya, dia segera duduk di sofa dan menatap Anya yang berjalan masuk ke dalam.

“Kak Arsen marah padaku?” Tanya Anya dengan bibir mengerucut, dia duduk di samping Arsen dengan wajah penasarannya. “Kak Arsen cemburu?”

“Tidak.” Jawab Arsen cepat dan singkat.

Seketika Anya merasa kecewa, ia kira suaminya itu akan cemburu. Padahal setaunya pria pecemburu itu adalah pria yang benar-benar mencintai istrinya.

“Kalau begitu aku akan kembali belajar lagi.” Ucap Anya hendak berdiri, namun dengam segera Arsen menatik pergelangan Anya hingga duduk di atas pangkuannya.

Anya terkejut sambil menatap suaminya dengan hati yang berdebar, sungguh kenapa wajah suaminya itu sangat terlihat tampan pikirnya.

“Mulai sekarang kalau ada pelajaran yang kamu gak bisa tanyakan padaku, jangan pada orang lain.” Pinta Arsen.

Kedua alis Anya terangkat, kalau Arsen mengajari dirinya Anya tidak mau terlihat bodoh di mata suaminya. “Tidak usah, banyak teman yang bisa membantuku.” Ucap Anya jujur.

Seketika Anya mendapat jitakan dari suaminya, wanita bertubuh mungki itu meringis kesakitan sambil menatap suaminya dengan bibir mengerucut.

Arsen mencapit bibir Anya dengan jemarinya, dia menatap wajah istrinya yang entah mengapa akhir-akhir ini terlihat sangat cantik di mata Arsen.

“Malam ini aku akan siapin makan malam khusus untuk mu.” Ucap Anya dengan bangganya, dia bahkan tersenyum karena cita-citanya sejak dulu akan terwujud kalau Anya selalu membayangkan jika dirinya bisa memasak untuk suaminya.

“Baiklah, aku menantikannya.” Jawab Arsen, Anya hendak bangkit dari pangkuan Arsen namun pria itu masih menahan pinggangnya agar tidak beranjak.

“Ada apa lagi?” Tanya Anya smabil mengulum senyum, ia berharap suaminya itu akan mencium bibirnya.

Namun senyuman itu hilang saat Arsne mengambil ponsel di tanganya. “Aku pinjem ponselmu dulu.” Ucap Arsen, Anya mengangguk dengan wajah sedihnya.

Arsen tersenyum lalu menarik tengkuk leher Anya dan menempelkan bibirnya di bibir Anya. Seketika Anya membelalak dengan hati yang bahagia, karena rupanya suaminya itu mencium bibirnya. Lumatan lembut menyapu bibir kenal Anya, lidah suaminya bahkan sudah lebih dulu menerobos dan bermain-main di dalam sana.

Seperti biasa, tubuhnya mulai bereaksi ketika Arsen memainkan lidahnya dengan tangan yang sudah mengusap-usap kulit punggungnya.

Bagian menyenangkan untuk Anya ketika pria itu menarik dna menghisap kuat bibir bawah dan atasnya secara bersamaan, karena sekujur tubuhnya selalu bereaksi berlebihan dengan sensasi aneh yang mincul tiba-tiba, hal itu membuat Anya ingin melakukan lebih.

“Semangat masaknya yah, sampai bertemu di meja makan.” Ucap Arsen sambil mengelus rambut Anya, wanita dengan mata sayu itu hanya bisa pasrah mengangguk laku berdiri meninggalkan tempat itu dnegan perasaan kecewa karena Arsen menyudahi ciuman mereka.

“Nanti kita lanjut malam.” Ucap Araen sebelum Anya keluar dari ruangan itu, Arsen bergegas melihat isi ponsel istrinya setelah menita itu keluar dari ruangan kerjannya.

Bukan tidak percaya peda Reyno, atau tidak percaya dengan kecantikan sang istri. Melainkan hatinya merasa dongkol dan panas secara bersamaan ingin segera melihat bajingan mana yang berani menghubungi istrinya.

Dan benar saja, detik itu juga Arsen ingin membanting ponsel Anya. Namun di urungkannya karena Arsen belum melihat keseluruhan pesan masuk untuk Anya.

To be continued…