Gloomy Wedding

Setelah acara selesai, Caspar langsung mengantarkan Bella kembali pulang. Setelah berpamitan pada kedua orang Tua Caspar, Akhirnya Caspar pun mengantarkan Bella pulang.

Selama perjalanan, mereka hanya mengobrol kan hal - hal ringan. Caspar Tak berani mengatakan apapun soal perasaan setelah mendengar cerita dari Bella. Hingga akhirnya mereka sampai di kediaman Bella.

"Di jam seperti ini Brian dan Bram pasti sudah tidur. " Ucap Caspar yang ingin bertemu dengan kedua putra Bella sebelum kembali.

"Iyah, mereka sudah tidur karena ini juga sudah sangat Larut. "

"Ya sudah kalau begitu, ucapkan Salam ku pada Tante dan juga kedua B. "

Bella tersenyum lalu mengangguk. Caspar kembali memutar balikkan mobil miliknya untuk kembali setelah mengucapkan selamat malam. Bella pun langsung masuk ke dalam rumahnya yang tanpa di duga ternyata Mama Rea sudah menunggunya sedari dia keluar dari dalam Mobil Caspar di depan pintu.

Hal itu tentu membuat Bella kaget hingga berteriak kecil. "Ma! Sejak kapan Mama Di sana?! " Tanyanya.

"Baru saja. Bagaimana? Apa PDKT nya lancar? Eh! Apa pernikahan nya lancar? " Balas Mama Rea balik bertanya.

"Lancar. Semua aman - aman saja. Begitu pun dengan kue - kuenya. " Jawab Bella.

"Apa dia mengatakan sesuatu? "

Bella berhenti. Membuat Mama Rea mengangkat salah satu alisnya. Lalu tersenyum lebar.

"Apa dia mengatakan sesuatu? Tentang perasaan mungkin?! " Tanya Mama Rea mendekati putrinya.

Wanita itu menghela nafas. Dia berjalan mendekati Sofa dan duduk di sana. Mama Rea mendekati dan kembali bertanya.

"Ma, dia memang menyukai Bella. "

"Kan! Apa Mama bilang! Lalu bagaimana?! Apa kau menerimanya?! " Kedua mata Mama Rea terlihat berbinar.

"Tidak. "

"Kenapa?! Padahal itu kesempatan bagus, Bel! Dia pria baik, kenapa kau tidak menerimanya? "

"Ma, aku mengatakan semuanya pada Caspar Dan juga tentang status ku yang masih menjadi istri orang lain. Aku masih trauma dengan semua hal yang aku alami dan aku masih belum bisa melupakan semuanya. Aku takut aku hanya akan membuatnya sakit hati dan kecewa jika aku menerimanya. "

"Aku tidak bisa melukai hati pria tak bersalah dan tak tau apa - apa seperti Caspar. Aku tau dia baik padaku, tapi aku tidak mau menjadi penjahat di dalam hidupnya. Aku masih belum siap membina hubungan dengan siapapun lagi sekarang. Semua itu.. Masih terbayang - bayang di ingatan ku. "

Bella menggigit bibir bawahnya kuat. Bayangan Saat Barra menyiksa pisik dan Batinnya masih terngiang - ngiang dengan jelas di dalam benaknya. Dan sialnya sangat sulit untuk di hapus.

Melihat itu, Mama Rea menatap wajah Putrinya dengan sendu. "Maafkan Mama jika Mama terkesan memaksamu. Mama Hanya ingin kau cepat - cepat melupakan semua kenangan buruk dan tak mengenakan itu. Dengan menghadirkan seseorang yang mungkin bisa membantu mu melupakan rasa sakit mu dulu. "

"Aku tau Mama selalu melakukan yang terbaik untuk Bella. Tapi sepertinya, saat ini Bella Belum bisa. Caspar juga sudah mengerti akan hal itu. " Bella tersenyum menatap wajah Mama Rea.

"Tapi sayang, bagaimana caranya agar kau bisa bercerai dengan pria itu? "

"Aku juga bingung, Ma. Tidak usah pikirkan itu dulu, karena dia sudah jauh dariku. Jika ada kesempatan maka aku akan menceraikannya. Mungkin saat kedua B sudah cukup dewasa untuk mengerti dengan keadaan ku. "

"Ya sudah kalau begitu, sana istirahat dulu. Apa kau sudah makan? Jika belum, Mama akan memasakkan mu makanan. "

"Tidak perlu, Ma. Aku akan langsung Istirahat saja setelah mandi dan bertemu dengan kedua B. "

"Baiklah, ayo cepat mandi. "

Bella mengangguk dan bangkit dari duduknya. Mama Rea menatap sendu punggung putrinya lalu kembali menghela nafas.

Bella, maafkan Mama. Memang mungkin Mama Keterlaluan tentang hal ini, tapi Mama hanya ingin yang terbaik untukmu. Semua ini salah Mama, jika saja dulu Mama tidak meminta pernikahan, mungkin akan lebih baik kau masuk penjara. Kau tidak perlu mendapatkan penyiksaan batin yang begitu mengerikan. "

Setelah cukup lama mereka bebas dan memulai hidup baru yang lebih bahagia, Rea masih menyalahkan dirinya dengan semua yang terjadi pada Bella dahulu. Dia terlalu terburu - buru hingga membuat keputusan yang salah dan berakibat fatal untuk kehidupan putrinya.

Rea mengusap air mata yang tiba - tiba lolos dari pelupuk matanya. Lalu menyekanya secara perlahan.

Matthew, ini lah benih yang kau taman dahulu untukku dan juga anakku. Aku tak akan pernah memaafkan mu dan juga Putrimu itu! "

***

Beberapa bulan kemudian..

Brak!

"Katakan semuanya sekarang! " Barra mencekik pria di hadapannya dengan kuat. Membuat sang pria kesulitan untuk bernafas.

"Apa hubungan mu dengan Jovita?! Bicara sialan! " Sarkas Barra semakin mencekik kuat leher sang pria.

"Aku.. Aku akan bicara! "

Setelah cukup lama mencari keberadaan Pria yang waktu itu membantu Jovita untuk metransfusikan darah untuknya, akhirnya Liam berhasil menemukannya dan langsung menyeretnya menemui Barra. Sesuai dengan semua ciri - ciri yang pernah Suster itu sebutkan.

Mendengar itu, Barra melepaskan Cekikkannya. "Bicara! "

"Sebenarnya aku dan dia tidak ada hubungan apapun, tapi karena dia pernah menjadi teman ku di atas ranjang aku mau saja membantunya. "

Teman di atas ranjang...

Teman di atas ranjang...

Kata - kata itu tiba - tiba saja terngiang - ngiang di telinga Barra. Pria itu semakin menatap menyala wajah pria di hadapannya.

"Apa maksud mu sialan?! " Rahang pria itu semakin mengeras kuat.

"Dia Jovita. Kau bukanlah satu - satunya pria yang pernah dipuaskan olehnya. Dan bukan kau satu - satunya pria yang pernah melihat dia meng*ngkang untuk memuaskan mu. "

Pernyataan itu membuat Barra kaget bukan main. Pria itu benar - benar kaget dan tak menyangka.

"Apa katamu?! Jangan bercanda sialan! "

"Disaat seperti ini aku rasa hanya bunuh diri jika aku berbohong. " Balas Sang pria dengan nafas tersengal.

"Dia wanita pemuas yang handal. Bahkan sebelum kau, sudah banyak pria kaya yang dia puaskan untuk mendapatkan uang dan juga kekuasaan. "

"Apa.. "

***

Barra: Kaget!!😲

Sebentar lagi si Barra bakal labrak Jovita nihh🤔

Kira - kira bakal gimana yahh