Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak terduga
Tanpa mau mendengar penjelasannya, sang ayah tega memukulnya dengan membabi buta.
Reina meringkuk di dalam gudang. Di sana memang tertata rapi tapi tetap saja berdebu karena jarang sekali dibersihkan.
Tangisnya kembali pecah. Bahkan keluarganya tak memperhatikan kondisinya yang lemas saat pulang tadi.
"Ibu, aku mau ikut ibu, bawa Reina Bu, Reina lelah, Reina menyerah," lirihnya. Tangis Reina terdengar pilu.
Tak lama suara pintu terbuka. Reina memilih mengabaikannya dan kembali meringkukan dirinya lagi.
Sesuatu terjatuh di depan wajahnya, membuat Reina sontak membuka matanya.
"Pakai salep itu. Jangan berpikir tak ada yang memedulikanmu, ingat semua ini salahmu sendiri!"
Reina kembali memejamkan mata, tak memperdulikan ucapan Vano. Hatinya terlalu sakit untuk bisa menerima kebaikan kakaknya.
"Sebaiknya kamu menerima lamaran Edwin saja supaya kamu bisa keluar dari sini!"
Kali ini Reina merespons kakaknya. Dia tersenyum sinis dan menjawab, "Aku pasti keluar dari sini tanpa kalian usir. Jangan khawatir!"
"Kamu memang keras kepala. Bisa ngga setidaknya kamu dengarkan kami!"
"Lebih baik kamu keluar," usir Reina malas.
Vano melangkahkan kakinya keluar sambil membanting pintu dengan kencang. Pemuda itu sedikit merasa tak nyaman saat Reina tak memanggilnya kakak.
Reina tak memperdulikan kemarahan sang kakak. Menurutnya tadi itu bukan bentuk kepedulian, tapi mereka takut saja dirinya mati dan menyebabkan ayah mereka terkena masalah.
Reina pingsan lagi, kali ini tanpa ada orang yang merawatnya. Dalam hati dia merutuki diri sendiri yang menolak tawaran Harlan untuk makan tadi.
Suara berisik membuatnya siuman. Kepalanya lagi-lagi berdenyut nyeri.
Meike masuk dan membuka pintu secara kasar.
"Bangun kau sialan!" makinya.
Reina hendak bangkit tapi tubuhnya masih lemah. Meike lalu melempar sebungkus roti dan air mineral gelas untuknya.
"Makan yang cepat setelah itu segera keluar. Jangan lupa rapikan dirimu!"
Reina melakukannya dengan kaku, semua tubuhnya sakit. Dia memilih segera melakukan perintah Meike karena penasaran kenapa dirinya dipanggil.
Reina keluar dan bergegas menuju kamarnya. Setelah membersihkan diri, Reina lalu muncul ke ruang tamu di mana ia mendengar banyak suara di sana.
Ternyata ada Nessa bersama dengan Edwin, mereka di sambut oleh ayah, ibu tirinya dan juga Elyana tentu saja.
Bukankah harusnya ayah bekerja dan Edwin kuliah?
Apa lagi ini Tuhan.
"Rei, duduklah." panggil Nessa lembut tapi justru membuat bulu kuduknya meremang.
Reina masih ingat, di kehidupan masa lalu, Nessa akan bersuara seperti itu jika ada yang wanita itu inginkan darinya.
Namun Reina tetap mengikuti permintaannya dengan duduk di sampingnya. Setelahnya dia berhadapan dengan Elyana yang jelas sekali menahan rasa cemburunya.
"Tante dengar kamu membuat masalah hingga mengakibatkan Elyana terluka? Apa kamu sudah minta maaf?"
Ucapan Nessa ternyata ikut memojokkannya. Mungkin Nessa mendengar ceritanya dari Edwin.
"Ngga papa kok tante, aku yakin kakak juga ngga maksud mendorong aku, mungkin kakak hanya merasa iri karena ngga bisa kuliah," sela Elyana.
Reina menatap datar pada adik tirinya. Gadis itu berkata seolah tak menyalahkannya padahal jelas dia tengah menyudutkannya.
"Benarkah? Astaga, untungnya kamu ngga papa. Edwin cerita kemarin sama tante juga sih. Tante ngga percaya kamu bisa jadi kaya gini Rei? Kalau memang kamu mau kuliah bukankah tante sudah menawari kamu untuk menikah dengan Edwin?"
Elyana terperangah, niat hati ingin menjatuhkan Reina, justru dirinya kelimpungan setelah mendengar Nessa justru kembali mendesak keduanya untuk menikah.
"Sebenarnya Nyonya Nessa tak perlu melakukan itu. Keluarga Darmono Agung mau menerima putri saya juga merupakan sebuah kehormatan," puji Hendro secara berlebihan.
"Ayah memutuskan untuk menerima lamaran mereka—"
Reina lalu bangkit berdiri. "Apa kamu ngga punya malu? Kenapa ingin sekali membuangku ke orang lain? Jika sudah tak ingin menganggap keberadaanku, lebih baik aku pergi dari sini!"
"Reina!" pekik Hendro murka. Ia tak menyangka putrinya akan membuat keributan seperti ini.
Reina tak peduli lalu menatap Nessa. "Maaf tante, saya ngga mau menikah muda, masa depan saya masih panjang, seperti yang tante lihat, beginilah saya. Urakan dan juga kasar. Kenapa tante ngga jadiin Elyana saja menjadi menantu tante? Dia baik, cantik dan memiliki sifat yang lembut."
Reina sengaja memuji Elyana agar Nessa mengalihkan perhatiannya pada gadis itu.
"Rei? Apa kamu marah sama aku? Kamu salah paham. Aku hanya bantu Elyana kemarin, itu juga sebagai tanggung jawab atas namamu—"
Elyana tak percaya dengan ucapan Reina yang justru memujinya. Dia tak mengerti dengan jalan pikiran kakak tirinya itu.
Namun saat mendengar ucapan Edwin hatinya kembali terluka. Bahkan dia ingat kemarin mereka berciuman sangat dalam, bahkan tangan Edwin sudah berani menjelajahi tubuhnya.
Dan apa dia bilang, kalau yang dia lakukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab atas kelakuan Reina? Dirinya jelas tak terima.
Edwin adalah cinta pertamanya. Lelaki pertama yang juga sudah menyentuhnya meski baru sekedar ciuman dan rabaan.
"Apa kamu cemburu karena kedekatan mereka?" tanya Nessa pura-pura polos.
Meike sendiri merasa geram karena Reina tiba-tiba saja menjodohkan anaknya dengan Edwin. Meski keluarga Edwin sama kayanya dengan Hendro, tapi Meike memiliki rencananya sendiri.
Elyana harus mendapatkan pasangan yang lebih tinggi lagi derajatnya.
"Saya ngga marah tante, saya cuma sadar diri aja. Perempuan kaya saya rasanya ngga pantas untuk jadi menantu tante. Saya ingin punya kesempatan untuk membuktikan diri, kalau tante bersedia menunggu. Aku ngga mau jadi beban," jawab Reina berusaha mencari alasan masuk akal agar tak dirongrong oleh Nessa lagi.
"Elyana juga harus mencari ilmu dulu, kenapa kamu malah menjodohkan pacarmu sama Elyana? Kamu pikir kalau Elyana menikah, ayah kamu akan biayai kamu gitu!" ketus Meike.
Tak lama seorang pelayan kembali ke pintu utama karena mendengar jika ada tamu baru yang memaksa bertemu dengan majikannya.
"Tu-tuan, nyonya, ada tamu yang maksa ingin bertemu—" ujarnya takut-takut.
"Siapa?" tanya Meike kesal.
"I-itu nyonya namanya Nona Elke, katanya atasan Non Reina."
Semua mata menatap kearahnya dengan tajam. Tubuh Reina terasa lemah, apa Elke datang karena meminta ganti rugi padanya saat ini juga?
.
.
.
Lanjut