Bening gadis tompel dijodohkan dengan Bayu, pria tampan dan kaya dengan imbalan uang untuk pengobatan sang ibu yang mengalami gangguan mental.
Perjodohan yang tidak biasa karena yang menjodohkan Bening adalah Naura istri Bayu sendiri. Tentu Bayu menolak dengan tegas permintaan Naura istrinya. Wanita cantik yang profesinya sebagai artis terkenal.
Sementara Bening sebenarnya gadis manis tetapi wajahnya tompel tentu bukan selera Bayu.
"Kamu sudah gila Ra! Mana ada istri yang rela menjodohkan suaminya dengan wanita lain?!"
"Mas... tolong, dengan kamu menikahi Bening, jika aku syuting film ke luar negeri kamu ada yang mengurus."
Bayu terpaksa menikahi Bening, tetapi hanya demi menyenangkan hati Naura. Bayu bingung, apa tujuan Naura memaksa dirinya menikahi Bening. Ketika Bayu tanya alasan Naura tidak memuaskan.
Lalu apa yang akan terjadi setelah pernikahan Bening dengan Bayu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Lambaian tangan Bayu dan Bening secara bersamaan tanda perpisahan mereka, kala Bayu menjauh masuk ke lobby bandara. Bening hanya bisa melihat dari kejauhan seraya mendoakan, semoga suaminya itu baik-baik saja.
"Mari Pak," Kata Bening kepada Wawan. Hari masih pagi, sebelum berangkat ke toko, Bening minta diantar ke rumah sakit dulu menjenguk Lisa.
Di dalam mobil, Bening mencoba mengotak atik mainan barunya, yakni handphone untuk mengusir kegalauan hatinya, setelah kepergian Bayu.
Mobil yang dikendarai Wawan melambat, kala tiba di depan rumah sakit jiwa. "Bapak tidak usah ikut masuk ya" Saran Bening ketika Wawan ingin menjenguk.
"Baik Non," Wawan pun memilih menunggu di warung kopi, yang tidak jauh dari tempat itu.
Dengan wajah sendu, Bening masuk sendirian ingin segera bertemu ibu. Alasan Bening melarang Wawan untuk tidak mengunjungi ibunya, masuk akal. Sebab, setiap dikunjungi pria, Lisa selalu mengamuk. Seperti ketika Bayu menjenguk bersama Bening tempo hari, Lisa mengejar Bayu hendak memukul dengan sapu.
Entah persoalan apa yang membuat ibunya hingga seperti ini. Bening sempat berpikir, Lisa trauma terhadap pria. Mungkinkah sang ayah yang menyebabkan ibunya menjadi seperti ini.
Di halaman rumah sakit yang berpagar tinggi itu, sudah barang tentu tempatnya orang-orang yang tidak waras. Tentu tingkatan keparahan berbeda-beda. Jika pagi dan sore hari, biasanya para pasien dibiarkan di halaman, tentu dengan penjagaan perawat.
Tetapi rupanya pagi ini para pasien masih di kamar masing-masing sebab sangat sepi, selain petugas yang bersih-bersih halaman. Bening melewati kamar pasien lainya hendak ke kamar ibunya. Penghuni rumah sakit itu kebanyakan pria, mereka rupanya sedang sarapan didampingi perawat.
"Huuaaaa... manusia itu kejaam..." Jerit pria kurus sedang mengangkat duri ikan yang sedang dia makan dengan nasi yang masih tersisa di piring.
"Bapak..." Sapa Bening melihat dari pintu besi, pria berambut ikal itu sedang menangis meraung-raung, tampak perawat tidak bisa menenangkan. Pria itu lantas menatap Bening. "Kenapa manusia suka membunuh? Padahal hewan ini tidak berdosa," Pria itu kembali menunjukkan duri ikan kembung beserta kepalanya yang masih menempel.
"Karena... ikan itu memang diciptakan Allah untuk manusia Pak, jadi... tidak akan berdosa jika kita membunuh dengan cara yang benar dan tujuanya untuk kita makan," Bening menjelaskan, walaupun sudah pasti tidak nyambung.
Pria itu membuang duri ke sembarang tempat, lalu menghabiskan nasi. Bening melihat pria itu makan dengan cara yang berbeda yakni meraup nasi dengan tangan hingga telapak tangannya penuh kemudian melahap hingga belepotan ke mana-mana.
"Terimakasih Dek," Kata perawat, karena bisa menenangkan hati bapak. Bening mengangguk lalu melanjutkan perjalanan ke kamar Lisa.
"Assalamualaikum..." Bening tersenyum ketika menemui ibunya yang sedang duduk dengan tenang sambil makan, tidak ada perawat disana. Bening sedikit lega, itu artinya Lisa sedang stabil kondisinya.
"Kamu siapa?" Tanya Lisa, berhenti makan menatap Bening yang tiba-tiba jongkok didepanya.
"Aku Bening anak ibu," Jawab Bening lembut, lalu ambil tangan Lisa menciumnya. Lisa sudah wangi sabun sepertinya belum lama mandi.
"Ooh... Bening, sini sayang... Ibu suapi," Lisa menyodorkan satu sendok nasi beserta ikan ke mulut Bening. Untuk menyenangkan hati sang ibu, Bening menerima suapan itu.
Sambil mengunyah, Bening menahan agar jangan sampai air matanya mengalir. Bening sedih kapan ibunya pulih dan mengajaknya pulang.
"Enak kan? Masakan ibu?" Lisa tersenyum membuat dada Bening sedikit lega.
"Aak... lagi," Lisa kembali menyodorkan sendok, sambil membuka mulutnya lebar.
"Bening sudah kenyang bu," Jawab Bening mengusap perutnya.
"Itu pasti hanya alasan kamu bukan? Karena lauknya tidak enak. Sebentar lagi ayah kamu pulang kok, nanti ibu belikan daging untuk anak ibu," Ujar Lisa menganggap Bening masih anak kecil.
"Sekarang gantian... aku yang suapin ibu ya," Bening hendak ambil alih piring dari tangan Lisa, tetapi Lisa menyembunyikan piring itu ke samping.
"Oh tidak... memang ibumu ini anak kecil apa, masa disuapi," Lisa menolak.
Bening mengalah memandangi Lisa yang sedang makan. Selama satu bulan dirawat, Lisa sedikit mengalami kemajuan, nyatanya sudah bisa tersenyum dan berbicara lembut kepadanya. Walaupun kadang bicaranya melantur kemana-mana dan tertawa sendiri.
"Ibu selesai mandi belum sisiran ya," Bening ambil sisir dari tas, beranjak ke belakang Lisa. Perlahan ia sisir rambut ibunya yang awalnya panjang kini sudah dipotong pendek.
"Ibu tadi dimandikan ayah kamu masa. Hihihi..." Kata Lisa ngelantur. Bening sedih mendengarnya.
"Waah... ibu cantik banget," Bening mencium pipi Lisa dari samping, mengalihkan ibunya agar jangan sampai memikirkan ayahnya, bisa-bisa tiba-tiba marah.
"Ibu memang cantik, makanya ayah kamu tergila-gila sama ibu," Lisa mendongak seraya tersenyum entah apa yang wanita 40 tahun itu pikirkan.
"Buu... aku kerja dulu ya," Pamit Bening, sebenarnya masih ingin lama di tempat itu, tetapi dia harus kerja.
"Ya... nanti sore supaya dijemput ayah kamu," Jika sedang tidak kambuh, Lisa seperti orang normal, walaupun kata-katanya ngelantur.
Bening salim tangan lalu pergi meninggalkan ibunya. Tiba di depan RSJ, dengan handphone barunya Bening menghubungi Wawan. Bening melihat jam di handphone rupanya sudah terlambat.
"Bagaimana keadaan ibu Non?" Tanya Wawan.
"Begitulah pak," Bening menceritakan keadaan Lisa hingga tiba di depan toko. Ia melihat dari kaca, toko tersebut rupanya sudah ramai. Tanpa pamit Wawan, Bening bergegas masuk.
"Heh! Tompel!" Sarkas kasir menatap Bening tidak suka, ketika Bening melewati meja kasir. "Enak loe ya?! Semakin hari kerjaannya semakin malas, mentang-mentang dekat dengan anak bos!" Penjaga kasir nyemprot Bening, tidak menyadari jika dilihat pembeli.
"Maaf" Bening tidak mau menimpali segera ambil kantong plastik kemudian, memasukan belanjaan para pembeli.
"Kena omelan Mak Lampir ya Ning?" Seloroh Annas, ketika Bening sudah bersama Annas.
"Biar saja," Bening tidak mau membahas yang tidak berguna, langsung sat set kerja ini itu. Segala sesuatu jika dikerjakan dengan ikhlas tidak terasa. Seperti yang dilakukan Bening, tanpa dia sadari rupanya sudah dijemput Wawan.
"Aku duluan ya Nas," Pamit Bening, sembari berjalan ke depan.
"Hebat Ning, kamu sekarang seperti Nyonya saja, diantar jemput mobil mewah." Selidik Annas, mengejar langkah Bening sama-sama ke halaman.
"Nggak usah dibahas An, aku duluan," Bening tersenyum lalu masuk ke dalam mobil Wawan. Saat ini ia belum berani bercerita pada sahabatnya itu. Selain malu, Bening tahu jika Annas menyukainya walaupun tidak diucap dengan kata-kata.
Mobil Bayu menjauh dari toko hingga beberapa menit kemudian, Bening bingung karena Wawan bukan melalui jalan ke arah rumah Bayu.
"Loh, kita mau kemana Pak?" Tanya Bening setengah terkejut.
"Saya diutus Nyonya Leanna menjemput Non Bening. Kata beliu ada yang ingin dibicarakan," Terang Wawan.
"Saya disuruh ke rumah Nyonya? Ada apa ya, Pak?" Bening terkesiap.
"Untuk itu, saya tidak tahu Non,"
"Astagfirullah..." Bening Istigfar. Ada apa mama mertuanya itu memanggilnya. Dada Bening deg degan, jangan-jangan mertuanya sudah tahu jika dirinya istri Bayu. Sepanjang perjalanan Bening gelisah.
Hingga tiba disalah satu rumah mewah kawasan Cibubur Jakarta timur, Wawan menghentikan kendaraan. Dengan langkah ragu karena takut, Bening mengikuti Wawan masuk halaman rumah yang baru pertama kali ini dia kunjungi.
...~Bersambung~...
koreksi
kadang kita yang menanam tetangga yang memanen hhhhh😄
kalo kau tau kopi itu buatan siapa...
jangan kau katai bodoh kau bilang hus atau ck runtuh sudah dunianya terlebih kata2 dr orang yg di cintai,, berkali-kali sedihnya.
kau itu yg bodoh, masa gitu aja ga paham ekekekekek