Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GO Public
"Cie … udah go public aja nih." Arabella yang berada di luar kelas melihat Galen daj Lucyana bergandengan tangan. Gadis itu mengulas senyum sambil meledek Lucyana serta Galen. "Pajak jadian ya, Kak."
Galen mendengkus merespon perkataan Arabella. "Tiket nonton konser Idol kesukaan lo udah gue beli," ucap Galen pada Arabella. "Nonton sama Ana."
"Serius? Paling depan, 'kan?" tanya Arabella disambut anggukkan oleh Galen. "Thank you kakak tercinta gue." Arabella berjinjit untuk mengecup rahang Galen.
Lucyana yang melihat kedekatan kakak dan adik itu mengulas senyum tipis.
"Gue balik," ucap Galen pada Arabella setelah itu melirik ke arah Lucyana dibalas senyuman oleh gadis itu.
"Tas aku masih di kelas sebelah," ucap Lucyana pada Arabella setelah Galen pergi.
"Sudah gue ambil dong, calon kakak ipar," ucap Arabella meledek Lucyana.
Eh?
"Lupain itu. Pokoknya nanti kita nonton konser Idol bareng," ucap Arabella disambut anggukkan oleh Lucyana. Kedua gadis itu terlihat sangat antusias.
Keduanya lantas masuk ke dalam kelas, duduk dengan posisi bersebelahan lantas kembali mengobrol sembari menunggu bel. Kebetulan di kelas hanya ada mereka berdua.
"Ra, kata kak Galen kalau hari ini ada razia?" tanya Lucyana.
"Gue tahu," jawab Arabella.
"Kenapa tiba-tiba banget ya?"
"Kakak tercinta gue lagi nunjukin taringnya."
"Maksudnya?"
"Nanti lo juga tahu."
Obrolan keduanya pun berakhir saat bel berbunyi. Kelas pun mulai ramai. Mereka duduk santai di kursi masing-masing. Di antara mereka ada yang bingung melihat keberadaan Lucyana di kelas mereka, tetapi tatapan Arabella seolah membuat mereka bungkam.
Suasana yang tadinya senyap berubah. Ada kepanikan dan kebingungan lantaran adanya razia dadakan, bahkan ketua kelas di kelas itupun tidak tahu jika akan ada razia. Mereka benar-benar tidak bisa mengelak dari razia itu. Penggeledahan segera dilakukan. Beberapa dari mereka ada yang kedapatan membawa rokok.
Melihat rokok yang disita oleh petugas razia, membuat Lucyana teringat akan Galen. Kekasihnya itu apakah baik-baik saja. Seharusnya Galen baik-baik saja karena sang kekasih sudah lebih dulu tahu akan razia itu.
Razia dilakukan serempak termasuk di kelas dua belas. Galen dan ketiga temannya duduk dengan santai di dalam kelas. Dengan santai pula menyerahkan tas mereka untuk digeledah. Rokok yang mereka bawa juga sudah diamankan membuat mereka lolos dari razia. Semuanya aman hingga saat wali kelas ingin menggeledah tas milik Renata. Gadis itu terkesan menahan tas miliknya.
"Berikan tasmu, Renata!" perintah wali kelas itu.
"Tidak ada apa-apa, Bu." Renata menahan tasnya saat sang wali kelas akan menggeledah tas miliknya.
"Kalau tidak ada apa-apa kenapa kamu menahannya. Berikan tasnya sama Ibu!"
Sampai beberapa saat Renata masih belum mau memberikan tas miliknya, membuat semua orang menatap Renata dengan curiga. Akhirnya dengan paksaan wali kelas itu mengambil tas milik Renata.
Renata pasrah, raut wajah gadis itu sudah sangat tegang, keringat dingin juga mulai terlihat di keningnya, tangannya yang berada di bawah meja meremas ujung rok. Kelihatan dengan jelas jika Renata sangat ketakutan.
"Apa ini, Renata?" tanya wali kelas itu dengan suara lantang yang mengejutkan semua orang di kelas.
Renata tidak menjawab, ia memejamkan matanya erat-erat, tidak berani melihat reaksi wajah semua orang yang berada di sekelilingnya.
Namun dalam ketegangan yang ada di ruangan itu, raut wajah Galen nampak datar, tatapan matanya pun biasa saja, tetapi senyuman miring tergambar di bibirnya saat wali kelas mereka menemukan obat terlarang di tas milik Renata. Sesuai dengan prediksinya.
"Sa-ya tidak tahu, Bu." Renata bicara dengan terbata-bata sembari menunduk tidak berani melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya.
Wali kelas menyerahkan bubuk itu pada keamanan di sekolah itu. Mereka memastikan dan meyakini jika itu benar obat terlarang,
"Bagaimana kamu tidak tahu? Ini ada di dalam tas kamu!" tanya wali kelas itu, nada bicaranya masih tinggi.
"Mu-mungkin saja a-da yang menaruh itu di-tas sa-ya, Bu," elak Renata lagi.
"Jangan mengada-ngada kamu, Renata!" ucap sang wali kelas. "Kamu ikut, Ibu!" sambungnya.
"Tapi, Bu —"
"Ikut Ibu!" Wali kelas itu menukas ujaran Renata. "Nanti kita akan buktikan benda itu milik kamu atau bukan."
Renata menggeleng, raut wajah benar-benar panik, tetapi dirinya juga tidak bisa melakukan apapun kecuali menurut pada perkataan wali kelas.
Renata beranjak dari tempatnya, berjalan keluar kelas mengikuti sang wali kelas. Di luar Renata bertemu dengan Kania. Renata jelas tahu apa yang terjadi pada gadis itu. Pasti kasusnya sama dengannya.
Sepeninggal Renata, kelas mulai riuh, bertanya satu sama lain, membahas tentang Renata. Mereka tidak percaya jika Renata ternyata pemakai. Suasana semakin gaduh hingga suara benda jatuh membuat suasana menjadi hening seketika. Mata mereka melihat buku yang lumayan tebal tergeletak di lantai di depan tiga siswi yang tidak lain adalah temannya Renata. Rupanya Galen yang melempar buku itu.
Semua orang yang melihat ke arah Galen. Laki-laki itu duduk dengan kedua kaki berada di atas meja, juga kedua tangan berada di saku celana. Tatapan Galen amat mengerikan, membuat siapapun yang melihat merasa ngeri, memilih untuk diam dan menunduk.
GLEK
Mereka semua kompak menelan salivanya sendiri, untuk membasahi tenggorokan mereka yang mendadak mengering.
"Gue kasih waktu satu jam sama kalian bertiga. Cari buku yang sama persis dengan buku itu!" Suara berat dan tatapan tajam Galen membuat mereka merinding.
Semua mengarahkan pandangannya ke arah buku itu. Banyak di antara mereka bingung kenapa Galen meminta untuk mencari buku itu, tetapi tidak dengan tiga temannya Renata. Itu adalah buku milik Lucyana yang mereka buang ke dalam closet. Ketiga perempuan itu saling bertukar pandang, dan bertanya dalam bahasa isyarat. Kemudian sama-sama melihat ke arah Galen. Nyali mereka ciut melihat tatapan penuh permusuhan dari Galen.
"Satu jam cari buku yang sama. Terus kasih ke cewek gue!" perintah Galen.
"Cewek lo?" tanya salah satu dari tiga perempuan itu dengan tatapan bingung.
"Cewek yang kalian buli, anj*ng." Bukan Galen yang menjawab, tetapi Zayn.
Jantung mereka berdetak kencang, napas mereka seakan tercekat, saat pandangan mereka kembali bertemu dengan Galen.
"Ja-di Ana beneran ceweknya Galen," ucap Nia, salah satu teman Renata.
"Menurut lo?" Sam mendelik sinis ke arah Nia membuat gadis itu beringsut.
"Waktu kalian dimulai dari sekarang!" perintah Galen.
"Tapi, Len. Satu jam mana cukup," keluh Nia.
"Empat puluh lima menit."
"Len —"
"Tiga —"
"Oke, deal empat puluh lima menit."
Galen kembali menunjukkan senyuman sinis pada ketiga perempuan yang berani mengganggu Lucyana.
"Cabut!" ajak Galen pada tiga temannya.
"Inget tuh, empat puluh lima menit," ledek Sam.
Galen sudah pergi, tetapi aura laki-laki itu masih tertinggal di tempat itu membuat semua orang masih membeku di tempatnya.
-
-
Kabar Renata dan Kania terciduk lantaran obat-obatan terlarang menghebohkan Astrea. Kedua gadis itu sudah berada di ruang konseling selama berjam-jam. Entah hukuman apa yang akan diberikan kepada mereka berdua.
Bukan hanya itu saja hubungan Lucyana dan Galen pun tersebar hingga membuat para siswi patah hati. Muncul pula ketakutan dalam diri mereka, apalagi dengan tindakan mereka kepada Lucyana selama ini. Banyak pula yang berpendapat jika apa yang terjadi dengan Renata dan Kania ada campur tangan Galen.
Memang benar, Galen yang memerintah orang-orang Bramantyo untuk mengadakan razia dadakan itu. Galen tahu jika Renata dan Kania itu pemakai. Sebelumnya Galen melihat kedua gadis itu menyimpan obat terlarang itu di tas mereka masing-masing, membuat Galen bergerak dengan cepat.
abis kamu fir ga ada kata ampun lagi dari keluarga galen
pengin baca safiraaa di hujat emak dan netizen yg dsanaaa
pengin liat safira dimaki2 emak nya
km kok hmmm nyebelin bgt
yok thor bisa yok double up lagi
jangan2 dia ngomong macem2 lagi sama ana
tiap chapter minim 3x baca
soale nagih bgt